Bab 27 Aku Tidak Berniat Membunuhnya

432 17 2
                                    

Mobil pemadam kebakaran datang terlambat, rumah Hendra dan Maya sudah berantakan. Dengan mobil Hendra, Izza di bawa ke rumah sakit terdekat. Di dalam gendongan Maya, bocah itu menangis tersedu sedu tiada berhenti. Hendra memacu mobilnya secepat mungkin, bagai terbang.

Sampai di ruang UGD, Izza segera di tangani petugas. Petugas jaga UGD segera memberikan tindakan sambil mengintrogasi keluarga yang menemani, kronologi kejadian, terakhir tindakan paling awal dilakukan dan siapa yang melakukan. Hendra yang terus mengawasi keadaan Izza, Maya sendiri hanya menangis di ruang tunggu keluarga. Tangannya terus gemetaran sambil menggigiti kukunya hingga beberapa mengeluarkan darah karena gigitan mulai mengenai jari tangan. Beberapa perawat bisik bisik mengamati.

"Bapak juga terluka, mari saya bersihkan lukanya." Hendra mengalihkan pandangannya menatap perawat laki laki yang berdiri di depannya. Di pandangi tangannya yang mulai terasa perih.

"Mari Bapak duduk di sini." Perawat bername tag Edo itu mempersilahkan Hendra duduk di ranjang pasien.

"Putri Bapak sudah tertangani dengan baik, bapak harap tenang dulu."

Hibur perawat itu sambil membersihkan luka luka Hendra, luka gores maupun luka karena pecahan pecahan kaca yang agak masuk menusuk daging tangan Hendra.

"Pak, wanita berkerudung hijau itu keluarganya Bapak?" Hendra mengikuti arah telunjuk seorang wanita berpakaian perawat yang bernama Ami. Hendra mendapati Maya terlihat terlalu cemas.

"Iya, itu istri saya."

"Sepertinya dia sedang menderita depresi berat Pak, dari tadi kuku tangannya terus digigiti hingga berdarah, ijinkan kami menangani."

"Iya, silahkan mbak." Hendra menatap Maya iba, beban fikirannya terlalu berat, hampir saja Izza mati di tangannya, anak anak sepertinya tidak aman berada di dekat Maya, apa yang seharusnya di lakukannya?

****

Fikiran Maya terus mengulang pada kejadian kejadian yang baru saja dialami, gunjingan di warung, kata kata hinaan tentang suami dan dirinya. "Emang lakinya siapa sih kok ganjen banget? Tau ada janda kembang langsung di pepet ajah."; "Sebenarnya bukan hanya lakinya aja yang ganjen, itu istri si laki yang nggak becus njagain mata suami biar gak jelalatan. "; "Kalau ketahuan lakinya, kita hujat juga istrinya, ajari gimana ngurusi suami yang bener itu. "

Juga tentang potongan kejadian ketika menyadari dirinya hampir membunuh darah dagingnya sendiri; Izza di bekap dengan tangannya, keadaan kamar yang gelap. Tangisan Izza yang tiba tiba terhenti.

"Buka pintunya Maya! Buka!";"Izza Mas, tolong! Izzaa!";"Ya Alloh, buka pintunya Maya!!" Hendra yang panic, Brakk! Pintu tergetar, Brakk! Muncul wajah Hendra yang bersimbah peluh dan merahnya darah. Izza terkulai lemah di lantai. Rumahnya hancur berantakan.

Bagaikan film trailer, yang terus mengulang ulang adegan menyeramkan itu, membuat Maya terus menerus resah. Dengan gumaman, "Aku tidak berniat membunuhnya."

"Maaf bu, boleh saya membantu ibu menenangkan fikiran ibu?" Maya terkesiap kaget. Wajahnya memucat. "aku tidak bermaksud membunuhnya, sumpah aku tidak bermaksud membunuhnya." Tangan Maya terus menerus menapik dan menolak ajakan perawat bernama Ami itu.

Beberapa perawat laki laki di dekat Ami ikut mendekat, salah satunya membisikkan sesuatu pada yang lain. Yang terdengar di telinga Maya justru kata kata hinaan,"Emang lakinya siapa sih kok ganjen banget? Tau ada janda kembang langsung di pepet ajah."; "Sebenarnya bukan hanya lakinya aja yang ganjen, itu istri si laki yang nggak becus njagain mata suami biar gak jelalatan. "; "Kalau ketahuan lakinya, kita hujat juga istrinya, ajari gimana ngurusi suami yang bener itu. " Maya membulatkan matanya, dia mendengar bisikan mereka. Dan mereka membicarakan dirinya dan suaminya.

DIANTARA KITA [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt