- 01

21.1K 1.7K 167
                                    

Luka selalu ada obatnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Luka selalu ada obatnya. Tinggal kamu yang memilih; mencarinya atau membiarkan dirimu tetap terluka.
- Salwa -

Aku berdiri di sudut ruangan, mematung bak orang bodoh menyaksikan lelaki yang menjadi suamiku itu kini tengah berbincang hangat dengan penghulu, saksi, dan wanita yang menjadi istri barunya.

Apa ini?

Aku terdiam sambil mencerna semua kejadian di sini. Ada apa? Kenapa menjadi seperti ini?

"Revan!"

Akhirnya aku tidak tahan dengan kebungkaman ini. Aku memanggilnya hingga beberapa pasang mata tertuju padaku. Mereka tampak kebingungan.

Revan hanya mengibaskan salah satu tangannya, lalu kembali terlibat perbincangan serius, menurutku. Karena wajah lempeng itu semakin datar.

Sampai tiga puluh menit kemudian, beberapa orang akhirnya pulang. Menyisakan aku, Revan, wanita yang dinikahinya, juga anak kecil berusia tujuh tahun.

"Apa ini?" Aku mendekat padanya.

"Jangan sekarang, Salwa. Saya lelah!" Setelah mengucapkan kalimat itu, ia menenteng tangan anak kecil dan wanita tadi menaiki anakan tangga menuju lantai dua.

Sementara aku luruh ...

Semangat.

Keyakinan.

Harapan.

Kekuatan.

Baru kali ini aku merasa tidak dihargai, dan mengetahui itu, rasanya sesak. Apalagi yang tidak menghargai di sini adalah ... suami sendiri.

Sakit.

*****

Aku menyisir rambut yang masih basah di depan cermin. Tatapan kosong tertuju ke depan. Membayangkan apa saja yang dilakukan sepasang manusia di kamar sebelah.

Lalu menilik ke arah jam. Jarum pendek sudah menunjuk pas di angka enam.

Aku melangkah lesu ke arah tempat tidur. Duduk. Menikmati semua rasa sakit di dalam dada.

Orang yang dipercayakan ibu untuk menjagaku ternyata malah berkhianat dan memberikan luka tambahan bagiku.

Malam pertama yang seharusnya aku lalui penuh cinta, malah hanya sendiri sambil meringkuk kesakitan.

Di dalam dada ini, terasa diremas kuat.

"Salwa!" panggilnya malam tadi.

"Iya?"

Tepat saat aku menoleh, dia memeluk erat pinggang kekasihnya dengan mesra.

"Kamar kamu di sana." Ia menunjuk sebuah pintu di sudut lorong. "Bisa saya meminta tolong?"

Meneguk ludah yang mirip kerikil yang menyakitkan, aku mengangguk.

"Jaga Vania, ya?"

Aku tertawa dalam hati. Aku kebagian menjaga anaknya yang berusia tujuh tahun.

Wanita Cadangan ✓Where stories live. Discover now