10 ✏️ Coming Soon, PIA Ardhya Garini

Bắt đầu từ đầu
                                    

"Sudah pas, Sayang, nggak salah memang Arfan memilihmu. Ibu seneng banget, kamu cantik sekali," ucap Bu Arini memuji Kania saat ia sudah bersiap dengan setelan kebaya, jilbab dan sepatu heelsnya.

"Yang lebih cantik dari Nia di luar sana banyak, Bu. Nia yakin, Mas Arfan bisa mendapatkan yang lebih baik dari Nia. Namun, Nia ingin Ibu dan seluruh keluarga Mas Arfan tidak hanya menilai Nia karena itu saja." Bu Arini mengangguk setuju. "Meskipun bukan yang terbaik, Nia berusaha menjadi yang paling baik untuk Mas Arfan," kata Kania dengan tulus.

"Ibu percaya, Cantik," kata Bu Arini yang segera mengajak Kania segera ke tempat upacara.

Meriah, atraksi udara yang cukup mengagumkan. Semua orang pasti bangga memiliki prajurit bermental baja yang siap membela negara di barisan terdepan.

Tak pelak air mata haru kini menetes di pipi wanita setengah baya tersebut. Bu Arini sangat terharu, entah Arfan mengemudikan pesawat yang mana, yang jelas kedua manik mata yang beliau miliki tampak sangat berbinar di antara deraian air mata harunya. Sementara Kania, senyum yang tidak pernah lepas dari bibirnya menandakan bahwa nama Arfan telah terparkir manis dalam hatinya.

"Suatu saat nanti, hari dimana penyatuan kalian berdua Ibu pasti sangat bahagia, Sayang. Lebih daripada ini," ucap Bu Arini di penghujung upacara. Dari mata Bu Arini sepertinya sangat berharap, Kania bisa menyalurkan rasa bahagia itu kepada putra kesayangannya.

Jujur, dalam lubuk hati Kania menghangat seketika mendengar ucapan sang calon ibu mertua. Bu Arini bahkan membombardir Kania dengan pendaratan ciumannya di kedua pipi Kania secara bergantian.

"Nia bahagia, Ibu begitu tulus menyayangi Nia seperti putri Ibu sendiri," kata Kania saat mereka hendak meninggalkan lapangan upacara.

"Kamu sudah menjadi anak Ibu, lantas alasan apalagi untuk Ibu tidak menyayangimu?" tanya Bu Arini seketika berhenti dan membalikkan tubuh Kania untuk menghadapnya.

"Nia dan Mas Arfan--"

"Itu hanya soal waktu, Sayang, Nia tahu, kan, alasannya. Mas Arfan harus menyelesaikan ikatan dinasnya. Seandainya sudah selesai sekarang, pasti kamu sudah jadi menantu Ibu," ucap Arini penuh kepastian.

Kania tidak sanggup berkata-kata. Semua seperti berbalik kepadanya sekarang. Di saat kemarin harapannya kepada Bagus terhempas karena dia memilih mundur kini yang Kania alami justru lebih dari sekedar harapan dan mimpinya selama ini. Ayahnya pun tidak pernah mempermasalahkan hubungan Kania dan Arfan meski mereka tidak segera menikah.

Pangeran hati Kania ini memang teramat manis menaklukkan hati sang ayah.

Kania telah mengganti pakaiannya dengan pakaian kasual. Menunggu Arfan menyelesaikan tugasnya, baru setelahnya mereka jalan-jalan menjelajah kota Malang bertiga. Ketika azan Zuhur berkumandang, tugas Arfan telah paripurna. Dia segera bersiap kembali ke mess, juwita hati dan sang ibunda telah menunggu kehadirannya.

"Selamat ya, Mas, sukses manufer udaranya. Nia bangga memiliki, Mas," kata Kania ketika Arfan telah berada di antara mereka.

"Doa Ibu, Dik, doamu juga adalah semangat Mas di udara. Senyum kalian itu tidak bisa tergantikan oleh apa pun juga," jawab Arfan sambil mengelus puncak kepala Kania. Selesai membersihkan diri dan berganti pakaian, akhirnya Arfan menggantikan posisi Kania untuk mengemudikan mobil dan mengelilingi kota Malang.

"Salat di Masjid Jami' nggih, Bu? Sekalian Dik Nia dereng nate mlampah-mlampah teng alun-alun Malang," kata Arfan.

"Iya, Ibu juga ingin jalan-jalan ke sana," jawab Bu Arini.

Mobil yang mereka tumpangi kini telah melaju menuju Masjid Jami' kota Malang. Momentum yang sangat langka, mengingat aktivitas Arfan dan Kania yang terkadang saling berbenturan. Setelah selesai menunaikan ibadah mereka, Arfan mengajak Kania dan ibunya menikmati sudut kota Malang dari jarak dekat. mereka berjalan-jalan di Alun-alun kota Malang.

SQUADRON CINTA [Terbit]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ