Bulir 21 : Show Time

92 13 4
                                    

Suku Heilige menghentikan kegiatan membenahi perkampungan mereka. Mereka semua mempersiapkan diri untuk hari ini. Di mana ritual besar akan diadakan untuk perubahan besar dalam kehidupan mereka dan juga seluruh Estonial. Sekelompok orang yang hidup menyendiri di ibu kota lama Estonial, Dominion. Di sini mereka berjuang melawan kegelapan yang akan menghancurkan Estonial, di mana orang-orang modern sama sekali tidak mengetahuinya. Meski begitu mereka tetap bertahan dengan harapan setelah hari ini berlalu mereka akan kembali mendapatkan kehidupan damai mereka, tanpa adanya ketakutan, kekhawatiran akan kehadiran sosok Stealth.

Hari ini semua orang memakai pakaian serba putih. Mulai dari anak-anak sampai orang tua mengenakannya dan juga mencoret kedua pipi mereka dengan cat warna merah. Yang terbuat dari tumbukan daun.

Para pria menangkap ikan dan juga binatang-binatang liar yang dapat mereka temukan. Para wanita memasakanya menjadi aneka ragam olahan. Anak-anak menyanyikan lagu-lagu suku mereka dengan iringan tabuhan ala kadarnya.

Pagi itu adalah pagi yang sangat mengejutkan bagi Sia. Saat dia diizinkan keluar dari kurungannya, semua orang memberi hormat padanya termasuk Marsala. Mempersilakan Sia untuk duduk di hadapan beragam makanan yang membuat liurnya menetes. Sia lapar tentu saja. Dia hanya makan sedikit tadi malam karena perasaannya campur aduk memikirkan nasibnya juga prianya, Sia yang beranggapan demikian, yang tidak ada kabar.

"Bo-bolehkah aku makan?" tanya Sia ragu-ragu. Pasalnya dia duduk sendiri di depan meja penuh makanan sementara yang lain berdiri mengawasinya.

"Makanlah semua yang kau inginkan," ujar Ramyan, wanita yang sering dia jumpai sejak dia dikurung di sini.

Sia melirik makanan. Banyak yang dia makan. Tadi malam dia sudah memutuskan akan melarikan diri. Kejanggalan dan keresahan hatinya menang. Dia takut, tapi masih menaruh kepercayaan pada Holkay. Berharap bukanlah pria di dalam mimpinya. Maka dari itu dia harus kabur dan mencari Holkay dan Armenia. Untuk Candles, entah mengapa Sia tidak terlalu yakin dengan pria murah senyum itu. Sekarang yang terpenting adalah mengumpulkan banyak tenaga.

Sia tidak peduli lagi, tangannya mulai bergerak lincah mengumpulkan makanan dalam satu piring besar di hadapannya. Tidak lupa dia meminum segelas air penuh dan memulai perangnya. Menghabisi makanan.

"Semuanya sudah selesai," ujar Candles pada Marsala yang berdiri tak jauh dari tempat Sia makan.

"Bagus. Kau bertugas memimpin perjalanan membawa Sia ke Danau Porte. Aku akan ke sana lebih dulu bersama beberapa para orang tua yang cerewet," ujar Marsala sembari melirik beberapa pria tua yang memiliki peran penting dalam suku mereka, tapi tidak memiliki kekuatan spriritual yang tinggi.

"Dan bagaimana dengan kepala suku?" tanya Candles tentang Holkay.

"Jangan khawatirkan kepala suku kita yang baru. Aku yang mengurusnya. Tugasmu hanya membawa Sia sampai ke sana sesuai rencana. Pergilah menemui Guran untuk mengambil keperluan untuk menahannya." Marsala berbicara dengan mata memandang ke arah Sia yang nampak menikmati makanannya.

"Baik." Candles sedikit membungkuk lalu segera pergi sembari melirik ke arah Sia yang ternyata melihat ke arahnya. Gadis itu tersenyum dengan mulut penuh serta melambaikan tangan yang memegang sendok. Candles hanya menganggukkan kepala lalu berjalan lebih cepat. "Ah, aku lupa untuk tersenyum." Candles tersenyum sendiri.

Dia menghentikan langkahnya sejenak, menoleh ke arah Sia yang sudah melanjutkan peperangannya di meja makan. Candles tidak bisa tersenyum seperti biasanya. Membayangkan gadis itu seperti seekor sapi yang diberi makan terlebih dahulu sebelum disembelih. Pandangan Marsala ke arahnya membuat Candles tersadar dan segera keluar dari aula besar untuk menemui Guran untuk mengambil sesuatu yang dikatakan Marsala.

DARKNESSWhere stories live. Discover now