Bab 24 Inginku Tidak Perlu Ada Saling Menyakiti

261 19 0
                                    

Kedatangan kedua mertuanya pagi tadi sempat mengacaukan jadwal dan pikiran Hendra. Kalau jadwal bisa di atur ulang, lha yang susah itu ketika fikiran kacau, maka salah satu solusinya adalah refreshing di tempat yang menenangkan. Pilihannya jatuh pada Café di dekat Alun alun Kediri, meski di tengah kota, namun tempatnya cukup luas dan tidak terlalu rame. Memiliki parkiran yang luas dan teduh.

Sudah jam pulang, selesai sholat maghrib di masjid dekat kantor, Hendra berniat mampir ke Café itu. Sebuah pemberitahuan pesan masuk membuat smartphone Hendra bergetar. Hendra yang sedang mengemudikan mobilnya melirik sekilas smartphone nya yang diletakkan di atas dashboard. Baru di lihat setelah berhenti di lampu merah.

Dari Dinda, Hendra meletakkan kembali smartphonenya dan menginjak gas perlahan mobil kembali melaju, setelah warna lampu menyala hijau. Ada rasa bersalah menyelusupi hati Hendra, ketika harus mendiamkan Dinda sekian lama. Janji janji akan menikahi Dinda yang pernah Hendra sampaikan yang mengganggu pikirannya saat ini.

Di buka jendela mobilnya sebagian, dimatikan AC mobil, semilir angin malam menyentuh kulit wajahnya segar. Perlahan di belokkan mobilnya menuju café yang biasa di jadikan tempatnya nongkrong. Waktu masih menunjukkan angka 6.30 malam. Di hentikan mobilnya di tempat parkir di samping café.

Hendra menekan tombol memasang alarm mobil. Hendra mengambil tempat duduk di pojokan, yang tidak terlihat dari luar. Hari ini Hendra ingin sendirian, menikmati suasana malam yang cerah. Di temani secangkir kopi hitam, Hendra membuka laptopnya dan memeriksa email dari para klien.

Lagi lagi sebuah chat dari Dinda masuk.

Dinda : Sepi

Dinda : Mungkin takdirku seperti ini ya, selalu kesepian.

Dinda : Semoga kamu baik baik saja.

Hendra menekan tanda sampah, tapi jemarinya terhenti di udara. Di geser layar smartphone nya.

Hendra :Maaf

Dinda :Akhirnya, kemana saja sih?

Hendra :Nggak kemana mana, kamu yang kemana mana kan?

Dinda :Aku?

Hendra : Iya,

Dinda :mungkin waktu aku ke Malang

Hendra :ow...

Benar kata Maya, Dinda pulang kampung.

Dinda :Aku sudah bicara pada ibuku

Hendra :tentang apa?

Dinda :Tentang kita

Hendra :Bagaimana dengan reaksi ibumu?

Dinda :sama saja, Ibu memintaku menjahuimu.

Hendra :ow.

Dinda :Bagaimana kalau kita menikah siri saja?

Hendra terbatuk tersedak camilan yang baru saja di masukkan dalam mulutnya. Segera diminumi secangkir kopi.

Hendra :Resikonya terlalu berat.

Dinda : Kalau kita sudah menikah siri, mereka semua tidak akan bisa berbuat banyak untuk memisahkan kita.

Hendra :Inginku tidak perlu ada saling menyakiti.

Dinda terdiam membaca balasan chat dari Hendra. Mencoba memaknai apa yang sedang difikirkan lelaki itu. Apakah ada cara lain agar apa yang di inginkan Hendra dapat dimiliki semua. Maya dan dirinya tanpa ada yang terluka? Sedangkan Maya sendiri jelas jelas menentang kehadirannya. "Mama.. Alin mau kerumah teman."

DIANTARA KITA [END]Where stories live. Discover now