20

2.6K 329 48
                                    

Jimin mendengkus sepanjang matanya yang terbuka, pikirannya dipenuhi dengan Jungkook. Ini tentang janjinya dua hari yang lalu, tentang rahasia Sehun. Tentu Jimin sangat tidak ingin memberitahunya, menyesal pun tidak ada gunanya karena sudah terlanjur terucap. Dia juga tidak mengerti mengapa mulutnya dengan semudah itu mengumbar janji, dan menguak rahasia Sehun tanpa pikir panjang.

Jungkook mungkin dapat memegang janji itu seumur hidupnya, namun tak bisa dipungkiri bahwa Jimin menganggap dirinya sebagai penghianat sekarang. Walaupun Sehun tidak akan marah berkepanjangan tapi tetap saja.

"Ya. Telingamu jatuh ke kaki ya? " Chanyeol muncul begitu saja di balik pintu, membuat Jimin sedikit teralihkan. "Appa sudah menunggu untuk sarapan, cepat turun. Kau itu kenapa? "

Jimin diam tidak menyahut pertanyaan kakaknya, menjawab Chanyeol pun tidak berguna. Hingga terdengar pintu yang tertutup menelan sosok Chanyeol kemudian. Berakhir ia mengangkat pantatnya yang sejak tadi di atas ranjang, bunyi berderit terdengar karenanya. Helaan napas panjang mengakhiri, bersamaan pintu tertutup.

Jimin tidak serta merta ingin mengadu atau pun menyimpan, hanya saja dia seperti di antara dua pilihan yang sulit. Jungkook dan Sehun sama berartinya, hingga dia sendiri tidak tahu harus berpihak pada siapa. Mungkin Sehun adalah sosok yang pertama kali membuat dirinya selalu tersenyum waktu kecil. Itu yang membuat Jimin sulit untuk membiarkannya terlarut dengan beban, sudah cukup dengan jantungnya saja yang tidak normal.

Sedangkan Jungkook, dia teman berbaginya sejak kecil. Mungkin dulu dia tidak mengerti soal yang namanya saudara angkat, Jimin tentu masih ingat kenangan masa kecil ketika Sehun hyung -nya mengenalkan Jungkook sebagai adiknya. Tentu waktu itu Jimin tidak mengerti, karena setahunya Sehun tidak punya adik tapi pada hari itu, dengan tiba-tiba anak seukurannya muncul dan menjabat tangannya.

Meskipun banyak pertanyaan pada otak kecilnya, Jimin tetap berbagi dan bermain bersama hingga sekarang menjadi teman sejawat. Sampai pada akhirnya ia mengerti, bahwa sebenarnya Jungkook bukanlah adik Sehun. Karena Joohyun memberitahunya, tanpa sadar Jimin bertanya langsung pada Jungkook dengan gamblang. Saat itu mereka duduk di tingkat akhir sekolah dasar, sepulang sekolah di dalam bus Jimin menguatkan keinginan bertanya nya. Tanpa ragu ia bertanya dan Jungkook menjawabnya dengan tersenyum. Tapi Jimin merasa asing dengan senyuman tulus temannya waktu itu. Karena binar mata Jungkook terlihat berbeda.

"Selamat pagi, sayang. " Haejin mengecup ringan dahi putra bungsunya, dan membuat anak itu berjengkit menjauh dengan dalih dia bukan anak kecil lagi.

"Appa, menggelikan. Kenapa tidak bercukur?! "

"Aigoo, anak satu ini sepertinya sedang mengalami peningkatan hormon gila. " Chanyeol menyahut dari belakang pantry, menggoda Jimin hobby paling menyenangkan di dunia ini. Melihat pipi gembil itu seperti menyatu kedepan jika bibir itu mengerucut. Gemas sekali, padahal sudah tidak balita lagi.

Jimin tidak menanggapi, hatinya sudah dongkol. Ia hanya tidak ingin menghabiskan energi saja, "Berhenti bicara, tiang bodoh. " Chanyeol menajamkan matanya sampai ingin keluar. Membuat Haejin hanya bisa bergeleng kepala, paginya yang dimulai dengan keributan.

"Sudahlah, ayo sarapan sekarang. Nanti Kau bisa terlambat Jiminie. "

Jimin menurut, menarik kursi dan kemudian mendudukkan dirinya, lalu melahap makanan tanpa suara. Pikirannya kacau dengan Jungkook, berulang kali dia mencari celah agar dia tidak harus membocorkan rahasia Sehun pada Jungkook. Tapi sangat percuma, karena Jungkook tipe pemuda keras kepala dengan sejuta aspek pribadinya yang tidak pelupa.

"Kau sakit kepala Jimie?" Haejin menginterupsi disela kunyahannya, jelas dia melihat gurat kekhawatiran pada wajah putra bungsunya.

"Sangat... Sakit Appa, sampai aku ingin muntah. Jadi, boleh tidak bersekolah hari ini ya? " Jimin menggunakan kesempatan.

souls (end) Where stories live. Discover now