6

4.5K 124 22
                                    

vomments!

***

Kedua mata tajam Tristan menelisik ke penjuru rumah megahnya. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Alesha dimana pun. Dimana perempuan aneh itu?

Mustahil jika ia bisa kabur dari rumah ini. Tristan pastikan kaki Alesha patah jika berani melangkahkan kaki keluar dari rumah ini. Oke, itu sedikit mengerikan.

Ralat, sangat mengerikan.

"Alesha!" Teriak Tristan di depan pintu kamar Alesha.

Terdengar suara sayup-sayup dari dalam sana dan akhirnya pintu itu dibuka. Alesha tampak kacau dengan mata sembab dan rambut acak-acakan.

"Apa?" Tanya Alesha dengan tangannya yang merapikan rambutnya.

"Kenapa kamu nangis? Nggak suka tinggal disini?"

Alesha mengangguk. Bahkan ia belum memindahkan pakaian dan bermalam di tempat ini. Firasatnya mengatakan bahwa hidupnya akan berantakan jika tinggal di tempat mengerikan nan mewah ini.

"Aku nggak peduli kamu suka atau enggak. Besok kamu harus sudah mindahin baju-baju kamu kesini. Sekalian sama peralatan kuliah kamu. Kamu harus bersyukur, masih baik aku ngizinin kamu pergi kuliah."

Pria ini sombong sekali. Dan apa katanya tadi? Masih baik dia mengizinkan Alesha pergi kuliah? Alesha mendecih, satu hal yang ia inginkan sekarang adalah keluar dari neraka mewah ini!

Terlintas sebuah ide di otak standarnya. Membuat Tristan repot sepertinya ide yang cukup bagus. Agar pria ini merasakan apa yang Alesha rasakan.

"Tristan mau nggak antar Alesha pergi kuliah?" Tanya Alesha.

Alesha menunggu jawaban penolakan Tristan yang dapat memicu perdebatan antara mereka. Tentu saja Tristan akan menolak. Mana mau pria itu mengantar Alesha pergi ke kampus.

"Oke, nggak masalah."

Bagaimana bisa pria ini mengiyakan permintaan Alesha dengan mudah? Baiklah, rencana selanjutnya.

"Kalau jemput Alesha?"

Tristan mengangguk. Sepertinya itu bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan.

"Tristan nggak kerja? Gimana kerjaan Tristan kalau antar jemput Alesha?"

"Aku punya banyak pekerja yang digaji untuk bekerja."

Alesha merasa pria ini seperti menyindirnya. Bukankah Alesha adalah pembantu yang digaji tetapi tidak melakukan tugasnya? Tak hanya mata, ternyata lidah pria ini juga tajam sekali.

"Ah, soal itu. Alesha ini pembantu Tristan atau enggak?"

Tristan tampak berpikir sebentar lalu mengangguk. "Kamu pembantu di rumah ini."

"Tapi Alesha nggak kerja."

"Kamu tetap digaji."

Perkiraan Alesha salah selama ini. Ia kira tidak ada cara untuk menghasilkan uang tanpa bekerja. Ini adalah salah satu caranya. Bekerja menjadi pembantu di rumah Tristan dan mendapat gaji buta.

"Tristan nggak rugi?"

"Nggak. Harta aku banyak."

"Jadi Tristan mau membuang-buang uang? Maksud Alesha, bukannya sebaiknya Tristan memberi sedikit harta Tristan kepada orang yang lebih membutuhkan daripada seperti ini?"

Tristan meluruskan pandangannya pada Alesha dan menatap perempuan itu tajam. "Kamu termasuk ke dalam orang yang lebih membutuhkan, seperti yang kamu bilang."

Rich Man's MaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang