Bloodthirst 2

621 47 10
                                    

Bobby berdiri di balkon sambil memegang segelas cocktail. Angin malam meniup lembut rambutnya, membawa wangi tanah basah.

Ya, malam ini sedang hujan gerimis di Lyon, di mana bintang-bintang bersembunyi di balik awan gelap, dan bulan, yang meskipun tidak sedang purnama tapi seharusnya masih bersinar cukup terang, tidak terlihat sama sekali.

Pria itu menyapukan pandangannya ke taman besar yang terlihat dari balkon.

Parc de la Tête d'Or , taman kota terbesar di Prancis. Di siang hari, taman ini begitu cantik, dengan danau besar yang terlihat berkilauan di musim panas, di mana pengunjung dapat berperahu bersama. Bobby sendiri samar-samar ingat pernah berperahu di tempat itu bersama mino, dahulu saat keduanya masih anak-anak dan hanya tahu bermain saja..

Ketika Diable belum ditemukan.
Sedangkan saat ini, di malam hari, tak seorang pun berani berada di taman itu. Bagaimana tidak? Dengan ancaman adanya vampire di setiap sudut, tidak ada orang waras yang bersedia berada di luar malam-malam, kecuali para petugas Bloodshield yang sedang patroli dan interpol, yang kalau dilihat dari gedungnya yang masih menyala terang, masih bekerja di jam-jam selarut ini. Sejak munculnya ancaman Diable, bisa dibilang kehidupan malam di Prancis –tidak, di seluruh dunia, lumpuh total.
'Diable.'

Minum seteguk dari gelas cocktailnya, Bobby kembali menghirup udara malam Lyon. Jiso mengajukan permintaan yang cukup berat.
'Darah Diable' , Bobby tersenyum sendiri, sebuah senyuman pesimis. Bagaimana bisa mendapatkan darahnya kalau keberadaannya saja tidak bisa dilacak? Kalaupun bisa ditemukan, melihat kekuatannya yang luar biasa itu, bagaimana bisa melukainya? Terakhir kali Diable terluka, itu lima tahun yang lalu di tangan Mino. Sebuah luka yang menurut Hanbin pasti akan berbekas, luka sayatan di pinggul kiri sepanjang 20 cm. Lalu bagaimana mencarinya? Apa Bloodshield harus memeriksa penduduk Prancis satu per satu sampai menemukan orang dengan bekas luka seperti itu? Bisa-bisa penduduk Paris sudah mati setengahnya sebelum metode itu selesai.

"Itu berbahaya, tahu," suara Junhoe terdengar dari belakang bobby. Sang Inspektur hanya memandangnya penuh tanya, membuat si pemuda berambut pirang bangkit dari posisi terlentangnya di tempat tidur. Ia menunjuk ke arah pintu balkon yang terbuka.

"Berada di udara terbuka malam-malam begini. Bisa-bisa vampire masuk dan menyerangmu," kata Junhoe lagi, membuat Bobby tersenyum kecil dan menutup pintu balkon sebelum masuk ke kamar.

"Terima kasih telah mengingatkanku, Juneya"

Ya, mereka berdua telah sepakat untuk saling memanggil dengan nama depan saja sejak tadi sore, saat bobby kembali menemui June dan jenny di rumah sakit. Keduanya tinggal di sana saat bobby pergi ke Laboratory Jean Marieux, menemani Baekhyun membuat laporan medis tentang insiden TGV kemarin. Dan sepulangnya dari rumah sakit, ketiganya menuju ke hotel untuk beristirahat. Junhoe agak ragu untuk ikut, sebenarnya, karena ia tidak ikut membayar kamar, tapi bobby berhasil meyakinkan pemuda itu untuk berbagi kamar dengannya, mengatakan bahwa ada atau tidaknya Junhoe, Bobby tetap harus membayar jumlah yang sama untuk kamar hotelnya.

Mendengar ucapan terima kasih Bobby, Junhoe tersenyum malu-malu, membuat Bobby harus menahan diri untuk tidak mengacak rambut pemuda itu sekali lagi.

"E-eh, sama-sama, Bob-by," balas junhoe.

bobby menyadari dari nada suaranya bahwa junhoe harus belajar membiasakan diri untuk memanggil bobby dengan 'Bobby' saja. Tapi mereka masih punya banyak waktu untuk itu..

Pria berambut ungu itu berjalan menuju coffee table untuk meletakkan gelas cocktailnya, tapi berhenti saat melihat begitu banyak makanan di atas meja.

"Apa ini, June?" ia bertanya, sedikit terkejut.

Pemuda berrambut hitam itu langsung berdiri dari posisi duduknya di pinggir tempat tidur dan mendekati coffee table yang dimaksud bobby. Dengan bersemangat, ia mulai menjelaskan,

ONESHOT BOBJUNWhere stories live. Discover now