11

2.7K 325 40
                                    

Taehyung tidak tahu perbuatan baik apa yang telah dilakukannya, sehingga Tuhan memberinya teman sebaik Sehun. Rasa bersalahnya akan kejadian itu, tak pernah berhenti menghantui. Meskipun yang ia tahu Sehun tak pernah berkata dia tersangkanya. Dia juga baru tahu jika Sehun bukanlah anak tunggal, karena selama bersama temannya itu tak pernah bercerita tentang keluarga.

Jadi Taehyung mengambil kesimpulan bahwa Sehun adalah seorang anak tunggal dari pengusaha kaya di Korea, juga jenius dalam akademisnya, dan dikelilingi keluarga yang hangat. Hidup yang sempurna, bahkan Taehyung sangat malu jika berteman baik dengan Sehun. Apapun penilaiannya, itu tak berpengaruh sama sekali. Meskipun Sehun bahagia namun bahagianya itu terbatasi, jadi apa perbedaannya dengan hidup menyedihkan?

Uap kembali mengepul dari mulutnya, akibat desahan napas yang keluar dari bibir Taehyung. Memikirkan Sehun membuat dia berkali lipat pusing, sejak tadi pagi cuaca begitu sangat ingin bermain. Kadang cerah, kadang mendung. Seperti sekarang, kumpulan awan itu menelan lamat matahari sore yang bersinar. Mungkin nanti akan turun salju.

Sudah 15 menit ia berdiri di halte, menunggu kedatangan sahabatnya. Sejak pulang sekolah ponselnya bergetar karena ajakannya untuk pergi ke gereja, mengharuskan ia meninggalkan pekerjaannya. Beruntung bos di restaurant tempatnya bekerja sangat baik, tidak perlu takut untuk potong gaji. Hari ini sekolahnya pulang cepat karena ada rapat komite.

Tehyung bukanlah termasuk orang yang sabar, maka jadilah ia menggerutu sejak tadi karena menunggu kehadiran Sehun. Sesekali ia menggosokkan kedua telapak tangannya, terasa beku dan dingin.

"Apa kau menunggu terlalu lama? " Taehyung merotasikan bola matanya, merasa kesal karena pertanyaan itu.

"Yah... Cukup bisa membuatku menjadi jasad renik yang diawetkan. " Sehun meringis, seolah meminta maaf.

"Ah maaf, aku harus meladeni adikku tadi"

"Sudahlah, ayo kita pergi sekarang. "

Syukurlah tak lama dari kedatangan Sehun, bus ikut datang mengikuti beberapa menit setelahnya. Taehyung mulai berpikir lagi, memasukkan fakta dalam otaknya bahwa Sehun jugalah orang yang rajin beribadah. Perjalanan mereka tidak begitu lama, bus berhenti ketika lamunan Taehyung tentang Sehun berakhir.

Sesampainya di komplek gereja itu, mereka disambut dengan taman gereja dengan hamparan putih yang luas. Jika musim semi, taman itu tampak sangat indah. Taehyung hanya mengikuti langkah Sehun di belakang, lagi pula dia hanya bertugas mengantar bukan berkeinginan bertemu dengan Tuhan.

Gereja ini tampak luas didalam dengan aksen Eropa ke baratan, beberapa lilin menyala. Meskipun di luar sangat dingin, gereja ini terasa begitu hangat, walaupun hanya beberapa orang saja yang datang. Lagi pula ini bukan hari minggu, pantas saja jika sepi.

Taehyung duduk mengamati Sehun yang sedang khusyuk berdoa, sesekali ia mengendarkan pandangannya melihat seisi gereja tersebut. Rumah Tuhan begitu mewah, tapi mengapa belas kasihnya tak semewah ini? Dia merasa Tuhan sedang tidak berbuat adil padanya. Untuk sebuah kebahagiaan, ia harus susah payah mencarinya.

"Kau tidak berdoa? " Taehyung mengerjap, cukup terkejut karena Sehun bertanya padanya dalam hitungan detik.

"Sudah tentu saja. " Sehun mengangguk paham, dan Taehyung meringis. Merasa tidak enak karena berbohong untuk menghindari ceramah, meski belum tentu Sehun melakukannya.

Mereka berdua akan beranjak jika saja seorang pastor tidak datang menghampiri mereka, Sehun membungkuk memberi salam dengan spontan. Berbeda dengan Taehyung yang malah mengamati penampilan pastor itu.

"Maafkan teman saya, sepertinya hari ini ia sedang bermasalah." Pastor itu tersenyum menanggapi permintaan Sehun.

"Tidak apa, lagi pula saya hanya ingin menyapa. Anda masih mengingat saya bukan? "

souls (end) Where stories live. Discover now