26

2.9K 320 98
                                    

"Kenapa masih duduk di sana? Kita akan terlambat jika kau tidak beranjak Jim. " Jungkook berseru dari ujung pintu,  melengak memperingatkan Jimin supaya cepat berdiri lalu pergi bersama untuk praktikum di lantai tujuh. Namun, yang bersangkutan tidak sedikit pun menggeser pantat dari benda empat kaki itu. Jungkook tentu tidak akan biarkan ini menjadi masalah besar, pasalnya mereka sudah melewatkan lima menit terakhir hanya untuk melakukan hal yang tidak penting.

Lantas Jungkook kembali memutar tubuh; mendekat pada tempat duduk Jimin, "Ya, kau tidak mendengarku? "

Jimin menghela napas, melirik sekilas presensi Jungkook yang berdiri menjulang bersendekap di depannya. "Rasanya, tidak enak. " jelasnya membuat Jungkook menggernyit tidak mengerti. "Entahlah, sejak berangkat sekolah, rasanya penuh sekali, berdebar, ingin menangis tapi tidak bisa karena aku tidak tahu apa sebabnya. " Jimin menjelaskan lebih spesifik lagi dengan menyentuh dadanya.

"Apakah kau sedang tidak enak badan? " Jungkook mulai khawatir.

"Bukan, bukan rasa yang seperti itu. Ini lebih ke sesuatu yang kosong. Ini tidak ada hubungannya dengan keluargaku'kan? "

Jungkook juga tidak tahu harus diberi jawaban apa untuk pertanyaan Jimin yang satu ini. Dia tentu mengerti maksud Jimin, sebab dia pernah merasakan sebelumnya; saat kedua orang tuanya meninggal. Tapi ini tidak mungkin seperti itu'kan?

"Jadi, apa yang sekarang kau putuskan? Apakah kau akan pulang atau tetap di sini? " kemudian Jungkook hanya bisa memberikan jawaban dengan pertanyaan.

Jimin mendesah panjang, dia tidak habis pikir, mengapa dirinya mendadak melankolis begini? Padahal sejak tadi pagi dia telah berusaha keras mengalihkannya dengan mengganggu Jungkook atau sekedar bercanda.

"Sudahlah lupakan saja, ayo pergi. "

Jungkook membuntuti Jimin dari belakang tanpa bisa menegurnya lagi, meski tidak dapat dipungkiri dia mulai merasa lebih khawatir dan dalam hati dia menggumamkan doa.

Puk

"Kau baik-baik saja? " Jungkook menelan ludah, saat ia tersadar dari potongan kejadian sebelum kecelakaan itu terjadi. Mengingatnya, dadanya berdenyut nyeri membuatnya kembali menangis. Tanpa sengaja ia menyalurkan kesakitan itu dengan meremat ujung jarinya. Jungkook hampir lupa jika dirinya sekarang dalam perjalanan pulang di dalam Luxury, bersama Sehun dan Yishing yang sedang menyetir

Lantas ia medesau ringan menjawab pertanyaan Sehun tanpa menatap wajahnya, "Aku tidak. " lalu kembali tersedu ketika tangan kakaknya menggenggam erat kepalan tangannya yang mendingin penuh darah kering.

"Kita tidak sedang sendiri untuk merasakannya. Aku juga merasakan ketakutan yang sama, menangislah sepuasmu tapi berjanjilah padaku setelah ini kau harus lebih kuat. "

Sehun tidak berbohong untuk perkataannya, memang benar untuk boleh bersedih namun jangan terlalu berlarut lama. Tanpa mengurangi perhatiannya, Sehun mulai membersihkan kedua tangan adiknya dengan tissue basah yang ada pada mobil. Menghilangkan darah yang telah mengering dalam genggaman tangan adiknya.

"Nanti, eomma akan bertambah sedih saat melihat putranya jelek seperti ini. " Sehun beralih membersihkan leher jenjang adiknya, melihatnya membuat Sehun mengingat betapa erat pelukan Jungkook pada Jimin saat itu.

"Bagaimana jika ia tidak kembali? " Jungkook berucap di tengah tangisannya yang mereda. "Dan kau juga akan pergi Hyung? " lirih sekali, namun mampu membuat Sehun sulit meneguk ludah. Tatapan berkaca-kaca dari kedua iris hazel Jungkook, sungguh tidak pernah bisa Sehun lupakan rasa sakitnya.

"Aku tidak pergi kemana-mana. Kakakmu ini, sedang ada bersamamu. Begitu pula dengan Jimin. "

Sehun memilih menyudahi tanggapannya, dan kembali fokus untuk membersihkan sisa tissue kotor ke dalam plastik untuk dibuang. Lantas dia memutuskan menyelami keheningan yang terinvensi sejak Jungkook mengatakan pertanyaannya.

souls (end) Kde žijí příběhy. Začni objevovat