3. Dear Kak Jimin

12.6K 1.5K 385
                                    

What will tomorrow be like?

a: My life is in between

↳˳⸙;; ❝ 𝓣𝓸𝓶𝓸𝓻𝓻𝓸𝔀 ᵕ̈ ೫˚∗:

Aku memang berniat untuk menyendiri. Jadi, karena aku menemukan Soobin di sini, aku memutuskan untuk putar balik. Bukan kembali ke arena jogging, maksudku, aku akan mencari tempat lain.

"Beh, sombong. Ketemu temen ga mau negur."

"Hah?"

Aku terkejut dan melotot. Langkahku sontak terhenti begitu saja. Apakah ini pertanda Soobin menyadari kehadiranku? Tapi seingatku ia menggunakan earphone? Dari mana dia tahu? Maksudku, kenapa dia bisa mendengar suara walaupun tengah menggunakan earphone?! Aku stres sendiri memikirkannya.

Apakah dia alien?

Aku membalikkan tubuhku hanya untuk mendapati Soobin yang berdiri pada jarak lima meter di depanku dengan wajah angkuhnya. Kedua tangannya ia masukkan pada saku celananya. Supaya apa? Supaya terlihat seperti boyband?

"Oh, sorry ga liat. Lo invisible, sih."

Soobin menaikkan sebelah alisnya. Seperti mengejek. "Lu ngapain di sini?"

"Dating, sama qera xakti jomblo ngenes ditinggal gebetan."

"Beomgyu?"

Atas dasar apa dia menyebut Beomgyu?

"Bukanlah! Kakak gue."

Karena ini kondisinya sudah tidak memungkinkan untuk menyendiri, aku memutuskan untuk menghampirinya yang berdiri di atas bukit kecil itu. Oh, ternyata Soobin membawa sepedanya.

"Kenapa? Lu pengen naik sepeda?" Mungkin Soobin menyadari diriku yang memandangi sepedanya dengan wajah memelas. "Kalo mau pinjem, pake aja."

"OKE!"sahutku semangat. Aku segera menghampiri sepedanya dan mencoba untuk menaikinya. Dan... uh, ternyata kakiku tidak sampai.

Beginikah cara takdir menegur tinggi badanku.

Soobin tertawa melihatku. Sialan! Namun setelahnya ia segera turut menghampiriku yang air mukanya sudah sedih sekali bercampur kesal ini. Ia mengambil alih stang sepedanya kemudian menaiki joknya.

"Ayok. Gua bonceng."

"YES!"

"Seneng banget kek anak PAUD."

"Biarin. Wlee.."

Aku menaiki pijakan kaki pada masing-masing sisi yang berada di pusat ban. Sepeda ini tidak memiliki tempat duduk untuk boncengannya. Jadi, untuk mempertahankan keseimbangan, menurut ilmu fisika, aku harus berpegangan pada pundaknya.

Soobin segera melajukan sepedanya, membawaku. Wah, gila. Ini menyegarkan sekali. Rasanya, baru sekali ini aku merasakan sesuatu yang membuatku merasa bebas. Menikmati udara segar pagi tanpa polusi di tempat asri yang selalu menjadi favoritku, dengan teman sekelas yang belum lama ku kenal.

Soobin membawaku berkeliling tempat ini, menelusuri bagian yang sama sekali belum aku jamah sebelumnya. Ia membawaku pada tepian danau. Meskipun aku tahu ada danau di sini, aku tidak pernah mengunjungi tempat ini.

Soobin memberhentikan sepedanya pada tepian danau dan kami pun turun. Aku yang anak rumahan ini dengan noraknya merasa takjub dengan pemandangan indah di depanku ini seperti orang bodoh.

Selama 16 tahun aku hidup di wilayah ini, aku hanya sering mengunjungi halaman depan rumahku dan sekitarnya saja. Terima kasih, Soobin!

"Ga pernah ke sini, ya?"tanya Soobin.

Tomorrow | Choi Soobin [REVISED][COMPLETED]Where stories live. Discover now