LIMA PULUH-KAMU KAH TAKDIRKU? (2)

5.6K 276 23
                                    

Rei sedang menonton TV ketika Ayana keluar dari ruangan, ia akan membeli kopi karena sangat mengantuk. Hari menjelang malam kala itu, dan Ayana belum sama sekali beristirahat, ia menunggu Mama Diana yang akan datang nanti malam.

Ketika memilih camilan, Ayana melihat kue kesukaan Rei.

"Rei mau yang rasa blueberry atau raspberry ya? Apa aku telepon aja." Ayana mengambil ponselnya dari dalam saku dan mencoba untuk menelepon Rei.

Beberapa kali terdengar nada sambung, tapi Rei tidak juga mengangkat panggilannya.

Apa Rei lagi tidur? gumam Ayana.

Akhirnya ia memutuskan untuk membeli rasa raspberry.

***

Belum ada lima menit sejak Ayana keluar untuk pergi ke kantin, gadis itu sepertinya sudah kembali ke ruangan. Rei.

"Kok balik lagi, Ay?" tanya Rei sambil mematikan televisi.

"Selamat malam, Pak."

"Stefi?"

Stefi mengangguk ragu.

"Saya kaget denger Bapak kecelakaan, setelah rampung di kantor saya segera kesini."

"O-oh, begitu," ucap Rei gugup. Ia takut Ayana akan segera kembali ke ruangan. Bisa-bisa terjadi perang dunia kesekian.

"Gimana keadaan Bapak?"

"Saya baik-baik saja, cuma luka kecil di kepala. Besok juga sudah boleh pulang. Kamu nggak perlu repot-repot datang kesini padahal."

"Syukurlah. Saya sangat khawatir." Stefi menarik kursi dan duduk di samping bed.

Mereka saling terdiam. Akhirnya Rei memutuskan untuk angkat bicara, meluruskan kesalah pahaman ini.

"Stef, saya ... saya tau perasaan kamu terhadap saya."

Wajah Stefi tiba-tiba bersemu merah, ia mengusap tengkuknya.

"Tapi, sebenarnya apa yang kamu dengar dari Mama saya itu hanya salah paham, dan saya akan menjelaskannya."

Stefi mengangkat wajahnya ia menatap Rei. Senyum malu-malunya memudar.

"Saya tahu kalau Mama saya bilang kalau saya tertarik sama kamu, tapi semua itu hanya salah paham. Sebenarnya saya sudah memiliki orang lain."

"Orang lain? Maksud Bapak?"

"Saya sudah bertunangan, dan kami akan menikah. Saya tidak mau terus menerus memberi harapan ke kamu, tolong jangan salah artikan sikap saya ke kamu."

Stefi menatap Rei nanar. Ini tidak seperti yang ia bayangkan.

Dari ekor matanya, Stefi dapat melihat seseorang yang menatap mereka berdua di ambang pintu. Stefi mengembuskan napas beratnya. Biarlah ia memiliki sejenak apa yang seharusnya ia miliki sebelum merelakannya.

"Saya mencintai Bapak. Bahkan, jauh sebelum Ibu Diana mengatakan Bapak tertarik pada saya."

Rei terdiam, bagaimanapun ia merasa serba salah berada di keadaan seperti ini.

CLBK (Cinta Lama Belum Kelar)-TAMATWhere stories live. Discover now