Semesta

25.2K 3K 939
                                    

.

Malam itu dingin. Bulan tak nampak menemani Mark yang tengah melamun di antara kumpulan kertas dan jurnal di atas meja kerjanya. Sibuk dengan pemikiran masa lalu yang indah dimana ia bahagia memainkan peran utama.

Dimana saat itu, saat ia akan menjadi Pangeran satu hari di dampingi permaisuri nan cantik jelita. Hampir serupa dengan malaikat, namun juga mirip akan matahari. Mengintip dari balik celah pintu yang terbuka, sembunyi-sembunyi menatap Permaisurinya yang ngambek kepada Papa. Mark terkikik geli, melihat sang Permaisuri Haechan yang memberengut di depan kaca rias.

"Mark Lee itu kurang ajar! Berani-beraninya ia menciumku Pa!" Adunya kepada Papa Taeil yang sibuk mengurut pangkal hidungnya. Pusing akan tingkah laku anaknya yang berlebihan.

"Kalian kan beberapa menit lagi akan jadi sepasang. Untuk apa kamu marah, nak? toh ia hanya mencium pipimu."

"Tapi kan...!" Haechan hendak protes namun tertahan karena kemunculan Mark yang tak sengaja dari balik pintu.

Ia tersungkur kedepan. Lupa, Mark lupa diri sedang bersandar di pintu yang setengah terbuka.

"Bodoh," Sinis Haechan dan di hadiahi pukulan manja dari Papa Taeil di pucuk kepala.

"Kau tak apa nak?" Tanya Papa Taeil sembari membantu Mark berdiri. Kasihan sekali menantunya harus tersungkur dan jatuh mengotori jas putih yang sudah Mark gunakan.

"Nggak apa kok, Paman."

"Eii~ kenapa Paman! Kamu harus panggil aku Papa, ya nak? Kamu kan kelak akan menjaga Haechan mengganti kan aku." Ujar Papa Taeil sambil tersenyum hangat. Membuat Mark mengangguk malu-malu.

"I-iya, Pa."

"Bagus! Kamu bisa berjanjikan menjaga Haechan meskipun ya, kamu tau? Haechan bersifat seperti serigala?" bisik Papa Taeil di kalimat terakhir. Namun di protes Haechan karena ia mendengar semuanya.

Satu anggukan mantap diberikan Mark. Memang sudah seniat itu Mark ingin memiliki Haechan.

"Aku berjanji Pa, layaknya seorang tentara kerajaan! Aku berjanji menjaga Haechan selamanya!"




Selamanya ya?




Suara tangis sang putra, membuyarkan lamunan masa lalunya. Si kecil menangis dari box bayinya di dekat ranjang Milik Haechan dan Mark. Tergopoh-gopoh ayah muda itu memggendong anaknya yang masih berumur 1 bulan. Berhati-hati agar sang anak tidak terluka dalam gendongan ala kadarnya.

"Hus hus, langit merindukan Mama iya? Langit rindu sama Mama?"

Sebuah kecupan ia hadirkan di kening sang putra kecilnya. Mencoba memberi sebuah afeksi menenangkan untuk pangeran kecil langit yang belum mempunyai nama baru. Mark menimang sang bayi pelan agar kembali pulas dalam tidurnya. Agar kembali bisa diletakkan ke dalam buaian. Meski tak hangat karena tanpa peluk sang Mama.

"Langit jika rindu Mama, panggil Mama agar cepat kembali ya sayang. Biar Papa dan Mama bisa kembali bersama. Agar langit bisa cepat bermain bersama Mama,"

Air mata tak akan pernah habis. Mark pikir begitu. Karena disetiap senja di penghujung, malam yang dingin dan juga ketika langit menangis, air matanya akan luruh. Bersamaan dengan kerinduan yang membuncah. Menginginkan Haechan cepat kembali ke dalam pelukannya.

"Waktu... memang kejam ya langit?"

Tanpa Mark sadari, di balik pintu kamarnya yang sedikit terbuka. Mommy hanya bisa meneteskan air mata. Tak kuasa melihat derita yang ditanggung Mark selama sebulan ini. Melihat mata yang terus optimis mengharapkan Haechan kembali. Terkadang, ia lihat juga lelah, sendu, pasrah. Tapi Mark tetap meminta.


Nikah Muda || Markchan ✅✅Where stories live. Discover now