Limapuluhdua

1.9K 172 9
                                    

Hujan deras membasahi jantung Kota Bali. Tidak terlalu jauh dari Bandara I Gusti Ngurah Rai, berdiri kokoh sebuah kantor penerbitan buku yang tidak terlalu besar. Isyana bekerja di sana.

Sudah lama ia tidak bekerja kantoran. Sekitar satu setengah tahun ia hidup sebagai freelance designer dan mati-matian menghidupi dirinya sendiri beserta anaknya. Ya, ia memiliki seorang anak laki-laki dari tindakan bejat Sehun Halim Perdanakusuma waktu itu. Isyana benar-benar kecewa dengan Sehun. Namun apa daya, nasi sudah menjadi bubur.

"Mau ke mana, Na?" Tanya Bli Agung yang juga bekerja di penerbitan itu.

"Pulang lah, Bli. Anak aku mau dikasih makan apa nanti" Jawab Isyana santai. Bli Agung hanya tersenyum sambil mempersilahkan Isyana pulang.

Status Isyana sebagai orang tua tunggal dan anaknya yang tidak memiliki ayah, tidak ber-efek dalam kehidupan sosial. Banyak orang di sini yang tidak terlalu ingin tahu tentang kehidupan pribadi Isyana. Walau beberapa orang di luar sana ada yang sering membicarakan Isyana di belakang. Terutama tetangganya.

Isyana pergi ke luar menuju parkiran. Ia membawa kendaraan bermotor seperti biasanya. Kadang, jika ia sedang dalam perjalanan, ia akan mengingat kenangannya bersama Sehun waktu dulu naik motor bersama. Itu dulu. Sekarang Isyana benar-benar ingin menjauh dari orang itu. Bukan hal yang mudah bagi Isyana karena harus menjauh dari keluarganya sendiri dan orang-orang terkasih lainnya hanya karena tidak ingin menyakiti hati mereka.

Tak butuh waktu lama, Isyana sudah tiba di depan rumah sederhana yang menjadi tempat penitipan anak. Semenjak Isyana bekerja di kantor penerbitan buku, ia terlalu sibuk dan sering meninggalkan putranya. Pilihan terbaiknya adalah menitipkan anaknya di penitipan anak yang tidak jauh dari rumahnya. Ia tidak cukup uang untuk membayar asisten rumah tangga di rumahnya. Membayar angsuran rumah kecilnya dan menabung untuk membeli mobil saja sudah jungkir balik. Belum lagi kebutuhan anaknya dan dirinya sendiri. Sekarang semuanya sudah serba mahal dan dibutuhkan. Isyana baru tahu, rasanya hidup yang sesungguhnya.

"Guanlin!" Panggil Isyana bahagia saat mengetahui anaknya melangkah menuju tempat ia berdiri. Isyana membentangkan tangannya tanda ingin memeluk Guanlin.

"BUNDAA!!" Teriak Guanlin sambil berlari kecil ke arah Isyana. Mereka berpelukan. Isyana langsung menggendong tubuh mungil itu. Ia sudah merindukannya. Sangat.

"Bunda kangen sama Guanlin" Ujar Isyana.

"Guanlin juga kangen sama Bunda!" Balas Guanlin riang.

Seorang ibu tua datang menghampiri mereka. Dengan senyum hangat, ibu itu menyapa Isyana.

"Ibu Isyana, ya?" Tanyanya.

"Ah, iya" Jawab Isyana singkat.

"Wah, pantas saja Guanlin ganteng begini. Ibunya saja cantik" Balas ibu itu.

Isyana tertawa, "Ah, biasa saja ini, Bu. Guanlin memang terlahir tampan" Ujarnya.

"Tapi, kulitnya berbeda, ya. Anda memiliki kulit eksotis. Sedangkan Guanlin putih"

Isyana hanya tersenyum kecut. Ya, Guanlin memang cenderung mirip Sehun.

"Ah, iya, Bu. Oh iya, saya mau nanya tentang Guanlin. Selama dua pekan ini, ada perkembangan tidak, ya?" Tanya Isyana.

"Sudah, Bu. Dia termasuk anak cerdas. Saya sendiri salut dengan Guanlin"

"Oh, ya? Wah, saya merasa bangga sebagai ibunya" Ujar Isyana sambil terkekeh.

"Saya boleh tanya sedikit tentang hal pribadi kalian berdua?" Tanya ibu itu.

"O-oh, b-boleh" Jawab Isyana masih sambil menggendong Guanlin.

"Sesuai data diri, keterangan ayah Guanlin dikosongkan. Tapi, tidak mungkin jika Guanlin tidak memiliki ayah. Kira-kira, dia di mana, ya?" Tanya ibu itu. Isyana meneguk kasar air liurnya. Ia melepaskan gendongannya dan mempersilahkan Guanlin bermain sejenak. Ini masalah pribadi yang tidak boleh didengar Guanlin.

"Masalah itu, Guanlin memang tidak memiliki ayah" Jawab Isyana.

"Tapi, gak mungkin kalau dia lahir tanpa seorang ayah, Bu. Apa dia bukan anak kandung Ibu atau bagaimana?"

"Dia anak kandung saya" Jawab Isyana tenang dan biasa saja.

"Lalu? Ayahnya ke mana? Saya tahu, jika dia anak kandung anda, dia lahir bukan karena—mohon maaf, bukan anak pernikahan"

Ini pertama kalinya Isyana harus tetap berusaha tenang dan sabar di depan orang yang banyak tanya. Ia harus memakluminya.

"Ayahnya Guanlin berada di Jakarta. Itu kalau tidak pindah" Jawab Isyana singkat.

"Untuk keberadaan Guanlin di sini?"

"Dia tidak tahu sama sekali" Jawab Isyana lagi.

"Oh, begitu. Maaf ya, Bu. Saya hanya butuh keterangan yang jelas saja" Balas Ibu itu.

"Iya, Bu. Gak masalah" Ujar Isyana lalu mencari Guanlin lagi untuk pulang.

🐺🐺🐺

"Makan dulu, Guanlin. Aaaa" Isyana sedang menyuapin Guanlin di salah satu kafe yang menjual roti bakar serta bubur ketah hitam. Hujan belum berhenti dan terpaksa Isyana yang harus berhenti sejenak. Jika ia nekat, putranya pasti akan sakit.

"Udah, Bun" Ujar Guanlin.

"Sekali lagi, biar perut kamu ada isinya" Balas Isyana masih merayu.

"Enggak"

"Aduh, ini bocah. Badan kamu kurus, sayang. Tapi susah makan. Anaknya siapa sih kamu?"

"Anaknya Bunda Ana" Jawab Guanlin membuat Isyana tertawa. Terdengar lucu. Isyana mengusap lembut bagian pinggir mulut Guanlin untuk membersihkan makanan yang tersisa. Isyana menghabiskan makanan itu.

"Bunda, aku mau ambil es krim di situ" Ujar Guanlin sambil menunjuk pendingin berisi banyak es krim di sudut kafe.

"Dingin, Nak" Jawab Isyana.

"Tapi aku mau, Bun"

"Kalo kamu sakit, yang susah siapa, Lin?"

"Bunda" Jawab Guanlin pelan.

"Mau nyusahin Bunda?" Tanya Isyana lagi.

Guanlin menggeleng.

"Nah, gitu. Makan lagi, yuk! Dikit lagi aja" Isyana kembali merayu. Guanlin menatap sang bunda kesal walau ia tetap melahap suapan dari Isyana. "Pintar anak Bunda" Ujar Isyana memuji.

Dari tadi, Guanlin memainkan sesuatu di tangannya. Yaitu, tutup pulpen. Namun, tiba-tiba tutup pulpen itu jatuh dari tangannya dan menggelinding lalu hampir diinjak seorang pria dewasa yang sedang menelepon. Untung saja, pria itu berhenti dan menyadari tutup pulpen itu. Guanlin yang ingin berlari mengambilnya jadi terurung niatnya karena pria itu lebih dulu mengambil tutup pulpen itu lalu menatap Guanlin.

"Guanlin?" Tanya sang bunda sambil menatap putranya bingung. Guanlin menatap fokus ke arah di belakangnya.

Isyana menoleh ke belakangnya dan menyesalinya.

Ia membelalakkan matanya. Pria tadi tiba-tiba terkejut bukan main.

"Isyana?"

Isyana kembali menatap Guanlin dan menggendongnya lalu langsung membawanya ke luar kafe dengan cepat.

Dunia memang se-sempit ini jika Tuhan berkehendak.

Sehun yang mengejar Isyana pun tak sampai karena Isyana bisa melawannya. Ditambah lagi, anak kecil tadi, Sehun tidak berani menarik Isyana kencang. Belum apa-apa saja, Guanlin sudah menangis.

"TUTUP PULPENNYA BUNDAAA!!!" Teriaknya histeris. Saat sudah duduk di kursi kecil yang disediakan untuknya saat naik motor.






_______

anaknya pokoknya yg kiyowo kiyowo ganteng gitu hehe. kayak guanlin misal, hehe.

Kak SehunWhere stories live. Discover now