10. Kemarahan pada Pertanyaan

Começar do início
                                    

"Ah, baiklah." Laki-laki tadi mengusap bagian belakang lehernya sambil berjalan menjauh.

"Mengapa kau mengikutiku?"

Jeno menatapku tajam, "Percaya diri sekali. Aku juga mengambil kelas ini."

Aku rasanya ingin mengeluh saat mengetahui kami mengambil kelas yang sama.

"Halo semuanya. Selama satu semester ini, saya yang akan..."

Fokusku bukan pada perkataan dosen di depan melainkan pada laki-laki yang duduk di sebelahku. Sepertinya aku akan mati. Apa yang dia pikirkan tentangku? Apa dia berpikir untuk menggunakan wajahku sebelum operasi untuk mengancamku? Sampai mana dia ingat tentang aku? Aku bahkan tidak ingat jelas tentang dia.

Memori lama kembali terputar di otakku yang mana membuatku bagaikan melarikan diri dari kenyataan yang sekarang sedang kuhadapi.

"Permintaan?" Aku bertanya dengan ragu pada anak laki-laki yang telah menolongku. Mengapa ia mengajukan permintaan padaku padahal aku tidak memintanya untuk balas dendam? Bagaimana jika ia mengajukan permintaan yang aneh seperti menyuruhku bunuh diri?

"Kau suka parfum. Betul?" Kata-kata yang keluar dari mulutnya berbanding terbalik dengan ekspektasiku.

"Eh? Mengapa kau bisa tahu?"

"Kau setiap hari memakai parfum. Kau juga sering membaca majalah parfum."

Pikiranku langsung melayang ke saat di mana seorang anak perempuan mengatakan bahwa aku tidak pantas menggunakan parfum dan aku langsung memberikan parfumku ke ibu.

"Aku mau kau membantuku mencari satu parfum."

Kembali ke alam sadar, aku langsung menolehkan kepalaku ke arah Jeno tetapi hanya sedikit karena dia seperti terang-terangan sedang mengobservasiku dengan tatapan datarnya itu. Jelas sekali dia sedang membandingkanku dengan wajah yang lama.

"Baiklah. Sekian dari saya. Orientasi sudah selesai."

Aku langsung bangkit dari tempat duduk dan bergegas keluar kelas, berharap bisa kabur dari lelaki yang mengintimidasi di sebelahku itu.

"Oi, tunggu! Hoi!"

Berakhir naas, aku yang baru berhasil keluar dari ruang kelas mendapat cengkeraman di pergelangan tangan dari Lee Jeno. Aku tentu saja refleks menjerit.

"Jaemin! Mengapa kau melarikan diri, hah?"

"Uh... A, aku takut!"

Jeno tampak kebingungan dengan jawaban aneh yang keluar dari mulutku.

"Tolong jangan beri tahu siapa pun tentang wajahku sebelum operasi!"

Aku dapat melihat laki-laki paling tampan seangkatan itu membuka mulutnya lebar. Mungkin terkejut karena aku telah berpikir buruk tentangnya.

"Untuk apa aku memberitahukannya?"

"Yang benar? Te, terima kasih!"

"Tapi kenapa?"

Aku menatapnya bingung.

"Mengapa kau melakukannya?"

"Eh?"

"Operasi plastik. Mengapa kau melakukannya?"

Posisiku sekarang terpojok di dinding dengan Jeno yang seakan tidak ingin membiarkan aku melarikan diri lagi.

"Kau tanya kenapa? Itu karena aku ingin mengubah wajahku."

"Mengapa harus mengubah wajahmu?" tanyanya lagi.

"Itu... Kau tidak mengerti, ya? Jika kau ingat seperti apa wajah lamaku, kau pasti akan mengerti."

"Apanya?"

Aku menatap ke bawah seakan sepatuku adalah sesuatu yang sangat menarik untuk dilihat, "Wajahku itu butuh operasi."

"Wajah yang butuh operasi?" Jeno menatapku tajam, "Kau membedakan wajah dengan alasan rendahan seperti itu?"

Aku skakmat, tidak tahu harus menjawab apa.

😡

Author's POV

"Oh, Kak Jongdae, halo." sapa seorang junior jurusan kimia.

"Brengsek. Tidak bisa dibiarkan."

"Ada apa, kak?" tanya laki-laki yang lebih muda.

"Anak itu dan anak itu, makin dibiarkan makin menjadi-jadi." geram Jongdae sambil menatap ke arah Jeno dan Jaemin.

Setelahnya, Jongdae menatap ke arah kedua juniornya, "Hey, kalian. Bantu aku."

😡

Khusus ff ini, bayangin muka Jaemin sebelum oplas itu jelek bener dah sampe kayak monyet. Jadi dia punya alasan buat oplas. Bukan karena biar cantik, tapi biar terlihat normal. Hihi.

🦄nanapoo

[✓] my id is gangnam beauty | nominOnde histórias criam vida. Descubra agora