I told to the sun, Dont go!

25.6K 3.1K 1K
                                    

.

Mark menatap Haechan yang telah terbuai dalam tidurnya. Menatapi wajah polos serupa bocah yang ia kenal dari dulu. Bocah jahil yang awalnya menjadi musuh namun jadi cinta kemudian. Bocah yang membuat Mark tak sanggup berpaling kelain semesta. Hanya Haechan, dengan segala tingkah laku dan sikap yang paling Mark cintai sejagat raya setelah Mommy. Yang ada di setiap doanya di setiap minggu pagi.

Mengusap pipi gembil itu, membuat Mark bertanya. Kenapa tak selamanya ia bisa bahagia dengan kehadiran Haechan disisinya? juga disertai langit yang berada diantara mereka? apakah bayarannya terlalu mahal untuk mendapatkan keduanya?

"Langit. . ." Haechan menggumam dalam tidurnya. Mau tak mau membuat jantung Mark ngilu. Seperti tersayat hingga menimbulkan seberkas air mata yang mengalir menuruni pipi.

"Nak, jangan susahkan Mama. Susahkan saja Papa. Mama jangan ya nak, Papa ingin melihatmu juga melihat Mama bersama kita...." Lirihnya beralih mengelusi perut yang sudah membuncit itu. Berharap sang anak mengerti, Bantu mama bersama kita selamanya.

Mendengar nafas teratur dari sang matahari terlelap, bagai sebuah lullaby sederhana, Mark jadi ikut terlelap. Memasuki alam bawah tidurnya. Memasuki alam mimpi indah, dengan langit biru juga pasir putih. Jangan lupakan matahari yang tersenyum cerah bersama awan di sekeliling. Begitupun laut di ujung sana.

Ada mereka dalam mimpi Mark. Ada Haechan juga langit. Semestanya yang tak sesikitpun ingin ia alihkan. Berlari, saling mengejar dan mendekap satu sama lain. Dalam balutan pakaian putih bersih, mereka bersama. Terekam dalam handycam yang Mark pegang.

"Mark! ayo kemari ~"

Haechan memanggilnya dengan senyum merekah. Begitupun langit yang melambaikan tangan. Meski tak jelas bagaimana rupa anaknya.

Perlahan mimpi itu memudar. Menarik kesadaran Mark untuk bangun. Menyabut pagi hari dengan kalimat lembut dari Haechan juga pelukannya.

"Pagi Papa,"

Sebuah morning kiss Mark berikan di kening sang Pangeran matahari. Menyambut pagi dengan senyum manis yang dapat membuatnya diabetes.

"Pagi, Mamanya langit. Ah, aku malas kerja hari ini! aku mau peluk Mamanya langit saja!" ujar Mark dengan nada sok lucunya. Menarik Haechan ke pelukan makin erat.

"Kerja, kerja! ingat Mark, kamu miskin!" Haechan tertawa bersama Mark setelahnya. Membuka pagi yang manis dan cerah seperti senyum Haechan.

"Tapi Mamanya langit udah sembilan bulanan. Entar kalau brojol yang bawa ke rumah sakit siapa?" lagi, Mark bertanya kini. Masih dengan nada aegyo sok gemas dan sok lucu milik Mark.

"Ada Paman Yangyang, Kakek Jae juga. Papanya langit gak usah khawatir. Cari uang saja sana..."

"Tapi, aku khawatir sama kamu, Chan-ah..." Mark berujar lirih. Ia gelisah akan segala hal sekarang. Banyak yang Mark khawatirkan tentang Haechan dan langit. Bagaimana kemungkinan-kemungkinan jahat yang selalu menghinggapi Mark setiap detiknya.

"Aku gak apa kok, Mark! Kamu kerja aja ya, carikan uang yang banyak biar kita bertiga bisa liburan di Paris. Ini permintaanku loh!"

Mark mengangguk mengiyakan. Apa sih permintaan Haechan yang tak dapat ia kabulkan? Segala sesuatu yang Haechan inginkan akan Mark turuti meski harus mendaki bukit yang terjal, asal..

Haechan tidak tinggalkan Mark sendirian.

"Bener loh ya, bertiga! Kamu udah janji Chan-ah,"

"Iya, iya bos! Cium jangan nih?" Haechan  menggoda Mark yang tengah memeluknya kini. Uluh uluh, gemas~~

Nikah Muda || Markchan ✅✅Where stories live. Discover now