dear diary

6 0 0
                                    

Akhir-akhir ini aku malas menyikapi terlalu serius sesuatu yang di hadapkan kepadaku. Boleh aku bilang banyak tujuan yang harus aku datangi atau gubuk di tepi jalan yang harus aku singgahi. Tapi tidak. Aku memilih menggelar tikar dan membongkar isi rantang di bawah rerindangan pohon.

Aku butuh angin segar, tempat yang nyaman untuk ku sendiri. Mengasing dari keramaian adalah terapi alami atas segala kejengahan. Sekedar membaca satu-dua bab cerita roman atau menonton cerita instagram berdurasi lima belas detik cukup seru juga. Beragam genre di sana. Roman, sastra, horor, politik, sampai absurd juga ada. Iya, cerita instagram. Netflix kalah serunya.

Saat petang datang ada kalanya aku memilih bermesraan dengan rembulan dan mendengarkan tangisan alam. Tentang ibu pertiwi yang diperkosa habis-habisan oleh jaman. Kasihan.

Lalu, seekor burung merpati hinggap di tiang jemuran. Giliran dia curhat padaku; panjang lebar sampai aku lupa ceritanya. Yang masih ku ingat dari curhatannya kalau tidak salah; humanity above religion. Sok bahasa inggris kataku.

Ya bagitulah keseharianku. Yang sebagian orang bilang, aneh. Peduli apa kau pikirku. Ku sumpal kupingku dengan headset dan memutar musik relaksasi: terapi otak suara alam full berdurasi tiga jam di youtube.

SecercahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang