5

3.1K 351 18
                                    

Jungkook masih tak mengerti apa yang terjadi malam itu, yang ia tahu hanya melihat ibunya panik dan menyuruhnya untuk menelphon Haejin. Sampai pagi ini pun ibu dan ayahnya tak meyapa satu sama lain tak seperti biasanya, meskipun ibunya berkata tak ada yang menghawatirkan. Dia tak sebodoh itu untuk memahami sesuatu.

"Jungkook-ah, ini sudah sampai sekolahmu. " Bocah itu mengerjap, ketika Ji hyun memberitahunya "ada apa? " dan wanita itu menangkap sesuatu yang disembunyikan dari air muka putranya itu.

"Tidak ada, kalau begitu aku akan pergi sekarang. "

"Sampai nanti."

Mobil itu melaju kemudian, setelah Jungkook beranjak dari tempat duduknya. Ia menghela nafas, seolah ada beban didalam hatinya. Jungkook mengerti akan posisinya, namun ia juga tak mengerti akan jalan pikiran kedua orang tuanya. Dia tidak mengerti mengapa berada diposisi serumit ini.

"Ya! Apa yang sedang kau pikirkan, seperti pengasuh panti sosial saja. Ini masih pagi Oh Jungkook. "

Jungkook tersenyum kaku, karena tertangkap basah oleh Jimin. Ternyata pikirannya itu menghipnotisnya hingga tak menyadari sudah duduk di kursi.

"Tidak ada. "

"Aeihh bocah satu ini, tapi apa tadi malam terjadi hal buruk dengan Sehun hyung? "

"Ya, hyung sempat kolaps. Aku tak tau apa penyebabnya, tapi hari ini Sehun hyung sudah baik saja. Dan bahkan sudah masuk sekolah. "

"Ne? Kenapa begitu? " Jungkook hanya menggeleng, menanggapi pertanyaan teman sejak kecilnya ini. Dan memang Jungkook tak tau jika Sehun lebih dulu pergi ke sekolah.

"Aku pikir ini tidak masuk akal, pasti ada sesuatu hal yang lain. Karena tadi malam uri appa sangat tergesa untuk pergi ke rumahmu, bahkan aku hanya berdua dengan Ahn ahjumma dirumah. "

Jimin memang selalu berlebihan jika menyangkut Sehun, terkadang Jungkook cemburu atas kedekatan mereka. Ayolah siapa disini yang adik Sehun, lagipula Jimin sudah mempunyai kakak. Jika begini Jungkook hanya bisa menghela nafasnya, terkadang Jimin berubah jadi menyebalkan jika di ladeni.

=SOUL=

Namjoon bergeming, sejak ia baru selesai mandi Sehun benar menghancurkan hari hibernasinya. Anak yang menurut Namjoon pendiam itu, sekarang mendatanginya dan meminta bergabung di club Wushu di kampusnya. Dia sangat senang hati menerimanya karena kebetulan clubnya itu sedang menerima anggota baru.

Sampai kemudian, Jongin datang menyeretnya menjauh dari ruang tamu dan menjelaskan hal yang diluar ekspetasi Namjoon saat ini. Betapa terkejutnya ia, dia juga kenapa tidak melihat kondisi Sehun yang memang terlihat pucat.

Pada akhirnya ia membatalkan kesepakatan itu, Sehun menatap tajam Jongin. Ia tau bahwa teman cerobohnya ini menjelaskan segalanya tentang apa yang ia derita sekarang, tapi Jongin tidak merasa bersalah karena ini demi kabaikan.

"Apa kau gila? " Entah sudah keberapa kali Namjoon mengumpat "apa kau ingin membuatku membusuk di penjara?! " Jongin berusaha menjadi penengah, kakak sepupunya ini sangat menakutkan jika tersulut emosi.

"Hyung, kenapa kau tak percaya padaku. Dan menilaiku tak mampu, tanpa melihat aku mencobanya. "

"Sehun-ah dengar, bukan aku menilaimu seperti itu. Aku ingin saja membantumu, tapi kita semua tak tahu apa yang akan terjadi nanti. Ini bisa menyangkut nyawamu. Kau juga mengerti itu. "

Sehun terdiam sejenak, hatinya berkali lipat sakit sekarang. Dadanya cukup sesak, beberapa kali ia mengambil nafas agar air matanya tak terjatuh.

"Aku akan tetap memohon padamu, sampai kau mengizinkan. Jika tidak, aku tetap akan berusaha masuk bagaimana pun caranya. "

Namjoon hanya mengacak rambutnya kesal, setelah mendengar perkataan Sehun sebelum anak itu pergi dari apartemnnya di susul Jongin yang menghawatirkannya. Ini sudah terlambat untuk pergi ke sekolah, meskipun ia tukang telat tapi bukan berarti lebih dari 10 menit seperti ini.

Jongin sangat mengerti perasaan Sehun, lebih dari siapapun itu menurutnya. Karena Sehun adalah sobatnya sejak ia sekolah menengah pertama, dirinya yang dulu tertutup dengan siapapun kini menjadi lebih baik seperti sekarang. Karena Sehun selalu bersamanya, membelanya di saat dunia menghakiminya.

Dulu, Jongin menganggap bahwa dirinyalah orang yang paling tidak beruntung. Karena hanya bergantung pada Namjoon saja, dan juga dia bukanlah siswa yang berprestasi tinggi. Bahkan di sekolah ia di perlakukan berbeda, tapi saat itu Sehun menyangga pundaknya lebih kuat.

Keluarga OH memang terkenal dengan kehangatannya, tak heran jika dulu Jongin turut andil dalam kehidupan Sehun secara tidak langsung. Hari itu, dimana Sehun pingsan tepat setelah olimpiade. Dia hanya melihat ibu Sehun saja yang menemani, sampai akhirnya ia mendengar perdebatan itu didepan kamar rawat Sehun.

Jongin tak menyangka, selama setahun pertemanannya. Sehun tak pernah buka suara akan hal ini, seolah semua perkataan Sehun mensugestinya untuk percaya. Semenjak hari itu pula, Jongin berjanji untuk berada bersama Sehun meringankan bebannya.

"Kenapa kau mengatakannya pada Namjoon hyung? " Jongin mendengus, ia sudah mengira Sehun akan berkata seperti ini. Sekarang mereka hanya berjalan mengikuti panjang trotoar.

"Karena aku tak ingin membuatmu_"

"Aku tak merasa seperti itu. " Sehun mengehentikan langkahnya.

"Ne? "

"Kenapa kau beranggapan seperti itu? " Jongin tak bisa berkata, ini terlalu menyakitkan baginya. "Berhenti berlebihan kepadaku, kau tau? Aku sama saja dengan mereka yang tak bernyawa. "

"Yak!! Berhenti berbicara omong kosong. "

"Sudahlah, kali ini. Jangan mencampuri urusanku, semoga kau mengerti. " Jongin mematung ditempatnya, memandang punggung kawannya yang semakin menjauh. Dia merasa seolah tak bisa berbuat apapun untuk Sehun.

=SOUL=

Kemarin adalah masa lalu, dan hari ini adalah waktu yang harus dihadapi. Sehun hanya diam duduk di sudut bangku kereta api menuju Busan untuk olimpiadenya. Dia hanya ditemani Haejin, dan sang wali kelas tentunya.

Sejujurnya ia sangat cemburu dengan Jungkook, karena kedua orang tuanya dapat hadir dipertandingannya. Setidaknya, kehadiran Haejin cukup membuat hatinya lebih ringan. Haejin sendiri sengaja mengosongkan jadwalnya hari ini, dan berbagi tugas dengan Chanyeol untuk urusan anak bungsunya. Karena hari ini, anak bungsunya itu sedang ada pertunjukan seni di luar kota.

Haejin hanya bisa tersenyum sendiri, melihat reaksi Jimin yang selalu saja berlebihan jika menyangkut kehidupan Sehun. Anak itu hampir saja mengumpati Goong Yo didepan Sehun, jika saja tatapan tajam Haejin tak membungkamnya lebih dulu. Astaga, memang terkadang bungsunya itu membuat ia sakit kepala.

Tapi, ia tetap bersyukur. Meskipun tak ada kehadiran seorang ibu, kedua putranya tetap saling melindungi. Dengan suka rela Chanyeol menemani adik pendeknya itu, tapi demi sang ayah tentu saja.

"Kau baik saja nak? " Sehun tersenyum, merasakan usapan hangat dokter paruh baya itu di bahunya.

"Tentu samchoon. "

"Tetap semangat, aku juga ayahmu. "

Sehun sangat ingin menangis tersedu sekarang, namun jiwanya tetap bersikeras membuatnya lebih kuat. Memang ayahnya tak sehangat Haejin, namun Sehun yakin bahwa jauh didalam lubuk hati ayahnya ada kasih sayang yang lebih untuknya.

"Ayah, aku merindukanmu. "

^O^

Anyeoghaseo..

Alhamdulillah bisa nambah, dan maaf ya kali ini kurang memuaskan.
Biar aku tau kekuranganku, jadi jangan lupan comentnya yah.
Tidak dianjurkan menjadi silent reader.
KAMSAHAMNIDA.
😉

souls (end) Where stories live. Discover now