32. Pangeran surga

15.8K 1K 41
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Tak ada satupun yang dapat menawar kehendak-Nya. Jika memang sudah waktunya, maka kembali lah kita kepada-Nya.
~ Terlatih ~
•••

🕊 Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Hari demi hari, minggu berganti bulan, hingga usia kehamilan ku yang semakin hari semakin membesar.

Enam bulan berlalu begitu cepat, di usia kandungan ku yang kini menginjak delapan bulan, aku dan Ardan kembali tinggal di rumah bunda. Menempati kamar lama kita, dan menikmati setiap kenangan yang ada di dalamnya.

Berulang kali aku masih di buat tak percaya dengan takdir indah-Nya, bahwa yang ku alami saat ini benarlah nyata. Bak cerita dongeng yang dulu sering ku baca, hidup ku akhirnya berakhir dengan indah tepat waktunya.

Aku tahu, kehidupan ku saat ini mungkin belum akhir dari segalanya. Masih akan ada berjuta keping puzzle kehidupan yang belum selesai terangkai. Dan selama waktu berjalan, hidup kami pun takkan luput dari segala cobaan. Tetapi yang jelas, setidaknya kini aku merasa bahagia karena dapat menyelesaikan separuh kepingannya, menemukan sebuah jawaban, bahwa aku telah menemukan seseorang yang menjadi pelengkap iman.

Dan dia, Ardan Khalif Althaf, pangeran surgaku. Si bakpao lucu yang sebentar lagi akan dipanggil abi oleh anakku.

Entah sejak kapan aku memanggilnya dengan sebutan itu. Meskipun ia kerap marah, tetapi pipinya yang semakin membesar membuatku selalu ingin memanggilnya dengan sebutan itu.

Semoga Allah memaafkan, aku hanya bercanda.

Siang ini aku akan memberinya kejutan, membawakan makanan kesukaannya pas jam makan siang. Oseng-oseng pepaya dan kentang balado campur udang. Ardan pasti suka, sebab hanya makanan lah yang dapat membuat hatinya gembira. Biar saja tubuhnya semakin membesar, lagi pula aku senang melihatnya. Apalagi jika jari tangannya berubah menjadi seperti jempol semua. Seperti bayi panda atau bayi gajah, pasti semakin lucu.

Ah, aku tak kuat membayangkannya.

"Belum selesai Khai?" seru bunda yang sedang berjalan mendekat ke arah ku.

"Belum, bun. Sedikit lagi," aku tersenyum, membalas bunda.

"Sini bunda bantuin." ucap bunda dan tangannya mengambil alih spatula yang aku pegang.

Bunda menggantikan ku mengoseng bumbu yang baru saja ku tuang ke dalam wajan. Ada cabai merah keriting, cabai rawit merah, bawang merah, bawang putih, serta satu buah tomat berukuran sedang yang sebelumnya sudah ku haluskan. Bunda hanya tinggal menunggu semua bumbu mengeluarkan bau yang sedap, sebab itu tanda osengan bumbu yang sudah matang. Memberi garam dan air secukupnya, baru lah setelah itu bunda dapat menuangkan kentang dan udang yang sudah ku goreng terlebih dahulu, mengaduknya sebentar hingga merata, dan siap di sajikan.

Sambil menunggu bunda selesai mengoseng, aku menyiapkan dua buah kotak bekal untuk ku beri ke Ardan nanti. Sebuah kotak berukuran sedang dengan warna hijau dan satu lagi berwarna pink.

Iya, pink.

Apa tidak ada kotak lain?

Aku buru-buru mencarinya, tetapi sepertinya bunda hanya memiliki ini. Biarlah, yang terpenting kan isinya, bukan warna kotaknya.

Akhirnya kotak berwarna hijau ku isi dengan nasi secukupnya. Sedangkan kotak yang berwarna pink, akan ku bagi menjadi dua sebagai tempat oseng pepaya dan kentang balado.

Selesai bunda mematikan kompor, aku kembali berjalan ke rak piring dan mengambil satu buah piring besar untuk menaruh masakan yang kami masak. Aku sengaja menyiapkan banyak agar ayah dan bunda juga dapat merasakannya.

Terlatih ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang