09 ✏️ Calon Mertua

Start from the beginning
                                    

"Hish, jadi cewek itu seperti Mbak Nia dong, anggun gitu, masa nyablak seperti gini." Arfan mengacak rambut Oryza.

"Anggun apanya? Orang tadi pagi juga dibangunin Ibu. Coba aja kalau Mas Arfan nggak ke sini pasti Zuhur baru bangun, dia," sewot Oryza.

Kania yang mendengar adiknya mulai mengeluarkan jurus ngeyelnya, beranjak dari dapur menuju ke sumber suara sang adik.

"Ish, mandi sana. Masa iya sih, Dik, nemuin tamu belum mandi seperti gitu, malu tau," kata Kania menyuruh adiknya segera mandi.

Oryza segera berlari menghindar dari cubitan kakaknya. Sebenarnya Kania dan Oryza itu hampir mirip malasnya jika mereka berada di rumah. Yang membedakan adalah Kania cukup satu kali peringatan dia langsung bangkit dan melakukan pekerjaan sesuai instruksi sementara Oryza butuh dua sampai tiga kali peringatan baru akan bangkit dan melakukannya.

"Mas sudah sarapan? Ibu masak botok tawon loh." Kania yang tahu makanan favorit Arfan langsung main tembak.

"Beneran? Kok Ibu yang masak?"

"Iya bener ada itu, sarapan dulu yuk. Lah memangnya kenapa kalau Ibu yang masak?" tanya Kania.

"Kapan Dik kamu yang masakin? Apa pun pasti aku makan," kata Arfan tersenyum kecil sambil mengekor Kania menuju ruang makan.

Pandangan Arfan menyapu seluruh ruangan, mencari sesuatu yang belum dia temui di rumah Kania.

"Ayah dan Ibu di mana, Dik? Rumah kok sepi?" tanya Arfan ketika Kania mulai menyendokkan nasi beserta lauknya ke piring untuknya.

"Ayah kan anterin pupuk, Mas, Ibu ada di kandang lah, jam segini."

"Nggak enak ah, masa iya mas makan tapi belum bertemu dengan beliau."

"Mas sih datangnya kesiangan."

"Tahu gitu nginep aja ya semalam, nggak usah pulang ke rumah. Toh juga sama ujung-ujungnya tidur," kata Arfan sebelum berdoa untuk mengawali sarapannya.

Mata Kania menatap dengan tajam pada laki-laki yang dengan santainya mengunyah makanan seolah tanpa beban mengatakan semuanya. Tanpa dia sadari, hati Kania rasanya sudah bergolak ingin keluar dari tempatnya.

"Jangan dong," kata Kania namun ketika Arfan menatapnya dia memutuskan kontak mata dan memandang ke arah yang lain.

"Cie, bidadari Mas malu ya? Iyalah Mas juga paham, Dik, seperti itu."

"Bukan malu, Cuma--"

"Cuma apa?"

"Cuma, tadi kata Ibu, kalau Mas masuk kamar Nia sebelum halal mau disunat lagi sama Ayah. Mas mau?" Kania bercerita sambil bergidik ngeri.

Tiba-tiba Arfan tersedak mendengar kalimat Kania. Lalu dengan spontan Kania langsung memberikan gelas berisi air untuknya.

"Pelan-pelan mas, kesedak kan jadinya?"

Arfan tertawa lirih, kemudian menunjuk pada bahunya untuk bisa ditepuk Kania supaya cepat menghilang tersedaknya. Kania menurut menepukkan telapak tangannya dengan lembut.

"Emang kamu mau, masmu ini disunat lagi sama Ayah?" tanya Arfan pelan kemudian keduanya tertawa bersama.

"Arfan? Sudah lama?" tanya Ayah Kania yang tiba-tiba muncul saat keduanya sedang tertawa bersama di meja makan.

"Ayah. Alhamdulillah, baru saja, ini langsung disuruh makan sama Nia. Masakan Ibu emang jos, top markotop. Botok tawonnya beneran maknyus," puji Arfan menjawab pertanyaan Pak Hilman kemudian mencium tangannya.

"Nah itu yang membuat Ayah semakin jatuh cinta sama ibunya Kania," jawab Pak Hilman kepada Arfan.

"Nah itu, Dik, bisa dicontoh Ayah ini. Belajar masak dari Ibu ya? Biar Mas bisa semakin cinta seperti Ayah." Candaan Arfan sontak membuat pipi Kania memerah tersipu-sipu.

SQUADRON CINTA [Terbit]Where stories live. Discover now