5. Hadirnya

17K 1.4K 34
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Wahai zat yang membolak balik hati teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.
HR. Tirmidzi, Ahmad, Hakim
•••

🕊 Dadaku berdebar hebat saat mengingat lontaran kata yang keluar dari bibir lelaki yang menemuiku siang tadi di butik. Kedatangannya begitu tiba-tiba setelah sekian lama, membuatku terkejut dengan pernyataannya.

Dia mencintaiku.

Itulah yang tertangkap jelas di dalam benakku. Setelah empat purnama berlalu.

Anehnya kini bukan bahagia yang aku rasa, justru kesedihan yang terus melanda.

Tok..tok..tok..

"Iya, masuk." cepat-cepat aku mengusap kedua pipiku, sebelum seseorang masuk.

"Bunda."

Ia masuk ke kamarku, lalu duduk di sampingku. "Khai." panggilnya lembut seraya mengusap pucuk kepalaku.

"Ada apa bun?" balasku penuh tanya.

"Apa kamu sudah siap menikah, nak?" tanya bunda yang sukses membuatku terperangah.

Aku diam, sedangkan bunda melanjutkan ucapannya, "Di bawah ada seorang lelaki yang ingin mengkhitbahmu. Ia sedang berbicara pada ayah. Jika ayah menerima lamarannya, apa kamu tidak keberatan Khai?" ucap bunda dengan sangat lembutnya.

"Boleh aku menemuinya dulu?"

Bibir bunda melengkung ke atas menciptakan senyuman yang khas. "Tentu."

Kami akhirnya turun bersama, melewati satu persatu anak tangga. Sampai dimana kakiku seperti tersihir, berhenti di anak tangga terakhir.

"Khai, sini nak." aku ketahuan, mau tak mau menghampiri dirinya.

"Ada apa, yah?"

"Sini, duduk di samping ayah." sambil menepuk sofa kosong di sebelahnya. Aku menuruti perintahnya untuk duduk di sampingnya.

"Khai, apa kau masih mengingatnya?"

Aku meliriknya sekilas dan mengangguk pelan. Tentu aku mengingatnya. Dia lelaki yang menemuiku di butik, Ahnaf Firdaus.

Dia, kakak kelasku saat SMA yang begitu populer karena ketampanan serta kecerdasan dirinya. Pernah menjabat sebagai ketua osis disekolah salah satu puncak kejayaannya. Selalu di gilai para gadis satu sekolah, meskipun sikapnya selalu dingin dan ketus pada lawan jenisnya.

Aku bahkan sempat berfikir ia tidak menyukai wanita, karena tak pernah melihatnya membalas sapaan para gadis yang menyukainya.

"Aku datang ke sini berniat mengkhitbah mu. Apa kamu menerima khitbah ku?"

Aku terdiam. Berharap lebih baik menjadi alang-alang.

Bismillah.

"Sebenarnya...aku masih tidak paham dengan semua ini. Kenapa kak Ahnaf tiba-tiba mengkhitbah ku, apa kak Ahnaf yakin ingin menikahiku?"

"Dulu, aku ingat betul kak Ahnaf pernah mempermalukanku. Kak Ahnaf bilang takkan menyukaiku, sekalipun aku berlutut dihadapanmu." tercipta senyuman kecut dari bibirku.

Bibirnya terlihat kelu. "aaa-ah, itu.."

"Sebelumnya...maafkan atas perkataan ku dulu. Aku tidak bermaksud berucap seperti itu padamu. Aku cuma tidak ingin ada seorang perempuan yang memikirkanku secara berlebihan. Maka dari itu aku selalu bersikap ketus pada semua perempuan, tak terkecuali dirimu. Aku selalu sengaja membuat para gadis yang menyukai menjauh, agar setan tak menguasai hatiku. Aku hanya ingin menjadi kesucian hati ini, agar aku bisa menjemput pendampingku suatu hari dengan cara yang Allah ridhoi."

Terlatih ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang