03 ✏️ Banking Hall

5.9K 591 56
                                    

_ibu, ibu, ibu baru kemudian ayah_

-----------------------------------------------------

BERHASIL menjadi lulusan karbol terbaik adalah impian setiap taruna Akademi Angkatan Udara. Rasanya masih seperti mimpi bagi seorang Arfan Aldebaran saat predikat itu diberikan kepadanya. Tidak pernah bermimpi naik ke podium menerima penghargaan hingga membuat wanita yang melahirkannya ke dunia ini menangis haru karena prestasi yang dia peroleh. Masih teringat dengan jelas, bagaimana dulu di akhir pendidikan SMA, Arfan ditawari untuk ikut seleksi penerimaan taruna Akademi Angkatan Udara. Dia berjuang sepenuh jiwa dan raga. mempersiapkan mental, fisik, bahkan sampai pembentukan body.

Kini setelah empat tahun ditempa di kawah candradimuka dan bersahabat dengan angkasa. Arfan harus mulai mengabdikan diri untuk negara. Menjadi prajurit penjaga langit negeri. menyerukan bahwa pertiwi adalah harga mati yang harus dibelanya hingga batas kemampuan yang dia bisa lakukan.

Arfan menghentikan sepeda motornya, masih dengan seragam dinas dengan lengkap. Dengan cekatan tangannya meraih dompet yang tersimpan di saku belakang celana yang dia kenakan lalu membukanya tepat di depan pintu mesin ATM kelolaan salah satu Bank BUMN yang ada di kota tempat dia dilahirkan.

"Loh, kartu debitku di mana? Aduh!" gumam Arfan lirih.

Masih dengan mode bingungnya. Arfan membolak-balikkan isi semua kartu yang ada di buku-buku dompet coklatnya. Yang ada tetap sama, satu KTA, satu KTP, dua SIM, dan beberapa kartu yang tidak berhubungan dengan dunia perbankan.

"Kok bisa nggak ada ya?" kata Arfan lirih.

Pikirannya kembali beberapa waktu yang lalu. dalam ingatannya setelah dia mengambil uang di stasiun sebelum pulang ke kotanya sudah Arfan kembalikan di dompet. Namun, mengapa sekarang tidak dia temukan benda itu di dompetnya? Padahal rencananya dia ingin memberikan uang itu untuk memenuhi kebutuhan ibunya.

"Ah, mana buku tabungannya ketinggalan lagi di mess. Bagaimana ini?" Kembali ucapan lirih Arfan menguar membuat seorang sekuriti yang melakukan penjagaan di halaman bank mendekat padanya.

"Selamat Siang, Ndan. Ada yang bisa kami bantu?" Sapa sekuriti dengan mengangkat tangan kanannya memberikan tanda hormat. Seragam yang dikenakan Arfan cukup memberikan sinyal kepada sekuriti tentang senioritas pangkat. Terlebih dengan tanda satu garis di pundaknya. Arfan sudah cukup dikenal sebagai perwira tingkat pertama.

"Eh, selamat siang, Pak," jawab Arfan dengan santun.

"Maaf, saya perhatikan dari tadi Komandan sepertinya lagi mencari sesuatu. Ada yang bisa kami bantu?" tanya sekuriti yang bernama Anto.

"Oh, iya Pak Anto, sepertinya kartu debit saya hilang atau terjatuh, entahlah. Padahal saya butuh mengambil uang sekarang untuk Ibu, sebelum besok saya harus kembali dinas. Bagaimana ya?" jelas Arfan masih dengan muka bingungnya.

"Mari saya antarkan ke customer service saja untuk dilakukan penggantian dengan kartu yang baru. Membawa buku tabungan dan kartu identitas kan?" tanya Anto lagi.

"Nah itu, kalau identitas saya bawa, tapi kalau buku tabungan sepertinya ada di mess. Bagaimana dong, Pak Anto ini, padahal saya butuh banget," kata Arfan.

"Sebaiknya ke customer service dulu saja, Ndan. Mari silakan saya antar," jawab Anto.

Dua puluh menit lewat jam layanan kas perbankan. Kania masih menghitung total kas tutupnya hari ini. Mencocokkan neraca teller dengan neraca bank. Mencetak laporan sukses untuk transaksi yang dia kerjakan hari ini.

'Alhamdulillah klop, tinggal rapiin uangnya dan nota-nota transaksi hari ini,' syukur Kania dalam hati setelah memastikan uang fisik di laci meja tellernya sama dengan laporan neraca bank yang ada di monitor komputernya.

SQUADRON CINTA [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang