Jeda.

17.5K 831 5
                                    

Setelah pergulatan panjang dalam kepala, aku memutuskan untuk kembali menghadapi luka yang kembali terbuka, setelah sekian lama tak kunjung reda.

Sepanjang perjalanan, ingin rasanya ku tabrakkan saja mobil ini ke jurang agar aku tak perlu menemuinya.
Namun, semakin aku menghindar, semakin tak menentu yang aku rasa.

Ya, aku menemuinya.
Langkahku amat berat, keputusan ini tak mudah.

Namun percuma, ragaku terlanjur melewati pintu masuk.

Tepat di meja paling pojok, berbalut kemeja monokrom kesukaannya, ia menunggu sambil terduduk. Termenung, memainkan jemari, dan menatap kopi dalam gelas yang perlahan kehilangan hangatnya.

Langkahku membatu. " apakah aku seberani itu? Menemui luka lamaku? " gumamku dalam hati yang sebenarnya sudah tak berbentuk lagi. Namun percuma, tak ada lagi jalan untuk mundur. Matanya terlanjur menangkap bayang ragaku.

" Rin! Sini..!"
Sambil tersenyum ia melambaikan tangan yang dulu selalu dalam genggamku.
Aku, tersenyum lirih. Palsu, namun hanya itu saja tamengku.

Aku melangkah menuju meja itu. Duduklah kami berdua, dengan senyum yang kaku, dan rasa bersalah yang bersarang dalam dada.

" ada apa, mas? "

" terima kasih ya, sudah bersedia menemuiku. Sudah meluangkan waktumu, untukku. Aku senang melihatmu baik-baik saja. "

" oh, tidak.. aku hanya sekalian lewat jalan ini tadi, jadinya tidak bisa lama-lama juga. Bukan dikhususkan untuk menemuimu saja. "

Tampak jelas senyum itu pertanda rasa tak nyaman hati terhadapku. Aku, berusaha mengalihkan pandanganku pada beberapa ornamen dekorasi Rustic yang ada diruangan.

" aku minta maaf. "

Mataku, langsung tertuju pada jemari yang terus saja mencubiti lengan pemiliknya sendiri.

" minta maaf untuk apa,mas? "

" untuk apapun yang sudah mas lakukan ke kamu. Mas gelap mata saat itu. Mas sadar kalau kamu satu-satunya. "

Aku tertawa kecil, kembali ku alihkan pandanganku pada gedung-gedung yang terlihat kecil dari atas sini. Berkali-kali aku menghela nafas, mengusap tubuhku sendiri;menenangkan diri sendiri.

Jikalau kau tanya rasanya seperti apa, aku tak tahu pasti. Seperti, kau rasakan dirimu hancur, dan utuh disaat yang bersamaan.

" itu, sudah jauh.. sudah lama, terlewat. Aku, sudah lupa. Dan aku sudah lama mengikhlaskan " kita " yang tak pernah jadi nyata. "

" mas kenal kamu. "

" tentu, akupun begitu. Terlepas apapun yang menimpa kita, mas temanku. Tentu kita mengenal. "

Hatiku semakin tak karuan, kala tak sengaja mataku melewati bola matanya yang tepat tengah memandangiku, berlinang air di pelupuk mata pria yang dulunya amat ku kasihi.

Rasanya, aku hidup yang tak hidup, aku mati yang tak mati.

" mas tau kamu sedang berusaha menahan sesuatu, kamu menolak untuk menatap mataku. Aku tau ada sesuatu yang tak tuntas dalam dirimu tentang kita "

Nafasku? Nafasku tak karuan. Mungkin saja paru-paruku sudah tumbuh kaki dan meronta ingin keluar dari tubuh ini.

" kamu kesambet apa,mas? Engga lah, wong aku lagi liatin jalan kok.. gak tuntas apanya? Engga, aku beneran udah baik-baik aja.. nih aku udah menyempatkan diri untuk bertemu kamu. Sudah,kan? "

" ya, kamu adalah Rindu ku. Yang tak pernah bisa berbohong dalam keadaan apapun itu. "

Apa aku salah bicara?
.
.

Luruh [ FINISH] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang