Seperti biasanya, Aktar selalu rutin menemaniku setiap kali kontrol ke dokter kandungan di hari Sabtu. Tapi begitu sampai di klinik, suster mengabarkan bahwa dokternya tidak praktek karena sedang seminar di singapore. Berhubung kehamilanku sudah memasuki tujuh bulan, aku tidak berani menunggu sampai sabtu berikutnya. Jadi aku dan Aktar memutuskan untuk memeriksakan kandungan di rumah sakit saja.
Saat sedang antri menunggu giliran dipanggil, aku menyiapkan beberapa pertanyaan ke dokter terkait kondisi kehamilanku yang agak aneh. Saat memasuki bulan keenam, kenapa kakiku bengkak dan terasa sakit? Kondisiku pun makin payah sejalan dengan bertambahnya usia kehamilan. Selain itu pipisku juga berbuih padahal biasanya tidak seperti itu. Belum sempat aku memikirkan pertanyaan lain, tiba-tiba Aktar mencolek lenganku dan menunjuk ke arah suster yang ternyata sudah memanggil namaku.
"Ibu Arimbi?" tanya suster tersebut saat aku dan Aktar menghampirinya.
"Iya, Sus."
Kemudian dia menyuruh kami masuk. Setelah itu tekanan darahku diukur dan timbang berat badan juga. Aku cukup kaget melihat angka 62 di angka timbangan. Wah, ternyata beratku nambah banyak. Padahal sebelum hamil berat badanku hanya 47 kg.
"Ibu pusing?" tanya suster yang nampak panik saat mengukur tensiku.
"Sekarang?" tanyaku balik.
"Iya, Bu."
Aku bergeleng. "Enggak tuh Sus, emang kenapa ya?"
"Ini tekanan darahnya tinggi sekali Bu, 160."
"HAH???" aku dan Aktar sama-sama terkejut.
"Coba kita ukur tensinya 15 menit lagi ya Bu, siapa tahu karena tadi Ibu habis jalan kesini."
"Iya, Sus." Aku mengangguk.
Memang sejak awal kehamilan tekanan darahku sudah di atas normal. Tapi biasanya tensiku hanya 140, tidak pernah mencapai 160. Memikirkan itu membuat pikiranku menjadi tidak karuan karena takut terjadi sesuatu dengan kandunganku.
Setelah menunggu lima belas menit, aku pun ditensi ulang dan hasilnya malah menunjukkan angka 170/130. Selanjutnya dokter itu melakukan pemeriksaan pada kandunganku. Rasa takut mulai menghampiriku, ketika dokter meminta suster itu mengambil sampel urin milikku untuk di tes.
Setengah jam berlalu, hasil tes urine pun sudah keluar. Dengan seksama dokter Benitha, Sp. Og memeriksa dan menganalisa secarik kertas yang yang ada di tangannya.
"Dari hasil lab ini, dikatakan adanya protein urine +2 dan berat badan bayinya hanya 500 gram. Padahal di usia kandungan 7 bulan, seharusnya berat badannya mencapai 1 kg," jelas dokter Benitha kepada kami berdua.
"Maksudnya apa Dok?" tanya Aktar bingung.
"Artinya istri Anda harus diopname sekarang juga. Dia suspect Pre-eklamsia," jawabnya tegas dengan menatap Aktar. "Pre-eklamsia adalah kenaikan tekanan darah pada ibu kehamilan di atas 20 minggu yang ditandai dengan adanya protein dari pemeriksaan urin. Jika penyakit ini tidak ditangani, bisa terjadi komplikasi seperti kejang atau koma, yang disebut dengan Eklamsia. Kondisi seperti ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian Ibu dan janin."
Mendengar penjelasan dari dokter Benitha rasanya aku seperti terkena sambaran petir di siang bolong. Aku melirik raut wajah Aktar yang tampak pucat, ternyata dia sama terkejutnya dengan diriku.
