| PROLOG |

9.7K 578 353
                                    

-Flashback on-

Di sebuah cafe klasik bernuansa Eropa, seorang laki-laki muda berkemeja abu-abu duduk di tepi jendela. Sesekali matanya mengarah keluar, memastikan seseorang yang ia tunggu sudah memarkirkan kendaraannya di depan dan menemuinya di dalam cafe.

Iris coklat kopi itu menatap sebuah kotak berwarna merah yang kini tengah ada dalam genggamannya. Disana terdapat sebuah cincin emas putih dengan hiasan berlian yang melingkar sehingga menambah kesan mewah. Siapapun wanita pasti akan menginginkan cincin itu, apalagi cincin itu diberikan oleh seorang laki-laki tampan bernama Aldan Abinaya.

"Sorry aku telat, Al."

Aldan terkejut, dengan cepat ia menutup kotak itu dan menyembunyikannya di dalam saku celana. Aldan menyambut wanita cantik itu dengan raut wajah senang, ia mempersilakan Sharena duduk di depannya. Mereka duduk berhadapan, saling melempar senyum dan tatap malu-malu.

Bak seorang ABG yang sedang merasakan kencan pertama, Aldan dan Sharena masih sama-sama canggung, padahal mereka sudah bertemu beberapa kali di tempat kerja. Aldan tidak ingin terlihat kikuk di hadapan Sharena yang notabene adalah seniornya, maka dari itu Aldan yang memulai pembicaraan di antara mereka berdua.

"Gimana kabarnya Ren? Baik?"

"Seperti yang kamu lihat. Tadi kan juga udah ketemu di kantor, kenapa nanya lagi?" Sharena menahan tawa, makin membuat keringat dingin Aldan bercucuran.

"Anak-anak gimana? Udah makan? Yang kedua siapa namanya? Eh, yang pertama juga, ding?!" Aldan meringis, pipinya memerah. Ia baru sadar karena melontarkan banyak pertanyaan.

"Anak-anak baik, udah makan, makannya banyak loh, Al. Namanya Kania dan Seruni, kamu mau ketemu mereka?"

"Boleh Ren?"

"Boleh dong, mereka pasti akan seneng banget ketemu cowok ganteng kayak kamu."

Mendengar kata 'cowok ganteng' dari mulut Sharena, Aldan langsung tersenyum manis. Seketika rasa percaya dirinya muncul, lumayan kan udah dipuji.

"Eh iya Al, mau ngomong apa sih? Kok kayaknya penting banget sampe ngajakin ke cafe ini?"

"Mmm ..." lidah Aldan rasanya kelu. Tiba-tiba rasa gugup menyerang, kerah kemeja yang awalnya abu pucat kini telah basah bercampur keringat yang keluar dari leher dan kepala Aldan.

"Aldan, AC-nya kurang dingin ya? Padahal ada tiga loh, bentar aku panggil pelayannya dulu."

Sharena hendak berdiri, namun Aldan refleks menarik tangan Sharena dan menyuruhnya untuk duduk kembali.

"Eh, Aldan ..." Sharena tampak terkejut, ia melihat ke arah pergelangan tangannya yang masih digenggam Aldan.

"Sorry Ren, gue minta maaf. Nggak sengaja megang elo, beneran deh. Tolong maafin gue, ya?"

Sharena menggelengkan kepala sambil tertawa kecil. "Iya dimaafin deh, udah ah nggak usah lebay gitu."

"Gue aneh ya, Ren?"

"Bukan aneh, tapi lucu."

"Nggak bohong kan? Beneran kan? Bukan percintaan kan?" Aldan bertanya dengan ragu-ragu.

"Aldan, maksudnya pencitraan ya? Hahaha."

Tawa Sharena terdengar nyaring, membuat Aldan lagi-lagi meringis kecil. "Ren, gue mau ngomong sesuatu nih."

Sharena menunggu ucapan Aldan selanjutnya. Ia masih sama, dengan senyumannya yang manis. Senyuman yang selalu bisa membuat Aldan tidak bisa tidur tujuh hari tujuh malam.

"Ren, gue nggak pengen ngomong banyak-banyak. Gue tau kita belum lama ini kenal, gue tau gimana status lo sekarang, dan—" hembusan nafas Aldan terdengar cepat. Sharena menatap Aldan dengan intens, matanya tak berkedip melihat wajah laki-laki di depannya ini.

"Will you marry me, Sharena?"

Tangan Aldan bergetar. Sharena menutup mulut tak percaya. Jantungnya berdetak cepat seiring dengan waktu yang terus berjalan. Laki-laki di depannya ini berkali-kali menelan ludah, memejamkan mata kemudian membukanya lagi—menunggu jawaban Sharena.

"Aldan."

"Gue serius Ren, nggak perlu pacaran lama-lama. Gue nggak mau habisin banyak waktu untuk hal yang sia-sia. Gue nggak peduli gimana status lo, masa lalu lo, yang ada lo sekarang ya ini yang gue suka. Gue siap jadi imam dan ayah buat anak-anak lo sekarang dan nanti."

Sharena rasanya tak percaya dengan apa yang di katakan Aldan sekarang. Mengingat masa lalunya yang kelam dengan mantan suaminya yang telah meninggalkan ia dan kedua anaknya dua tahun lalu. Atas dasar itu juga yang membuat Sharena masih menutup hati untuk laki-laki yang mencoba mendekatinya.

Tapi kali ini, Aldan yang baru beberapa bulan dikenalnya malah sudah berani melamarnya begini?

"Aldan, kalau aku terima, ada yang marah nggak?"

"Siapa yang marah Ren? Apa gue udah gila ngelamar lo disaat gue punya perempuan lain?"

Tatapan mata Aldan sangat tulus dan Sharena tidak menemukan kebohongan di dalam sana. Sharena bimbang, ia teringat Kania dan Seruni. Dengan helaan nafas panjang, Sharena mengangguk pelan.

"Aku mau selama kita sudah mendapat izin dari kedua anakku, Kania dan Seruni."

***

Bertemu lagi di cerita yang berbeda~

Terima kasih sudah berkunjung!
Semoga cerita ini menjadi salah satu penghuni perpustakaanmu ya🧡

Terima kasih sudah berkunjung!Semoga cerita ini menjadi salah satu penghuni perpustakaanmu ya🧡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Cool DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang