11 ✏️ Awal Bencana

4.9K 458 24
                                    

_sekuat kuatnya hati, jika ada yang membelah dengan belati pasti hanya ada satu yang terasa, nyeri!!!_

  ----------------------------------------------------- 

✏️✏️

MINGGU pagi Kania telah siap dengan peralatan perangnya. Satu tas kecil yang berisi kunci brangkas ATM yang dimandatkan kepadanya. Seperti biasa saat dia harus bertugas untuk piket jaga ATM, Kania akan selalu memasukkan peralatan itu ke dalam tasnya. Sehingga tidak perlu pulang untuk mengambilnya di rumah apabila sewaktu-waktu ada panggilan darurat untuk membenarkan atau mengisi uang di mesin saat dia sedang berada di luar rumah.

Gawai merah miliknya bergetar dan satu nama tertera di sana. Lengkungan bibir Kania tidak bisa terbantahkan untuk menggambarkan suasana hatinya. Setelah seminggu tidak bertemu dengan Arfan, sepertinya kata rindu itu mulai memainkan perannya untuk mengusik hati.

"Assalamu'alaikum, Dik. Mas jemput di mana ini? Rumah atau kantor?" tanya Arfan di ujung gawainya.

"Wa'alaikumsalam, di kantor saja, Mas. Tapi ini Adik tungguin Pak Prima dulu ya, mau isi ATM depan kantor. Nggak lama paling setengah jam," jawab Kania.

"Sudah di kantor sekarang?"

"Sudah."

"Ok, Mas ke sana sekarang. Motornya ditaruh di kantor saja," kata Arfan.

Tidak ada jawaban setelahnya karena Arfan langsung menutup panggilan telepon setelah mengucapkan salam. Berada di dekat Kania itu selalu membuat hati Arfan menghangat. Segala capek dan penat karena pekerjaannya seketika menguap.

Ibarat sebuah kata, bersama Kania itu Arfan bisa merangkainya menjadi sebuah kalimat lengkap di mana di dalamnya ada subyek, predikat, obyek dan keterangan, kalimat yang sempurna. Ibarat sebuah paragraf, Kania itu bisa menjelma sebagai paragraf deduktif dan induktif. Semua ide pokoknya bisa langsung di awal atau di akhir paragrafnya. Ibarat sebuah doa, Kania adalah amin dari semua doa-doa yang selalu Arfan lantunkan kepada Tuhannya.

Hanya Kania yang bisa membuatnya tersenyum bahagia. Kania yang bisa membuatnya menjadi setengah gila karena merindukannya. Kania yang bisa membuatnya menjadi melankolis manakala tiba-tiba sikap manjanya menjelma dan Arfan tidak bisa mengabulkan karena berada di belahan bumi yang jauh untuk mereka bisa bersua.

"Nia, dikontrol terus ya, jangan seperti ini. Tinggal 5% baru minta diisi. Yang ada nanti kita kena tegur kantor pusat karena out of cash terlalu lama," kata Pak Prima setelah selesai memasukkan kaset-kaset ATM ke dalam mesin.

"Iya, Pak, maaf, sebenarnya tadi Nia cek di maintenance ATM, tapi ternyata nggak update datanya jadi nggak tahu kalau S1AP144 harus diisi," jawab Kania.

"Telepon saja sama piket kanpus, deh. HP jaga kamu yang bawa bukan?"

"Iya, Pak, sama saya."

Akhirnya Kania membuka kaset yang diambil dari mesin ATM, menghitung sisa uang untuk dimasukkan kembali ke dalam sistem perbankan keesokan harinya.

Hanya butuh waktu dua puluh menit untuk merampungkan semuanya. Sudut mata Kania sebenarnya sudah menangkap keberadaan Arfan yang sedari tadi telah duduk manis dan berbincang manja dengan Pak Anto yang sedang berjaga hari ini.

"Sudah selesai, Ndan. Kania bisa diajak jalan," kata Pak Anto manakala Kania telah menghampiri keduanya.

"Bukan jalan, Pak Anto, biasa, ibunda pengen bertemu calon mantu. Kangen katanya," kata Arfan kemudian segera mengajak Kania untuk ke rumahnya.

SQUADRON CINTA [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang