DUA PULUH-BERITA

4.3K 232 13
                                    

Terdengar suara pintu ruangan Fabian terbuka, ia berjalan ke arah Ayana yang masih sibuk mengetik di laptopnya.

"Ay."

"Iya, Pak."

"Ada berita bagus, kantor pusat kirim satu undangan khusus untuk para sekretaris area manajer di seluruh cabang. Jadi, malam besok kamu bisa ikut ke Jakarta," ucap Fabian dengan wajah berbinar.

Mulut Ayana menganga mendengar ucapan dari atasannya itu, berita mendadak ini pasti campur tangan Rei.

"Tapi Pak, bukannya satu cabang hanya mengirimkan sepuluh orang?"

"Iya, ditambah sekretaris jadi sebelas."

"Tapi, kenapa mendadak ya, Pak?"

"Saya juga gak tahu, yang penting berita ini bagus, kan? Bukannya kamu memang mau ikut?"

"Ah, itu ...." Ayana menggaruk tengkuknya yang sebetulnya tidak gatal.

"Nanti berangkatnya sama saya aja, nanti saya jemput."

"Ngga perlu repot-repot, Pak."

"Nggak repot kok, malah saya senang. Hm ... Kalau kamu ngerasa risih, mungkin nanti saya ajak beberapa orang lagi untuk satu mobil dengan kita, gimana?"

Ayana sejenak berpikir, sebenarnya ia pun tak berani pergi ke Jakarta sendiri, apalagi malam hari.

"Terima kasih kalau begitu, Pak," ucap Ayana pada akhirnya."

Fabian tersenyum, kemudian kembali ke ruangannya.

Baru saja Ayana akan melanjutkan pekerjaannya, ia ingat bahwa acara yang akan digelar pasti bukan acara sembarangan. Ia tak punya pakaian yang pantas untuk dikenakan.

"Kenapa pas Rei nawarin beli gaun gue mesti nolak sih!" Ayana memaki dirinya sendiri.

***

Rei dan Stefi sama-sama larut dalam pikirannya masing-masing di dalam mobil, tapi wajah Stefi yang terlihat murung membuat Rei tak nyaman.

"Sebelumnya kenal Pak Jeremy dimana?" tanya Rei pada akhirnya.

"Eh!" kaget Stefi.

Rei melirik sejenak ke arah Stefi.

"Itu ... Dulu, Pak Jeremy itu atasan saya, lalu ... Dia melecehkan saya waktu kita berdua sama-sama lembur, dan saya melaporkan perbuatannya ke polisi hingga dia dikeluarkan secara tidak hormat dari perusahaan. Saya resign karena mengalami trauma. Saya nggak habis pikir bisa bertemu lagi seperti ini."

"Kamu gak usah khawatir, dia gak akan berani ngapa-ngapain kamu lagi," ucap Rei tanpa menolehkan pandangannya dari jalanan.

"Oh, iya, saya ... juga berharap seperti itu, Pak. Terima kasih," ucap Stefi sambil menunduk.

Pikirannya kembali melayang pada kenangan pahit setahun lalu.

***

Ponsel Ayana berdering dengan nyaring, ketika ia akan mengangkat, panggilan tersebut terputus. Ia melihat layar ponselnya. Rei? Ya Tuhan, lima belas panggilan tak terjawab!

Ayana menggeleng-gelengkan kepalanya, baru ditinggal mandi sekitar lima belas menitan. Kalau dirata-rata, berarti sekitar semenit sekali Rei menelepon.

Sedetik kemudian, Rei kembali menelepon, Ayana pun segera menggeser layar ponsel untuk menjawab panggilan.

"Abis ngapain, sih? Lama banget angkat teleponnya!"

CLBK (Cinta Lama Belum Kelar)-TAMATDonde viven las historias. Descúbrelo ahora