Bulir 25 : Her Decision

88 18 2
                                    

"Ke-kendalikan di-dirimu, Ka-Kak Holkay."

Holkay tersentak. Tangannya menarik pedang itu keluar dari tubuh Armenia yang tengah tersenyum ke arahnya dengan mulut mengeluarkan darah.

Armenia ambruk di depan sang dewa. Dengan sisa-sisa kesadarannya, dia menoleh menatap ke arah Asion. Mulutnya bergerak-gerak seolah mengatakan sesuatu. Lalu dia tersenyum sembari menutup matanya.

"Sadar, Bodoh!" Candles menendang Holkay sekuat tenaganya hingga pria itu terdorong jauh mundur.

Candles menatap Asion yang terpaku menatap tubuh Armenia tergeletak bersimbah darah di hadapannya. Candles mengeraskan rahangnya, rasanya dia ingin mengayunkan pedangnya pada sang dewa yang bahkan tidak sanggup melakukan apapun, meski dia tahu Sia yang berada di sana.

"Sia, jika kau mendengarku. Kembalilah. Armenia hanya ingin melihat dirimu kembali," ujar Candles lalu dengan cepat melompat pergi sembari membopong tubuh Armenia.

Sia melihat itu semua. Dia melihatnya. Bagaimana Armenia berdiri di depannya dan menghalangi pedang itu dengan tubuhnya. Gadis itu bahkan menoleh dan tersenyum padanya.

"Tidak. Jangan Armenia. Jangan dia! Kembalikan tubuhku!" teriak Sia hingga sulur-sulur yang mengikatnya pada pohon besar hancur. Dia jatuh terduduk dengan bersimbah air mata. "Kenapa? Kenapa harus Armenia. Karena diriku. Karena aku. Aku tidak mau. Kembalikan tubuhku. Kalau aku mati, semua ini tidak akan terjadi."

Apa kau yakin ingin mati?

Asion muncul dihadapan Sia. "Jangan dengarkan itu, Sia!" Tubuhnya tertangkap sulur dan giliran dirinya terikat di pohon.

Seorang wanita bersurai putih muncul tepat diantara Asion dan Sia. Wanita sama yang menarik Sia ke dalam sungai beberapa waktu lalu.

"Kau?" Sia terkejut melihatnya.

"Sia, jangan dengarkan dia!" Asion meronta-ronta.

Wanita itu melirik ke arah Asion. Dia mengarahkan telunjuknya pada sang dewa dan sekejab Asion bungkam dan matanya terpejam.

"Kau sebenarnya siapa?" tanya Sia yang masih bersimbah air mata.

"Kau bisa memanggilku Azlea, dewi kehidupan. Aku juga dikenal orang tuamu sebagai Lisian." Azlea berubah wujud menjadi wanita tua lalu kembali menjadi seorang dewi cantik jelita dengan surai putih panjangnya.

"Ba-bagaimana bisa?"

"Bagaimana bisa? Tentu saja bisa." Azlea tersenyum sembari menjulurkan tangannya. muncul Pao Pao dari telapak tangannya.

"Pao Pao."

"Kau merindukannya? Dan kau ingin bertanya bagaimana bisa? Kau tidak memiliki waktu lagi, Sia. Kau telah berjanji padaku, jika aku memberikan kesempatan padamu untuk lahir kembali maka kau akan membebaskan Asion. Maka penuhilah janjimu itu dengan mati." Azlea menatap serius pada Sia yang terlihat menyedihkan dengan air matanya. "Tapi, tidak bisa. Kau bahkan sudah melupakan siapa dirimu yang dulu. Tapi, kau tetap harus memenuhi janjimu. Bebaskan Asion, tapi Estonial akan benar-benar lenyap selamanya."

"A-apa yang harus aku lakukan?" tanya Sia.

***

Candles membawa tubuh Armenia ke tepi danau. Dilihatnya tubuh tergolek itu sama sekali tidak bergerak. Tidak ada pula embusan napas darinya. Armenia telah benar-benar tiada.

"Kau tidak harus melakukan ini gadis bodoh." Candles memeluknya erat dengan besimbah air mata. Untuk pertama kalinya, dia merasa sakitnya kehilangan seseorang yang tanpa dia sadari berharga baginya. "Seharusnya aku memaksamu pergi. Seharusnya aku tidak menurutimu. Seharusnya kita bisa keluar dari sini. Seharusnya seperti itu ...."

DARKNESSWhere stories live. Discover now