26. Satu mimpi

15.4K 1.1K 32
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Tidaklah ada yang lebih menyejukkan hati, ketika kita saling mengetahui memiliki satu mimpi untuk saling melengkapi.
Terlatih
•••

🕊 Hari-hari telah kembali seperti biasa. Setelah berada di kota Malang selama hampir satu minggu lamanya, Ardan dan Khaila kembali ke Jakarta dengan keadaan yang sudah lebih membaik dari sebelumnya.

Niat Khaila untuk mencari keberadaan keluarga ibunya harus ia tunda, karena bundanya terus memintanya untuk segera pulang. Khaila tak dapat menolaknya, sebab ia sendiri juga sangat rindu pada keluarga yang sudah membesarkannya. Sesampainya Ardan dan Khaila di Jakarta, mereka langsung bertandang ke rumah orangtua mereka.

"Jadi gimana, sudah ada tanda-tanda belum kalau bunda sama ayah bakal punya cucu?" tanya bunda semangat saat Ardan dan Khaila baru saja duduk di ruang keluarga.

"Bun, aku dan Khai baru saja sampai. Nanti dulu ah ngomonginnya." balas Ardan lemas yang sudah tak berdaya menyandarkan tubuhnya di sofa.

Bunda memanyunkan bibirnya. "Gak biasa-biasanya kamu kaya gini, kamu mabuk perjalanan sayang?" tanya bunda sambil memeriksa suhu tubuh Ardan.

"Sejak kemarin tubuh Ardan memang sedang tidak fit, bun." pungkas Khaila.

Bunda mengusap kepala Ardan dan membawa anak semata wayangnya itu ke dalam dekapannya. "Bunda kangen sama kalian."

Ardan mencium lembut pipi bundanya. "Ardan juga kangen sama bunda."

Keduanya larut dalam balutan kasih sayang ibu dan anak. Sedangkan Khaila tersenyum bahagia melihatnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Andai ia dapat mendekap ibunya lebih lama. Andai ayahnya yang menyaksikan pernikahannya. Andai kedua orangtuanya dapat melihat secara langsung kesuksesan yang ia gapai. Andai, lirih Khaila.

Ardan langsung peka terhadap perasaan istrinya, ia membawa tubuh Khaila ke dalam dekapannya. Kini, ada dua wanita hebat yang tengah berada di dalam pelukannya. Seorang ibu yang melahirkannya dan calon ibu untuk anak-anaknya kelak.

"Aku sayang kalian berdua." ucap Ardan sebelum mencium kening mereka secara bergantian.

Setelah kangen-kangenan, Ardan pergi menuju kamar lamanya bersama Khaila. Khaila yang semula canggung dan hendak masuk ke kamar lamanya langsung di gandeng Ardan untuk ikut ke kamarnya.

Semburat merah seketika muncul di pipi Khaila, ketika memasuki kamar yang sejak lama diam-diam sering ia singgahi untuk melepas rindu pada sang pemiliknya yang saat itu sedang berada jauh di sana.

Tiada hari yang Khaila lewatkan untuk mengunjungi kamar Ardan dengan alasan ingin membersihkannya. Sampai-sampai bunda mempercayainya sepenuhnya untuk menjaga kamar Ardan.

Lain hal dengan bunda, si pemilik kamar itu justru sempat panik ketika mengetahui Khaila lah yang menjaga dan membersihkan kamarnya. Ardan sampai memarahi Khaila dan melarangnya untuk tidak masuk lagi ke kamarnya sampai ia kembali.

Entah hal apa yang Ardan sembunyikan, terpenting kini dirinya bisa masuk ke sana lagi dan bukan sebagai petugas kebersihan.

"Sini, Khai." panggil Ardan yang sudah merebahkan tubuhnya di atas kasurnya yang nyaman.

Khaila tidak langsung mendekat ke Ardan. Matanya menyusuri seisi kamar untuk mencari sesuatu yang membuat Ardan melarangnya masuk ke kamarnya saat itu.

"Kamu nyari apa sih?"

"Sesuatu yang kamu sembunyikan."

"Memangnya aku menyembunyikan apa?" Ardan menaikkan sebelah alisnya.

Terlatih ✓Where stories live. Discover now