BAB 2

3K 193 16
                                    

     Malam itu setelah mengantarkan Aldo Yasa menggembok pagar kostan, sementara Evan dan Indra berjalan menuju teras depan masuk ke dalam. Yasa pun menyusul mereka dan masuk ke dalam.

     "Kalian mau makan apa?" tanya Yasa sambil mengunci pintu depan dan duduk di meja makan.

     "Gak ada yang lewat ya? Tumben, hmm ya udah deh kita masak mie rebus aja deh." Kata Evan sambil membuka lemari tempat persediaan makanan instan. Indra pun mencuci gelas dan membantu Evan membuat makan malam.

     "Semoga malam ini kita tidur nyenyak ya." kata Evan.

     "Emang kenapa tiba-tiba lu bilang gitu?" tanya Yasa.

     "Hmmm... Anuuu.. Hmm.." jawab Evan gugup.

     "Gua paham kok, mungkin maksudnya Evan karena gua udah dateng ke makam Jingga jadi dia berharap kita gak akan di gangguin lagi." jawab Indra menunduk sambil meletakkan gelas di rak piring.

     "Bukan gitu Ndra, maaf gua gak ada maksud kesitu, cuma kita kan sempet kurang tidur." kata Evan. Sementara Indra mengangguk dan masuk ke dalam kamar. Evan pun hanya menatap Indra dengan bingung.

     "Elu sih. Indra jadi ngerasa gak enak kan. kata Yasa.

     "Lah, gua gak maksud begitu Yas. Tapi emang bener, kita kemarin kurang tidur." jawan Evan sambil berjalan menuju kamar. Namun Yasa memegang tangan Evan dan menggelengkan kepala.

     "Udah biarin dia tenangin hati dulu." kata Yasa.

     "Indra kok jadi berubah sih?"

     "Ssstt.....! Udah..." sahut Yasa sambil memberikan tanda telunjuknya didekatkan ke bibirnya yang persegi. Evan pun mengangguk dan membalikkan badan untuk melanjutkan membuat makan malam.

     Setelah matang Evan meletakkan tiga mangkuk berisi mie rebus, dan menyiapkan sendok dan garpu.

     "Yas, panggil Indra gih, biar kita makan malam bareng." kata Evan.

     "Iya." jawab Yasa singkat dan beranjak dari duduk nya masuk ke dalam kamar. Dengan perlahan Yasa membuka pintu kamar melihat Indra yang duduk menghadap tv sambil terdiam. Yasa pun menghampirinya. "Ndra, lu baik-baik aja kan? Maafin Evan, dia gak maksud begitu."

     "Gua ngerasa bersalah akan kejadian itu Yas!" kata Indra dengan mata berkaca-kaca.

     "Hei man! Lu gak salah, udah, lupain, yang penting lu udah datang dan mendoakan ke makam Jingga. Lu jangan ngerasa bersalah, kita juga masih tetap anggap lu sahabat kok karena lu udah jujur sama kita." kata Yasa sambil mengusap punggung Indra.

     "Tapi Yas.. Gua gak enak selama ini gua bungkam, dan gak jujur sama kalian."

     "Yah kalau gua di posisi lu mungkin gua juga akan ngerasa dilema, tapi lu gak perlu bersikap begini. Kedepannya lu lebih belajar untuk jujur." kata Yasa. "Ya uda yuk kita makan malam, Evan udah masakin mie buat kita." sambung Yasa.

     "Makasih ya Yas, lu masih mau bersahabat sama gua." kata Indra mengusap wajahnya dengan tangan. Yasa pun mengangguk terseyum dan menepuk pundak Indra memberikan semangat. Kemudian Yasa da Indra beranjak dari duduk dan keluar kamar.

Evan pun melihat Yasa dan Indra dengan muka sedihnya.

      "Maafin gua ya Van." kata Indra memberikan jabat tangan pada Evan.

      "Ia gak apa-apa kok, gua juga minta maaf atas ucapan gua tadi." jawab Evan membalas jabat tangan dari Indra.

     "Ya udah sekarang kita makan yuk!" kata Yasa mencairkan suasana. Mereka pun akhirnya menikmati makan malam bersama.

     Jam menunjukkan pukul setengah dua pagi, terlihat cahaya lampu luar kamar yang menembus ventilasi kamar membuat kamar tidak terlalu gelap. Terdengar suara kipas angin yang menyejukkan suhu ruangan. Terlihat Indra dan Yasa tertidur nyenyak, sementara Evan dengan mulut terbuka dan kaki yang terangkat ke tembok membuat sprey kasurnya terlihat berantakan. Gagang pintu seperti bergerak sedikit, suara denyitnya membuat terdengar dalam kesepian di kamar itu. Perlahan sekelebat bayangan putih melewati depan pintu, bau wangi dan hawa dingin pun menjadi pertanda akan kehadirian sesuatu. Yasa mulai terjaga, perlahan ia membuka matanya melihat langit-langit kamar yang terbias oleh pantulan cahaya lampu. Yasa berusaha mempertegas bau wangi itu. Ia pun sedikit terkejut mendengar seperti suara tangisan dari dalam kamar mandi. Perlahan Yasa melirik ke arah pintu kamar mandi. Namun suara itu menghilang.

     "Nggoooooookkkkk!! nyam.. nyam nyam.." suara tarikan nafas dari Evan saat ia membalikan tubuhnya ke arah tembok, membuat Yasa langsung sigap memandang Evan. Setelah suasana sedikit tenang Yasa memejamkan mata untuk melanjutkan tidurnya. Namun ia tak menyadarinya ada sosok mata putih yang melihat dirinya dari kaca.

JINGGA 2 (BAB 1 s/d BAB 38 ).. End ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang