Bab 11

604 29 18
                                    

Devi menarik nafas panjang, malam ini dia nekat buat ngelaksanain plan mendadaknya tadi sore. Bunga mawar yang tadi siang dia temukan bikin Devi kepo setengan mampus. Bisa-bisanya ngasih dan naro bunga mawar di mejanya tanpa sepengetahuan orang lain. Tonight, we’ll see.. siapa sih orang itu.

Jam menunjukan pukul 8 malam, Devi sudah siap dan yakin rencananya bakal mulus 100%. Tak lama Devi muncul di ruang tamu, dan ada siapa? of course Damar. Siapa lagi?

Devi berjalan santai, tegang dikit sih takut ditanya-tanyain sama Damar. Dirinya lagi unmood banget buat ngomong sama Damar.

"Mau Kemana, Dev?" Tanya Damar. Tuh kan, ditanyain kan.

"Kemana kek, terserah gue." Jawab Devi tanpa membalikan badannya. Dan tanpa berhenti, terus berjalan menuju pintu dan melewati Damar yang lagi duduk.

"Mar.." 

Devi menghentikan lagkahnya. membalikan badannya. Menatap Damar.

Bisa terlihat Damar tersenyum kecil, menaruh sedikit harapan saat Devi memanggil namanya.

"Gue pulang malem. Lo ngga usah nungguin gue sampe pulang kayak kemarin. Gue ngga mau nyusahin lo, lagi." Lanjut Devi dengan nada sarkastik.

Rasanya jadi Damar itu, Jleb.

***

Sekarang, Disini devi berdiri. Di depan Siphon Cafe yang udah gelap, alias tutup. Ngapain? We'll see.

Devi menggenggam sesuatu yang tadi Andrew berikan, Kunci. Ya. Kunci Siphon Cafe. Jalanan emang masih ramai, lampu-lampu kendaraan membuat mata sipit Devi malah makin sipit karna silau. Gadis itu menoleh ke kanan dan kekiri, memastikan tak ada seorangpun disekitar sini yang melihatnya. Bukan, Devi bukan mau nyolong Capuchinno atau malah mesinnya. Tapi memang caranya masuk hampir mirip dengan maling. Atau memang sama persis.

Gelap. Itulah yang bisa Devi rasakan saat Ia melangkah masuk. Devi ngga bisa menyalahkan lampu, selain ngga bisa menemukan saklar lampu dengan keadaan gelap, rencananya pun ngga bakal berhasil kalo lampunya dia nyalahin. Devi meraba-raba kesamping dan depannya, dirinya hapal persis letak-letak meja atau apapun di Siphon Cafe. So, mudah buat Devi jalan dengan keadaan gelap disini. Tidak sampai 3 menit Devi sudah memegang pinggir meja yang biasa dia pakai. Devi melanjutkan acara meraba-rabanya dalam kegelapan, dan berhenti pada 3 meja setelah meja yang tadi siang ada bunga. 

Devi menghembuskan nafas lega, dirinyamengambil posisi tiarap tepat di bawah meja itu. Devi lega karena mejanya sedikit terang karena ada pantulan lampu jalanan yang tembus di jendela dekat mejanya. Okay, This is her plan. Tiarap di bawah meja yang agak jauh dari mejanya yang biasa, melototin tuh meja sampe ada seseorang dateng dan meletakkan bunga. Entah sampai kapan Devi bakal tahan sama posisi tiarap di bawah meja yang sempit. Jelas itu nyiksa. Tapi ngga papa lah, demi menuntaskan rasa ragunya tentang si pengirim bunga. Ya. Dia masih ragu kalo Natha yang ngasih.

Gadis itu Udah siap di posisi sempurnanya buat ngeliatin. Devi melirik jam tangannya, pukul 9 lewat 15. Devi menarik nafas, mengedip-ngedipkan matanya seolah memaksa untu fokus dengan mejanya.

Devi melirik jamnya kembali. "Jam 10, Haa baru satu jam, semangat."

Devi melirik jamnya kembali, "Jam 11, Woles dev.. belum lama."

Devi melirik jamnya yang ketiga kali. "Jam 12, Its okay. Gue masih semangat."

Devi melirik jamnya yang ke empat kalinya. "Jam satu? hmm.. gapapa lah. paling dikit lagi muncul."

Devi melirik jamnya kembali untuk yang kesekian kalinya, Jam 3 pagi. Badannya udah ngga bisa diem, 4 jam dia tiarap. Matanya udah tinggal 5 watt lagi, jangan sampe dia ketiduran dengan posisi kayak gitu. Dirinya udah desperated banget rasanya buat ngeliat si pengirim bunga secara langsung. 

"Apa gue harus nyerah nih sampe jam segini? Sebenernya gue masih bisa tahan, tapi besok sekolah sih." gumamnya pada diri sendiri. Halah.. alibi aja padahal mah matanya udah tinggal segaris.

Devi perlahan membangunkan tubuhnya untuk berdiri, rasanya tuh pundak sama pinggangya udah kayak mati rasa. Dia nyerah. 

***

"Damn! padahal gue yakin plan gue bisa berjalan mulus 100%. kenapa jadi gini?" Gerutu Devi sambil melangkah masuk dari gerbang rumah nya, rumah Damar tepatnya. Damar? Ohya hampir lupa Devi tentang Damar yang habis dia bikin jleb pas mau cabut keluar. Deg-deg-an juga sih dia abis gituin Damar, kalo dia dikunciin gimana ini? Balik lagi ke Siphon tidur disana? Ogah.

Pintu yang ngga gitu besar udah ada di hadapan Devi. 

"Nggak di kunci." Batinnya setelah perlahan mendorong Handle pintu. 

Deg...

Sorot mata Devi menangkap sosok lelaki, ganteng pastinya. Oke itu Damar. Damar yang lagi tidur atau ketiduran tepatnya di atas sofa ruang tamu. Devi segera merapatkan pintu dan melangkah menuju sofa. Gadis itu menatap Damar denga  tatapan, entah Sebel alih-alih nih cowok batu banget kalo dibilangin jangan nungguin, atau malah tatapan seneng. Wait.. seneng? kenapa mesti seneng?

"Aduhh gue ngga tega banget kalo besok masih ngacangin dan judesin dia, this's too sweet, Mar."Ucap devi dalam hati sambil menatap wajah Damar yang tidur di sofa.

"Lo emang sahabat gue paling care, Im sorry about that. Thank you, Mar." Kali ini Devi berbicara tidak dalam hatinya. Masih dengan posisi memerhatikan wajah Damar.

Devi melepas jaket Adidas yang Ia kenakan, lalu menutupi tubuh damar dengan Jaketnya. 

----------------------------------------------------------------

Im sorry for late Update guys :') Janjiiii abis ini seenggaknya update 3x seminggu dehhhh, gue mau kosisten.

Thanks buat yang udah mau sudi baca cerita dari Author amatir ini. hiks. oke lebay.

Silahkan Vote dan Comment, kalo bisa harus yah haha maksa gitu gue. dan kalo bisa promosiin juga. Celamitan abis gue.

See ya di Bab 12 <3

KalycaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang