21. How Are You?

33 3 0
                                    

Jadi disinilah aku terdampar, bersama 3 orang yang tidak menghiraukanku sama sekali, mereka bercanda dan tertawa bersama-sama tanpa mengajakkku.

Meskipun aku juga tidak mengerti apa yang mereka bahas, tetap saja pandangan orang lain menilai kami.

Akhirnya karena sudah setengah jam aku menunggu dengan diam sambil mengawasi mereka, makanan yang kami pesan datang juga dan itu pun tidak menghambat acara bercanda mereka.

Aku sampai heran apa sih yang sebenarnya mereka bahas, aku tidak mengerti sama sekali.

Sekilas aku melihat Bina menatapku ketika aku menyuapkan soto yang pedas itu, Dia mengawasiku dan tetap bercanda sama mereka. Dasar nggak peka padahalkan aku yang akan membayar makanan mereka.

“ Faw! Aku mau tanya boleh nggak? Selama ini aku penasaran kamu sebenarnya sakit apa sih? Kok sampai 2 tahun lo cutinya.” Nayla bertanya padaku dengan nada suaranya yang dibuat-buat.

Tidak-tidak aku bukan iri sama dia, aku Cuma nggak suka aja soalnya aku pernah satu kelas dengannya pas kelas 10 ya begitulah dia selalu bersikap seolah-olah dia yang paling berkuasa jadi aku sedikit malas jika berurusan dengannya.

Apalagi diakan biang gosipnya sekolahan kami, salah bicara dengannya bisa-bisa satu sekolahan tau.

Mendengar dia bertanya seperti itu aku dan Adam tersedak bersamaan. Bina yang duduk didepanku memberikan Es teh yang berada di sampingku.

“ Emang kenapa nay?” Aku bertanya balik kepadanya setelah bisa mengurangi batuk-batuk yang menyakitkan itu.

“ Ngga juga sih, kan penasaran aja kok sampai 2 tahun gitu lo.” Dia masih mencoba memancingku untuk menjawab pertanyaannya.

“ Ngga usah penasaran, Gua sudah sembuh kok sekarang.” Aku menjawab dengan senyum miringku. Ini biasanya pertanda yang kubuat jika aku sudah siap perang mulut dengannya.

Adam yang mengerti tentang pertanda itu mulai gelagapan, mungkin dia bingung mau mencegah dengan cara seperti apa.

Aku tetap tersenyum kearah Nayla meskipun aku sedang meminum Es tehku.

“ Namanya juga penasaran Faw, ya ngga Bin kamu penasaran jugakan.” Dia berbicara dengan Bina dan tidak lupa dengan nada bicaranya yang semakin dibuat-buat.

“ Nggak, aku nggak penasaran kok. Benar kok kata Fawnia diakan sudah sembuh jadi kita nggak boleh tanya-tanya lagi. Mungkin suatu saat Faw bakal bercerita sendiri.” Bukannya menatap Nayla yang sedang diajaknya bicara malah dia menatapku dengan sangat aneh.

“ Makan-makan keburu sotonya jadi dingin nanti ngga enak loh.” Adam akhirnya membuka suara untuk mengalihkan perhatian kami.

Aku mengerjapkan mataku pelan, aku baru sadar jika dari tadi aku malah sibuk menatap mata berwarna gelap itu.

Matanya seakan-akan bisa membuatku tenang. Perlahan-lahan aku merasakan geli berada diperutku tetapi lama-kelamaan rasa geli itu naik menuju kedadaku lalu menyebar keseluruh tubuhku.

Aneh aku pernah membaca novel yang menceritakan tentang bagaimana rasanya ketika bersama orang yang mereka cinta.

Apa mungkin apa yang kurasakan sekarang adalah rasa yang seperti itu, sampai-sampai tanganku gemetar ketika memegang sendok.

Dengan keras kulempaskan genggamanku pada sendok itu hingga menimbulkan suara yang cukup menganggetkan.

“ Gua mau bayar dulu ya. Kalian makan aja gua sudah selesai kok.” Langsung saja aku berdiri dan pergi kekasir hanya untuk mencoba meredakan rasa itu.

Selesai dengan urusanku dikasir aku mencoba mendekat ke mereka lagi, mereka masih menunggu Nayla yang belum selesai makan.

“ Gua keluar duluan ya, disini agak pengap gua cari angina didepan. Dam gua tunggu didepan ya.” Tanpa menunggu mereka menjawab langsung saja aku mengambil tasku lalu pergi kedepan, ditepi jalan raya itu.

Ketika aku menunggu mereka, disampingku berdiri Emma dengan seragamnya yang kusut dan tak lupa dengan rambutnya yang acak-acakan.

Anehnya dia tidak berbicara apapun dia hanya berdiri disana dengan senyumnya.

To Be Continued ...

My Second LifeWhere stories live. Discover now