08. Stupid Boy

65 7 0
                                    

Ketika aku sedang duduk dan membaca buku paduan mengerjakaan soal UN, Griz datang dan duduk disampingku dengan mengomel.

“Ada apa Griz?” Aku menutup bukuku dan menatapnya.

“Eh Faw, beneran lo tadi pagi berangkat bareng sama sih Adam?”

“Iya, tadi pagi dia jemput langsung kerumah. Padahal aku juga ngga ngomong ke dia.” Griz menatapku dengan menutup matanya lalu menghembuskan nafasnya pelan.

“Iya juga Adam kan udah temenan sama lo dari SD. Wajar sih kalo kalian saling perhatian.” Dia menyengir dihadapanku.

“Kenapa sih? Lo kenapa kok aneh gitu.” Aku menatap dia juag, biasanya dia tidak seperti ini.

“Ngga juga sih.” Akhirnya aku tidak melanjutkan pembicaraanku lagi.

***

Kring kring … Kring kring

Itu bel tanda istirahat, ketika aku keluar kelas dengan Griz tiba-tiba Adam dengan badan besarnya itu menghalangi jalan kami. Dengan refleksnya Griz langsung memukul kepalanya.

“Wadaw Griz sakit tau, cantik-cantik pukulannya sakit juga.” Ujar Adam dengan mengelus kepalanya.

“Lagian juga badan segede itu menghalangi jalan. Untung lo ngga gue sleding.” Kata Griz dengan menarik tanganku kearah kantin, Griz memang sedikit menghindari Adam.

Akanku beri rahasia sedikit ya, dulu sebenarnya Griz suka sama si Adam selama aku sekolah meskipun dia sudah berpacaran dengan Tama.

Mungkin dia sudah move on sekarang.

“Dasar nggak sadar diri, udah badan segede Badak malah menuhi jalan.” Griz tetap mengomel meskipun kami sudah sampai dikantin, aku hanya menanggapinya dengan tertawa jika aku membalas ucapannya pasti dia akan lebih meledak-ledak.

“Gue pesen dulu ya, lo mau apa Griz?”

Aku berdiri dengan melipat lengan didada menghadap pada Griz, mungkin Griz butuh sesuatu untuk menenangkan pikirannya yang badmood itu.

“Aku pengin Nasi Soto sama Jus Alpukat ya.” Akhirnya dia tersenyum juga, lalu duduk dibangku yang sedang kosong disisi pojok kantin.

“Tunggu ya.” Aku segera memesan keinginan Griz tersebut.

Saat aku tengah menunggu uang kembalian tiba-tiba wajahku ditutup dengan tangan besar yang bau itu.

Karena mulut dan hidungku ikut ditutup juga akhirnya aku hanya bisa memberontak dengan memukul tangan besar ini. Reflek saja aku menarik rambut sipelaku ini.

“Woi woi sakit woi, lepasin rambut gua woiii.” Akhirnya ketahuan juga bahwa sang pelaku adalah Sibadan Besar siapa lagi yang berani menggangguku selain dia.

Tanpa ampun aku tetap menarik rambutnya, sekalipun seluruh kantin sudah berbisik-bisik karena ulah kami dan karena suara si Adam yang menggelegar ke seluruh penjuru kantin.

Ibu kantin yang akan memberikan uang kembalianku hanya tertawa melihat tingkah kami.

“Udah ah, lo dari tadi gangguin gua terus. Minggir gua mau makan.” Setelah melepaskan rambutnya aku mengambil pesananku serta uang kembalianku, lalu meninggalkannya untuk duduk bersama Griz.

“Tungguin gua napa, tadi katanya suruh kekantin bareng tapi akhirnya gua ditinggal.” Dia berteriak lagi sedangkan aku hanya menjulurkan lidah padanya.

“Adam kenapa sih dari tadi teriak-teriak mulu, ngga biasanya dia kayak gitu.” Kata Griz dengan mengambil sotonya.

“Ngga tau juga, random banget dari tadi.” Aku juga ikut duduk disebelah Griz.

“Beneran Faw, biasanya dia ngga banyak tingkah gitu. Dia kayak pendiem gitu biasanya.” Griz menjelaskan dengan memakan sotonya lalu meminum Jus Alpukatnya.

“Biarin dah. Makan sana biar jadi daging. Makan ngga baik sambil bicara.”

Belum juga aku memakan sotoku tiba-tiba Adam datang dengan ceroboh duduk disebelahku.

Memang sih kursi yang kami duduki itu muat untuk 3 orang, tapi karena badanku ditambah juga badan Adam kursi ini menjadi sangat sempit Griz saja sudah sangat mepet dengan tembok.

“Dam, minggir napa si Griz kejepit nih.” Aku langsung berdiri memberi ruang untuk Griz.

“Makanya kalo punya badan jangan gede-gede.” Mungkin Adam memiliki firasat jika aku akan memukulnya, dia langsung pindah melihatku berdiri.

“Bacotmu Dam. Badan lo juga gede kali.” Griz juga ikut mengomel pada anak yang ngga pernah lihat spion itu.

Jelas-jelas ukuran badan kami ngga jauh beda, memang sih dia memiliki tinggi yang sedikit jauh dariku membuat badannya sedikit terlihat atletis.

“Biar besar gini kalo udah dilapangan banyak kok yang teriak histeris.”

Dengan pedenya dia jawab begitu dengan memakan Nasi pecelnya.

Tanpa aba-aba aku dan Griz menjawab bersamaan “Bodo Amat.”

To Be Continued ...

My Second LifeDonde viven las historias. Descúbrelo ahora