20. Pengganggu

76 9 9
                                    

"Nggak usahlah lo nangis buat orang yang bahkan belum berjuang buat lo."

- Rainasta Manuel  -

✴✴✴

"Lo ada perlu apa lagi sih?" tanya Giana ketus pada Asta.

Ya. Orang yang kembali membunyikan bel rumahnya adalah Asta. Orang yang sama, yang baru beberapa menit lalu pamit pulang, entah untuk alasan apa ia kembali tetapi yang pasti malam ini cowok itu sangat menganggu.

"Ikut gue sekarang."

Kalimat yang dilontarkan Asta membuat Giana menaruh curiga. Untuk apa cowok itu mengajaknya pergi di saat sekarang di saat jam sudah menunjukkan hampir pukul sepuluh malam? Pertanyaan di otaknya membuat Giana kembali menyahuti ucapan Asta.

"Mau kemana sih? Plis, Asta. Gue lagi nggak mau bercanda sekarang."

Giana menunggu jawaban darinya, namun Asta diam dan lebih sibuk membuka ponselnya ketimbang menjawab pertanyaannya.

"Sorry, gue nggak bisa. Kita berdua baru dua kali ketemu dan walaupun lo temen kakak gue tapi, ini udah malam." Ucapan Giana akhirnya membuat Asta mendongakkan wajahnya. Asta ingin mengucapkan sesuatu tetapi Giana dengan cepat mengangkat tangannya tanda ia belum selesai berbicara.

"Gue capek, otak gue lagi sakit jadi mending lo pulang aja deh," Giana mengucapkannya sambil mencoba menahan emosinya dan agar lebih sopan kepada cowok itu.

Asta terkekeh dan bersamaan dengan itu ia menyodorkan ponselnya pada Giana yang menampilkan room chatnya dengan Aldi. Dengan cepat Giana menerima ponselnya dan membaca pesannya.

"Emang dasar tuh anak. Seenaknya aja perintah-perintah anak orang," Asta mengangguk-anggukkan kepalanya setuju dengan pendapat Giana setelah ia selesai membaca isi pesan mereka berdua.

"Tebingnya di mana sih?" tanya Giana penasaran. Ia tak pernah tahu kalau tempat itu sering dikunjungi kakaknya.

"Udah ikut aja."

Asta mengambil langkah lebih dulu menuju motornya dan diikuti Giana setelah ia mengunci pintu rumahnya.

Giana merasa sangat aneh dan semua kejadian ini membuatnya kebingungan. Karena keterpaksaan, ia hanya bisa menuruti ucapan Asta dan ikut bersama cowok itu.

✴✴✴

"Tempat apa nih?" tanya Giana.

Asta membawanya ke sebuah tebing. Tempat ini baru pertama kali didatanginya. Giana terus mengamati sekelilingnya dan di atas tebing tak jauh dari posisi berdirinya, ia melihat sebuah Mini Van tua.

"Ini tempat kumpul-kumpul kita. Biasanya kalo lagi senggang yah kita sering ke sini." Jawab Asta. Keduanya pun naik ke atas menuju Mini Van.

Giana memeluk tubuhnya erat saat angin berhembus dengan cukup kuat mengingat hari sudah malam dan ia berada di tempat yang cukup tinggi maka, wajar saja ia merasa kedingingan.

"Asta! Lo bohongin gue ya? Mana Kakak gue?" ucap Giana kesal karena nyatanya tidak ada siapa pun ketika ia melihat ke dalam Van tersebut.

"Bentar, dia lagi ke supermarket." Jawab Asta datar. Ia berjalan mendahului Giana dan langsung duduk di dalam Van yang dibaru ia buka itu.

Tanpa ragu, Giana duduk di salah satu kursi kecil di samping Van yang menghadap ke pemandangan kota di malam hari.

Kelap kelip lampu kota tampak mendominasi. Cahaya Lampu-lampu tersebut layaknya bintang namun, bukan bertebaran di atas langit malam melainkan berasal dari gedung-gedung bertingkat dan rumah warga. Tak kalah dengan kelap-kelip lampu, bintang di langit juga bersinar terang bersanding dengan bulan.

GianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang