DUA PULUH EMPAT

947 154 10
                                    


Sudah hampir sepekan lamanya semenjak pengakuan Iris, Sean masih berkubang dalam rasa bersalah untuk sesuatu yang tidak pernah ia lakukan. Pria itu mengurung diri di apartemen hanya untuk merenungi nasib takdir Tuhan yang menurutnya lucu, hingga membuat Jason akhirnya harus turun tangan mengurus perusahaan. Untunglah Jason tidak kemana-mana saat sahabatnya itu terpuruk.

Jason selalu datang setiap malam, mulai dari mengatainya bodoh – karena menyalahkan diri sendiri pada sesuatu yang tidak dilakukan—sampai memberinya wejangan untuk bangkit dan menyuruhnya menjemput Gwen. Tapi, semua usaha Jason itu sia-sia lantaran Sean sama sekali tak merespon.

Sean malah berpikir untuk melupakan Gwen dan merelakan gadis yang masih dicintainya itu untuk pergi dan berbahagia. Karena Sean tahu kesalahan ayahnya saja sudah membuat hidup Gwen menderita. Ia tidak mau menambah penderitaan gadis itu jika harus terus bersamanya, anak dari orang yang sudah membunuh ayahnya.

Tapi, usaha Sean untuk melupakan Gwen sia-sia saat suatu hari dirinya melihat bayangan seseorang yang menjadi pemicu masalahnya dan Gwen, serta amarahnya selama tiga belas tahun. Di depan sebuah gedung perkantoran berlantai dua, Sean melihat siluet ayahnya berdiri bersama seorang lain yang juga Sean kenal. Tentu saja Sean mengenalinya karena orang itu acap kali meminta uang padanya. Roy Nakagawa. Hal yang mengejutkan karena selama ini Roy berkata ayahnya sudah meninggal.

Tapi, lihat siapa lelaki tua di depan sana. Sean masih belum lupa pada raut tegas milik seseorang yang pernah dihormatinya sebelum menjadi satu-satunya penyebab ibunya meninggal. Tidak salah lagi. Sean yakin itu ayahnya.

Dan seketika ia seperti mendapat secercah harapan untuk memperbaiki hubungannya dengan Gwen saat terlintas di pikirannya jika ayahnya masih hidup maka ia bisa memecahkan kasus meninggalnya ayah Gwen. Dan tidak menutup kemungkinan bisa menebus rasa bersalahnya pada Gwen jika ayahnya dipenjara.

Kedua orang itu terlihat memasuki sebuah mobil. Tanpa berpikir dua kali, Sean menjalankan mobilnya untuk mengikuti. Jalanan yang padat sedikit menyulitkannya. Belum lagi fokusnya harus terbagi antara memperhatikan mobil itu dan pengendara lainnya. Sialnya, saat berada di lampu merah, mobil Sean harus tertahan sementara mobil yang ditumpangi ayah dan pamannya lebih dulu berada di seberang. Ia kehilangan jejak. Sean menumpahkan kekesalan dengan memukul roda kemudi.

Tiba-tiba saja Sean teringat bahwa Iris tahu kasus tersebut dari seseorang. Buru-buru ia meraih ponselnya untuk menghubungi Iris, meminta agar memberitahunya orang yang menjadi saksi kasus tersebut.

Dan disinilah Sean berada. Di sebuah rumah sederhana di pinggiran Manhattan, yang Iris tunjukkan padanya. Iris memberitahunya bahwa orang yang menjadi saksi atas kejadian tiga belas tahun lalu adalah seorang pensiunan wartawan, yang juga menulis berita terkait kasus pembunuhan tersebut.

“Jadi...benarkah kau anak Felix Nakagawa?” tanya pria berusia pertengahan lima puluhan, yang baru saja Sean ketahui bernama Bernard, tak percaya.

Saat pertama melihat Sean berdiri di depan rumahnya saja ia tidak percaya seorang produser terkenal bisa ada di rumahnya. Terlebih lagi ia tak menyangka produser yang acap kali malang melintang di media massa, baik cetak maupun elektronik, sebagai produser yang sukses di era ini mengaku sebagai anak dari pria bertangan dingin yang telah menghabisi nyawa sahabatnya.

“Ya, Mr. Bernard. Aku anak Felix Nakagawa. Sean Nakagawa.”

“Bukankah namamu Sean Okada?”

“Ah, itu...ada hubungannya dengan tujuan kedatanganku menemuimu. Aku ingin tahu mengenai kejadian tiga belas tahun lalu yang melibatkan ayahku.”

Bernard mengaitkan kedua tangannya dan meremasnya. Ia terlihat gelisah di tempatnya duduk.

“Kudengar kau yang pertama kali menulis berita kasus tersebut.”

Lost Love [COMPLETED]Where stories live. Discover now