Bulir 16 : Back

149 25 7
                                    

Yay apa kabar semua? Duh lama banget nggak buka watty .... gomen benar-benar sibuk dengan berbagai hal ... selamat membaca ^^


"Mama ... Sia akan segera pulang. Kumohon jangan sakit. Sia baik-baik saja di sini, jadi kumohon jaga diri kalian. Mama ..." Sia tak bisa menahan isak tangisnya mendengar kabar mamanya yang ternyata sedang sakit. Firasatnya benar.

Tak jauh dari tempat Sia, Holkay bersedakap mengawasinya bersama beberapa pria penjaga pos cagar alam, teman Holkay sewaktu bekerja sebagai penjaga cagar alam.

"Kalian romantis sekali, pagi-pagi berkuda kemari demi mengantar tuan putri untuk mendapatkan signal telepon," ujar Noke, pria berambut pirang yang menggantikan Holkay menjadi pengawas para penjaga cagar.

"Kalau aku tidak salah, dia kan gadis yang melanggar peraturan waktu itu?" sahut Jack, salah satu penjaga.

"Oh, gadis itu. Wah wah kau mendapatkan gadis cantik lalu membawanya ke sukumu. Hebat sekali, Holkay!" Noke menepuk-nepuk bahu Holkay sembari tertawa.

Holkay tidak menjawab, dia hanya melontarkan pandangan tajam pada mereka berdua. Tapi Noke maupun Jack sudah terlalu kebal pada sikap Holkay yang seperti itu.

"Apa di sekitar sini ada kejadian aneh?" ujar Holkay setelah ledekan-ledekan dua pria itu berhenti.

"Kejadian aneh apa?" tanya Noke.

"Bagaimana dengan beberapa pohon yang rubuh kemarin?" sahut Jack.

"Itu hal yang wajar, bodoh. Tidak ada kejadian yang aneh selain langit yang terus menggelap seperti akan hujan padahal musim hujan masih lama," ujar Noke.

"Ah, ya benar-benar. Ditambah hawa dingin ini. Aku bahkan harus memakai baju berlapis kalau keluar," imbuh Jack.

"Tidak ada yang lain?" tanya Holkay.

Dua pria itu menggeleng bersamaan. Holkay sendiri juga tak merasakan keberadaan Stealth di sekitar sini. Bahkan sejak bersama dengan Sia, tak ada tanda-tanda keberadaan makhluk kegelapan itu. Holkay tidak yakin itu karena kekuatan Sia, tapi tetap saja itu membuatnya penasaran. Gadis yang seolah hilang tak dapat dirasakan keberadaannya sekarang berada di depannya.

"Maaf, bisakah aku mengisi ulang baterai ponselku?" ujar Sia yang mendapat pelototan dari Holkay.

"Tentu saja. Kemarikan ponselmu," sahut Noke ramah.

"Tidak apa, kan?" Sia memandang Holkay dengan wajah memelas.

"Kau-"

"Jangan pikirkan!" potong Noke meraih ponsel Sia. "Jangan buru-buru. Kita sarapan bersama di sini dulu, Nona ..."

"Celosia. Panggil Sia saja." Sia tersenyum, padahal matanya tengah sembab dengan hidung memerah.

"Baiklah, Sia. Untung charge kita sama, jadi dua jam juga sudah penuh. Sambil menunggu ayo kita sarapan bersama. Di sini ada koki handalnya," ujar Noke.

"Itu ide bagus. Sebenarnya aku sangat lapar," aku Sia sembari mengelus perutnya. Dia tak mengada-ada, perutnya sudah berisik sejak tadi.

"Nah, bagus. Ayo, silakan masuk." Noke menoleh pada Holkay yang terlihat tidak suka. "Ayolah, Holkay. Kami tidak akan macam-macam dengan pacarmu. Tenang saja."

Sia dan Holkay sama-sama terperanjat mendengar celotehan Noke tanpa beban itu. Tanpa rasa bersalah, pria itu melenggang pergi masuk ke pondok terlebih dahulu. Meninggalkan Sia dan Holkay yang kini kembali canggung.

"Ahaha, pria itu suka bercanda rupanya. Bisa-bisanya kita dibilang pacaran. Lucu ya, kan?" Sia berusaha mencairkan suasana.

"Kau tidak sengaja melakukan ini, bukan?" ucap Holkay seolah mengalihkan pembicaraan.

DARKNESSDonde viven las historias. Descúbrelo ahora