Bab 20

454 22 15
                                    

Devi menampar pipinya sekali lagi. Sakit. Oke, ini bukan mimpi. Gadis itu kembali menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Pundaknya naik turun karena tangisnya.

Setelah pulang dari rumah sahabatnya--Oh mantan sahabatnya mungkin, Devi langsung memberhentikan taxi, didalam taxi Devi tak bisa menahan tangisannya. Tak peduli kalo supir taxi ngeliatin Devi atau nganggep Devi orang gila.

Dirinya masih ngga habis pikir. Kenapa hari ini, hari yang seharusnya spesial banget buat Devi malah jadi hari yang sangat-sangat buruk buatnya.

Devi memejamkan matanya, mengingat-ingat semuanya dari awal. Setega itu kah Putri? sahabat yang udah bareng-bareng 3 tahun ternyata udah pacaran sama gebetannya, Natha. Dan teganya lagi, dia nyuruh Natha buat pura-pura suka sama Devi. Ini malah bikin Devi makin sakit, dirinya merasa dikhianati dua orang sekaligus.

Pengharapan yang selama ini dia bayangkan ternyata cuma bullshit, gombalannya, pujiannya, sikap manisnya itu bullshit, he's too jerk. Asshole. Brengsek.

Devi merasa jijik, merasa ngga rela kalo selama ini dia udah dirangkul, digandeng, bahkan pernah sesekali dirinya di peluk, malah hampir pengen kissing. Untungnya ada Damar. Ya. Damar.

Devi membuka telapak tangan dari wajahnya. Damar, dia merasa bersalah banget sama Damar. Kata-katanya kemarin ataupun tadi yang sangat amat egois, sangat amat menyakitkan. Dirinya ngga bisa ngebayangin kalo ada diposisi Damar.

Ternyata selama ini Devi salah, dia baru menyadarinya. Semua kata-kata Damar, semua sikap Damar yang protektif itu Demi melindungi Devi.

Mungkin adanya kehadiran Natha, Devi jadi menutup matanya pada Damar. Seseorang yang ternyata tulus sayang sama dirinya.

Devi mengelap air matanya yang masih tersisa, mengambil IPhone dan menelepon seseorang.

"Mar, ayo dong. angkat." Bisik Devi.

Devi mencoba menelepon Damar berkali-kali. Tapi yang Ia dengar hanya nada sambung telepon, telepon tak kunjung diangkat sama Damar.

"Damar lo dimana sih?" bisik Devi tak sabar, dirinya masih berusaha menelepon Damar.

Devi mendengus kesal, dirinya merasa sangat bodoh saat ini. Dirinya telah menyia-nyiakan seseorang yang menyayanginya.

Natha, kampret. Kenapa harus ada lo sih, kenapa ngga cuma ada gue dan Damar, batin Devi.

Dirinya memukul-mukul bantal dengan kesal, sebelum dia menyadari apa yang dia katakan barusan.

Gue dan Damar?

Gue-dan-Damar.

Gue. dan. Damar.

"Iya, kenapa ngga gue dan Damar aja? pasti ngga bakal ada acara gue sakit hati gini gara-gara dibohongin, dikhianati, dibackstab, dimodusin" gerutu Devi.

Otak Devi langsung memutar kejadian ulang tadi di restoran, saat Damar menyatakan sayang bahkan cinta pada Devi, dengan raut muka yang cemas, takut alih-alih ditolak. Dan kenyataannya memang begitu, Devi malah menyemprot Damar dengan segala makian, Dirinya sangat amat merasa bersalah, Dia tau jelas pasti Damar tersinggung dan malah akan ngejauhin dia.

"Haa kenapa gue jadi nyesel gini, kenapa gue jadi ngebayangin gue jadian sama Damar. Apa gue--"

Devi merasa IPhone yang digenggamnya begetar. Tanpa melihat Caller ID-nya, Devi langsung segera mengangkatnya.

"Halo, mar. lo dimanaaa?" Tanya Devi secepat mungkin setelah mengangkat telepon.

"Gu-gue Natha, Dev." Jawab seseorang diseberang telephon. Natha.

KalycaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang