Lima Tahun kemudian

10 2 0
                                    



"Otsukaresma deshita (terima kasih kerja sama hari ini)," seru Kirara saat ia baru keluar dari kafe tempat ia bekerja part time. Hari ini adalah hari yang sibuk bagi Kirara. Setiap pulang kuliah, ia harus berangkat bekerja, setelah itu ia barus mengerjakan tugas rumah dan kuliahnya.

Sejak tiga tahun yang lalu Kirara pergi ke Jepang untuk melanjutkan sekolahnya, tapi ia baru mulai kuliah dua tahun yang lalu karena harus melatih dahulu kemampuan berbahasanya. Kirara berjalan keluar menuju apartemen tempatnya tinggal. Karena merasa bosan dengan rutinitasnya Kirara memutuskan memilih jalan menuju Tokyo Tower.

Kirara bersyukur karena keinginannya untuk pergi ke Jepang diizinkan oleh kedua orangtuanya setelah mereka bertengkar hebat dan berpisah. Orangtua Kirara takut terjadi sesuatu jika Kirara tinggal seorang diri di Negeri orang karena tidak ada yang akaan menjaganya.

Taman di sore hari terasa sangat indah karena didukung dengan cuaca yang cerah.

"Eh, kapan lo ajak kita naik kesana?" terdengar suara seorang laki-laki kepada teman-temannya dalam bahasa Indonesia. Kirara tersentak mendengar suaranya. Kirara merasa mengenalinya walaupu suaranya agak sedikit lebih berat, tapi Kirara yakin siapa pemilik suara itu.

Kirara berbalik arah. Ia takut ini semua hanyalah mimpi. Mimpi yang terlalu indah. Kirara diam senejak, dan dari kejauhan Kirara melihat sosok wanita cantik berambut ikal berbalut baju hangat berwarna merah. Entah apa yang ada dipikirannya, ia langsung berlari menuju wanita itu dan memeluknya dengan erat dari belakang.

"Va, kenapa lo gak bilang kalo lo ada disini," seru Kirara sambil menangis. Ia semakin mempererat pelukannya. "Gue kangen sama lo."

"Etto.. sumimasen, nani kore (maaf, ada apa ini) ?," wanita itu tampak bingung dengan Kirara yang tiba-tiba saja memeluknya. Mendengar wanita itu bicara Kirara melepaskan pelukannya dan memperhatikan wajah wanita itu dan langsung meminta maaf karena salah mengenali orang.

"Sumimasen onee-san,  watashi wa machigatta hito (Maaf kakak, saya salah orang)," seru Kirara sambil membungkuk. Wanita itu langsung pergi setelah memaafkan Kirara. Kirara tampak malu dengan kejadian tersebut.

"Hahahaha..." Kirara mendengar sebuah suara tawa. "Lo kenapa de?"

Kirara berbalik untuk melihat siapa yang bicara dengannya menggunakan bahasa Indonesia. Lutut Kirara terasa lemas melihat seorang laki-laki yang kini berdiri dihadapannya. Seperti ini kah cara pertemuannya kembali dengan sahabat kecilnya?

"Kenapa harus dengan cara malu-maluin kayak tadi?" batin Kirara. Kirara maju beberapa langkah untuk mendekati Frarie. Ia menginjak kaki Frarie sekuat tenaga untuk memastikan bahwa Frarie yang ada di depannya bukanlah bayangan asap yang menyerupainnya.

"Aww..." rintih Frarie. "Lo tuh ya de. Masih aja suka injek kaki orang. Sakit tau."

"Ini beneran lo kan kak?" Kirara berbicara sambil menangis, ia masih tak yakin dengan apa yang ia lihat. "Lo Frarie Rizaldi Irawan kan. Lo bukan kepulan asap yang menyerupain Frarie, iya kan?"

Frarie tertawa semakin kencang. Ia mengacak-acak rambut Kirara yang kini sudah dipotong pendek, "Iya, ini gue Frarie. Masa kita harus pake kode dulu sih buat ngenalin satu sama lain. Kayak mata-mata aja."

"Jahat," seru Kirara tiba-tiba tanpa menghiraukan gurauan Frarie. Ia menangis sambil memukul Frarie, "Kenapa lo pergi? Kenapa lo gak kasih tau kalo lo ke Bandung. Kenapa lo sama Va ninggalin gue disaat gue butuh kalian disamping gue? Kenapa kalian biarin gue sendirian?"

Frarie menanggap kedua tanggan Kirara sebelum Kirara memukulnya lebih keras, "Ra. Maafin gue. Gue gak pernah sangka Mama Ira sama Papa Reza akan pisah. Kaluarga kalian kan selalu keliatan bahagia."

RAVARIE  [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang