30. Demi umi

13.5K 1K 52
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

🕊 Jam menunjukkan pukul dua dini. Aku terbangun dan mengangkat tubuhku untuk duduk di ujung kasur. Rasanya bukan karena ingin melaksanakan sholat malam, aku terbangun melainkan ada sesuatu yang mendorong ku agar mendapatkan sesuatu yang aku inginkan.

Ngidam.

Mungkin itulah yang akhir-akhir ini sering aku rasakan. Sebuah kegiatan yang cukup menyusahkan, apalagi sering terjadi ditengah malam. Rasa berdosa pun terkadang menyelimuti hatiku, Ardan yang biasa pulang tengah malam sebab ia dinas sore, membuatnya kekurangan istirahat karena harus mencari sesuatu yang aku inginkan. Karena tidak mungkin aku mencarinya sendiri, sebab Ardan pun pasti tidak akan menyetujui.

"Ar-dan." panggilku pelan sambil mengusap pipi cabinya.

Terlihat jelas wajah lelahnya. Matanya begitu terpejam rapat dengan dengkuran halus.

Lucunya, dia.

Aku mencubit hidung mancungnya gemas. Ardan sedikit bergerak namun setelahnya kembali pulas. Tubuhnya ia miringkan ke sebelah kiri, sambil memeluk guling yang berada ditengah-tengah kami.

"Ardan." panggilku lagi sehalus mungkin. Sebab aku sangat menginginkan sesuatu, dan harus ada di depan ku secepatnya juga.

"Ardan." ku oyakan tubuhnya sedikit kencang, karena keinginanku benar-benar tak dapat ku tahan.

Hormon ibu hamil pun kembali berkerja. Aku gampang kesal saat merasa terabaikan.

"ARDANNN!!!" teriakku akhirnya, membuatnya terkejut bukan main.

"Hm, ada gempa?" Ardan sudah duduk, sambil mengucak-ngucak matanya.

"Gempa mbah mu. Aku mau sesuatu."

Ardan menguap, matanya kembali terpejam, dan malah menyandar di punggungku.

"Ardann!!"

"Iya, iya, mau apa sih?" Ardan kembali menegapkan tubuhnya.

Matanya masih sangat rapat.

"Balon." seketika ia melotot.

"Ini jam berapa, Khai. Aku mau nyari dimana?" balas Ardan kebingungan.

Belum mencari sudah menyerah. Cibirku membatin.

"Ya, terserah. Mau balon pokoknya."

Ardan terlihat pasrah. Ia berdiri dan mengambil kunci mobilnya.

"Aku ikut." seruku, namun dengan cepat ia membalikkan tubuhnya.

"Tunggu saja di situ. Di luar dingin, biar aku saja yang mencarinya." ucap Ardan pelan, membuatku kembali merasa berdosa.

Tapi, yasudahlah. Dia kan suamiku, masa iya aku harus meminta bantuan pada tetangga. Ucapku membatin.

°°°

Ardan berjalan gontai menuju depan rumah. Ia membuka gerbang rumahnya sendiri lalu mengendarai mobilnya dengan mata yang masih samar-samar.

Keinginan Khaila harus segera terpenuhi. Karena membahagiakan istri adalah salah satu tugas seorang suami. Tak peduli pada ngantuknya ia mengendarai perlahan mobilnya menyusuri jalanan kompleks yang masih sepi.

Pukul setengah tiga pagi.

Ck, Ardan berdecak saat melihat layar ponselnya. Kenapa waktu begitu cepat. Rasanya ia baru saja pulang dinas pukul satu dini hari, dan sekarang ia sudah harus berkeliling mencari sesuatu yang mustahil ditemui.

Terlatih ✓Where stories live. Discover now