Sixty Eight

61K 2.3K 28
                                    

Semua sedang berbahagia sekarang. Bahkan banyak tamu yang berbondong-bondong datang, demi menyalami Devon dan Alissha yang sedang bahagia.

Namun Ana tak tertarik dengan itu semua. Ketika para keluarga dan teman terdekat saling menggunakan pakaian yang sama persis, maka tidak berlaku bagi Ana. Ia memilih untuk memakai kaos oblong dan bersandar diri tepat pada anak tangga yang paling atas.

Ia tak berniat untuk turun, bahkan menyalami Kakaknya pun ia tak sudi untuk melangkah. Alhasil, ia memilih untuk menyaksikan semuanya dari atas sini.

Jika kalian melihat Ana, maka ada perubahan fisik yang terjadi pada dirinya. Ia terlihat lebih kurus dari waktu sebelumnya. Ia tak terlalu mementingkan soal lapar, karena yang ia fokuskan adalah kesembuhan Aksen.

Berbicara soal Aksen, Ana sangat bersalah saat ini. Pasalnya Aksen melukai dirinya sendiri lagi, dan itupun karena Ana yang tak melihat kondisi.

Flashback On.

Ana menghampiri dokter yang baru saja menangani Aksen. Semenjak ada telepon masuk dari rumah sakit, ia langsung saja berlari dengan air mata yang terus berlinang air matanya.

Ana menatap Dokter itu bertanya-tanya. Padahal sedari tadi, Ana sudah berada dihadapannya. Nampak Dokter itu sedang berpikir keras, sehingga tak menyadari kehadiran Ana.

"Dokter." panggil Ana.

Dokter itu mengerjapkan matanya, lalu menatap Ana dengan senyuman kecil.

"Nak Aksen sudah berhasil ditangani. Akan tetapi.." ucap Dokter itu menggabtungkan ucapannya.

"Tapi apa Dok?" serbu Ana cepat.

Dokter itu menghembuskan napas panjang.

"Saya sepertinya menyerah untuk menanganinya. Ia lebih membutuhkan Dokter Pribadi, sedangkan saya Dokter Umum. Dan bukan rumah sakit ini tempatnya, Aksen lebih baik meninggalkan dunianya yang  kini membuatnya seperti ini. Ia butuh dunia baru sekarang. Dimana ia bisa terbang bebas, tanpa adanya penghalang di sana."

Ana mengangguk mengerti.

"Saya mohon untuk sementara, jaga Kakak saya di sini terlebih dahulu. Saya akan menyiapkan semuanya mulai sekarang!"

Dokter itu mengangguk. "Saya harap, kamu dapat cepat menemukan tempat baru itu. Soalnya, itu sangat berpengaruh dengan psikis Aksen saat ini. Saya akan berusaha sekuat mungkin untuk tetap menjaganya, sampai kamu mendapatkan tempat baru itu."

Ana mengangguk lemas, lalu berjalan pergi menuju ruangan Aksen yang penghuninya sedang terlalap karena obat penenang. Dan lagi dan lagi, tapi sekarang Aksen seperti ini karena dirinya.

"Maafin Ana Bang. Ana janji akan cepat bawa Abang pergi dari tempat ini."

Flashback Off.

Ana berjalan menuju altar dimana Devon dan Alissha berdiri di sana. Ia tak peduli lagi dengan semua orang yang terus menatapnya, karena satu hal yang ingin ia utarakan.

"Selamat buat kalian. Aku harap kalian akan terus bahagia hingga akhir hayat." ucap Ana memberi selamat, kemudian pergi entah kemana setelahnya.

Devon hanya mengangguk. Sedangkan Alissha, ia menatap Ana dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Setelah Ana tak terlihat, ia langsung menangis histeris. Tentu membuat semua orang mengenyit bingung, Devon pun langsung memeluk Alissha agar cepat berhenti dari tangisnya.

"Ana." ucap Alissha lirih.

Devon tentu saja bingung. Pasalnya Alissha tak pernah mengatakan hubungannya dengan Adiknya lebih jauh. Ia selalu bertanya pada Alissha tentang itu, namun kekasih yang sudah sah menjadi istrinya itu, tak pernah menjawab dengan pasti.

"Kenapa dengan Ana?" tanya Devon bingung.

"Maafin gue Na. Maaf! Maaf! Maaf!" seru Alissha yang mengundang banyak perhatian dari tamu undangan.

Papahnya datang menghampiri. "Devon, bawa Alissha ke kamar. Tolong tenangkan dia, Papah dan Mamah pasti bisa mengatasi semua ini."

Devon mengangguk. Lalu menuntun Alissha untuk masuk ke dalam kamarnya.

_____

Ana menatap dokumen-dokumen yang berada di depannya. Tak ada niat untuk membuka, sampai ia menemui seseorang yang telah membuat janji dengannya.

Tak lama, seseorang dengan memakai jas rapi itu datang dan membuatnya langsung berdiri.

"Selamat siang Pak Anton." sapa Ana berusaha ramah. Meskipun nadanya terlihat datar jika didengar.

Seseorang yang disapa Pak Anton itu langsung tersenyum.

"Selamat siang  juga Nak Ana." jawab Pak Anton itu.

Ana menggangguk, lalu mempersilahkan orang itu duduk. Sebelum itu, ia meminta pegawainya untuk membuat minum ke pada tamunya itu.

"Jadi, apa kau menyetujui persetujuan kerja sama ini. Aku yakin, semua pihak akan mendapat keuntungan." ucap Pak Anton itu.

Ana terdiam cukup lama. "Saya akan menjual seluruh aset yang saya miliki. Apakah Bapak berkenan untuk membeli semuanya?"

Semua orang kaget. Bukan hanya Pak Anton saja, melainkan semua pegawainya langsung memberhentikan kerjanya karena kaget.

"Saya di sini berniat untuk bekerja sama, bukan untuk membeli." jelas Pak Anton lagi.

"Akan tetapi saya hendak menjual semua aset yang saya miliki. Saya sudah memutuskan semua kerja sama yang berkaitan dengan cafe atau para cabang-cabangnya." jelas Ana lagi.

Pak Anton berpikir sejenak, lalu mengangguk.

"Saya akan membeli semuanya. Berapapun biayanya, akan saya bayar saat ini juga." ucap Pak Anton setelah sekian lama

Ana tersenyum. "Terserah Bapak. Saya tahu Bapak orang yang jujur, jadi saya akan menunggu anda untuk mentransfer biayanya, saya tidak butuh cek."

Pak Anton hanya tersenyum simpul. Sedangkan semua pegawainya langsung menangis mendengar penuturannya.

"Mbak Ana menjual semuanya? Lalu bagaimana dengan kami? Kami masih butuh pekerjaan ini Mbak." ucap salah satu pegawai yang terkenal dekat dengannya.

Ana dan Pak Anton saling pandang, lalu setelahnya Pak Anton mengangguk setelah mendapat kode dari Ana.

"Kalian tidak akan dipecat. Hanya saja atasan kalian berganti menjadi Pak Anton yang berada di sebelah saya. Intinya, kalian masih bisa bekerja di sini." jelas Ana lagi.

Semua pegawai langsung memeluk Ana setelahnya sebagai salam perpisahan. Tentu saja Ana menyanggupi kemauan semua pegawainya. Karena setelah ini ia sudah tak ada hak untuk mengklaim tempat ini.

Sebelum Ana pergi dari Cafenya, ia memberikan dokumen-dokumen yang menyatakan hak milik kepada Anton. Lalu ia akan pergi kesalah satu tempat, yang beberapa lamanya ini belum pernah dikunjunginya lagi. Panti Asuhan.

Tak butuh lama agar Ana cepat sampai di Panti Asuhan. Mungkin hanya membutuhkan waktu tak kurang dari setengah jam. Karena kini, ia sedang berjalan santai menapaki pelataran panti yang begitu luas itu.

"Assalamu'alaikum." salam Ana kemudian.

Semua orang yang berada di dalam langsung menoleh, dan tersenyun riang.

"Wa'alaikum Salam. Kak Cherry kemana saja? Kok baru ke sini sekarang sih. Kita kangen sama Kakak lho." ucap Anak-anak panti itu kompak.

Ana tersenyum. Sepertinya kebahagiannnya tak semuanya direnggut. Masih ada banyak orang yang berada disampingnya. Dan itu tak luput untuk membuatnya selalu tersenyum.

"Maaf Kak Cherry baru dateng. Yukk kita main sama-sama, kalian mau main apa sekarang?" tanya Ana sedikit melengkukan bibir untuk mereka.

*****
1010 Kata.

Instagram: @vaa_morn01

S.A.D In A Life (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang