06 ✏️ Cinta Tak Pernah Salah

5.3K 587 15
                                    

_tidak perlu terus bicara jika mata dan hati telah bersuara_
-----------------------------------------------------

✏️✏️

"SAMPAI kapan pun Ayah tidak akan pernah setuju, Kania." Kalimat tegas terucap dari bibir ayah Kania.

"Ayah tidak ingin memikirkannya lagi? Sebenarnya Bagus dan Kania kan juga baru kenal, Ayah. Nia memang tidak menyukai pacaran, tapi bukan berarti menutup proses untuk menuju ke jenjang yang lebih serius," kata Kania.

Tidak ada seorang ayah di dunia ini yang tidak ingin melihat anaknya bahagia. Pak Hilman menatap putri sulungnya dengan saksama. Matanya seolah bicara bahwa tidak ada hal lain yang lebih berharga di dunia ini selain hak kepemilikannya atas keluarga. Termasuk dengan mendidik Kania menjadi seorang wanita yang tangguh dan berprinsip sesuai dengan akidah yang mereka yakini.

"Kania, dengarkan Ayah." Kania kembali bersitatap dengan sang ayah. "Kamu sudah bekerja, usiamu juga sudah pantas waktunya menikah. Qiyyara, sahabatmu, sudah menikah dulu. Aisha juga akan menikah sebentar lagi. Meskipun pernikahan bukan ajang untung balapan karena jodoh Allah yang menentukan, Ayah tetap tidak ingin jika kalian pacaran."

"Tapi Ayah--"

"Anggap saja Ayah ini sebagai orang tua yang kolot. Jika Bagus itu ingin serius hidup denganmu, dia pasti tidak akan datang ke rumah hanya untuk mengajakmu keluar, jalan-jalan tanpa satu tujuan yang pasti." Kania masih diam dengan ucapan ayahnya.

"Minta keluarganya datang ke rumah, atau kalian tidak perlu berhubungan lagi. Lagian sudah dibilang tidak ada tuntunan dalam Islam berpacaran masih saja ngeyel. Ingat, jilbab yang kamu pakai itu bukan hanya trend penutup kepala saja, Nduk."

Kania masih menatap kosong jendela yang ada di kamarnya. Mengingat kembali apa yang disampaikan oleh ayahnya tentang niat Bagus mendekatinya beberapa waktu yang lalu. Benar, Bagus memang telah mengungkapkan perasaannya kepada Kania, bahkan beberapa kali mengirimkan buket bunga ke kantor Kania sebagai tanda tulusnya perasaan. Sayang, semua itu memang tidak sama dengan ketulusan cinta dalam kacamata keluarga Kania.

"Ayah dan Ibu hanya ingin yang terbaik untukmu, Cah Ayu. Tidak ingin kamu salah langkah mengambil keputusan terbesar dalam hidupmu kelak. Percayalah." Aminah, ibu Kania yang tiba-tiba masuk ke kamar Kania bersuara. "Kamu sedang memikirkan Bagus, kan?"

Kania menengok ke belakang. Sambil menyeruput teh hangat yang Kania ambil dari tangan ibunya dia bertanya, "Ini bukan karena Ayah tidak menyukai memiliki menantu seorang polri, kan, Bu?"

"Mengapa kamu bisa berkata begitu?" tanya ibu Kania.

"Karena isu yang merebak di masyarakat tentang sepak terjang anggota polri. Rasanya Bagus bukanlah polisi seperti yang Ayah khawatirkan."

"Darimana kamu tahu itu?" tanya Bu Aminah.

"Setidaknya Nia mengenalnya, Bu." Bu Aminah tersenyum mendengar jawaban putrinya. Tanpa berniat untuk tidak menyetujui pernyataan Kania, beliau hanya mampu memeluk Kania dengan perasaan penuh cinta seorang ibu kepada anaknya.

"Teman yang menjemputmu reuni kemarin--"

"Arfan? Nia hanya berteman, Bu."

"Sekali lagi Ibu berkata hati-hati, jangan sampai kamu jatuh ke lubang yang keliru. Semoga perasaan Ibu tidak salah akan hal itu."

"Maksud Ibu?"

"Ibu ini menjadi ibumu selama kamu ada di dunia ini, Nduk. Lebih dulu mengerti apa yang dinamakan jatuh cinta. Menurut kacamata Ibu, Arfan itu juga menyukaimu--"

SQUADRON CINTA [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang