02 ✏️ 0 km Jogja

7K 583 32
                                    

_Yogyakarta, dari rindu menjadi candu_

-----------------------------------------------------

🐾🐾🐾

BERBICARA tentang Yogyakarta, tidak ada hal yang tidak menarik untuk dikisahkan. Dari setiap sudut kotanya punya banyak sisi romantis yang tidak pernah gagal mengajak untuk selalu mengenang kota budaya ini. Yogyakarta yang juga terbuat dari rindu, rindu untuk selalu mengenang masa lalu, rindu yang membuat setiap orang selalu ingin kembali lagi, dan lagi.

Seperti kenangan, mengingat Arfan adalah memutar ingatan Kania kembali ke masa dimana dia ingin sekali mengukir cerita dalam hidupnya dengan sebuah kesuksesan dan kebanggaan kedua orang tuanya. Tidak berbeda dengan Kania, Arfan pun telah menentukan jalur hidupnya. Selepas SMA dia memilih memasuki kesatuan yang akan menempanya berada di barisan terdepan untuk membela negara. Arfan diterima sebagai karbol Taruna AAU Yogyakarta.

"Nia, kenapa kamu nggak kuliah di Jogja saja?" tanya Qiyyara saat mereka memiliki waktu berlibur ke Jogja bersama.

"Seperti kamu nggak tahu Ayah saja, bagaimana protektifnya sama anak perempuannya."

"Lah bukannya ayahmu berasal dari Jogja?"

"Bukan Ayah yang asli Jogja, kakekku Qiyyara. Kakek yang asli Jogja," jelas Kania. Meski mereka berbeda fakultas nyatanya persahabatan Kania dan Qiyyara tetap terjalin dengan baik.

Semua orang tahu, Kania dan Jogja itu seperti sayur dan garam. Saling melengkapkan rasa, hingga Qiyyara dengan ikhlas hati menerima ajakan Kania untuk menikmati liburan semester di kota Gudeg. Saat Qiyyara bertanya mengapa harus Jogja? Kania menjawab, 'hatiku selalu mencair ketika menyatu dengan kota itu. Adem, ayem dan tentrem.'

Benar saja, Kania dan Qiyyara menikmati setiap sudut Jogja dengan penuh suka cita. Walau hanya menghitung berapa banyak kendaraan yang melewati jalan paling fenomenal di Yogyakarta, Malioboro. Hingga Qiyyara merasa bosan dan mengajak Kania untuk bergeser menikmati jantung kota yang tersebut sebagai nol km Jogja.

"Nia, ke pojok Vredeburg yuk?" ajak Qiyyara.

"Nol kilometer, Qiyya. Bukan pojok Vredeburg."

"Sama saja, kan, tempatnya? Di situ juga pojok Vredeburg. Dih yang cinta banget sama Jogja sampai segitunya." Ledekan Qiyyara disambut gelak tawa Kania hingga kakinya ringan mengikuti langkah sahabatnya yang lebih dulu meninggalkannya.

Percakapan sepanjang pedestrian Malioboro yang tidak pernah sepi pengunjung membuat jarak antara Malioboro Mall hingga Benteng Vredeburg hanya sekejap mata. Yang terasa tiba-tiba kaki terasa berat untuk melangkah hingga mereka memutuskan untuk duduk di sebuah kursi yang tersedia di sepanjang pedestrian tersebut.

Saat Kania hendak duduk tiba-tiba telinganya menangkap suara yang menyapa namanya dengan lengkap, "Kania Rajendra--"

"Delfry?" suara Kania dan Qiyyara kompak menyebutkan nama teman SMA mereka.

"Eh, ada Qiyya juga. Kalian sedang berlibur di sini?"

"Nggak Delf, kita sedang survey, menghitung kendaraan yang lewat untuk penelitian," jawab Qiyyara sekenanya.

"Wih, hebat banget, baru semester lima sudah penelitian saja. Eh, memangnya kamu ambil diploma, Qi?" Qiyyara menggeleng.

Awalnya Qiyyara berniat untuk membuat suasana menjadi cair saat dia melihat wajah Kania tidak lagi sedap dipandang melihat keberadaan Delfryan bersama mereka. Namun, ternyata Delfryan justru menanggapi serius ucapan Qiyyara. Akhirnya Qiyyara berkata jujur kalau mereka memang sedang berlibur di Jogja dan menginap di rumah saudara Kania.

SQUADRON CINTA [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang