DUA

1.9K 277 25
                                    


Gwen masih menunggui Sean yang tak sadarkan diri di atas brankar rumah sakit. Luka di perut laki-laki itu sudah ditangani. Dan kini Sean sedang dalam pengaruh obat bius. Gwen masih disana. Selain karena belum mengucapkan terima kasih padanya, Gwen ingin menanyakan kontak keluarga laki-laki itu agar bisa mengabari keadaannya. Gwen berpikir pasti keluarga laki-laki itu sangat khawatir sekarang.

“Aku sangat merasa bersalah padanya, bu. Karena menolong kita dia terluka,” ujar Gwen sendu sambil memandangi wajah Sean yang terlelap. Ia sangat merasa bersalah pada Sean.

“Dia sudah ditangani dengan baik. Kau tak perlu khawatir,” ujar Clara lembut, “Begitu sadar, berterima kasihlah padanya.”

Gwen tersenyum pada ibunya, “Pasti, bu. Ibu tidurlah dulu. Kau pasti lelah. Biar aku yang menjaganya.”

“Kau tidak apa?”

Gwen menggeleng, “Ibu tenang saja.” Badannya juga lelah. Namun, ia belum tenang jika Sean belum sadar.

Setelah memastikan ibunya tertidur dengan nyaman di sebuah sofa di dalam ruangan itu, Gwen kembali memusatkan perhatian pada Sean. Ia sedikit memperbaiki selimut yang menyelubungi tubuh lelaki itu.

Agar tidak bosan, ia bersenandung. Tanpa ia sadari, suaranya yang merdu terdengar oleh Sean yang sudah sadar. Lelaki itu mengerjap-ngerjap mencoba menyesuaikan dengan keadaan ruangan yang asing untuknya.

“Hei, kau sudah sadar?” tanya Gwen yang melihat.

“Aku dimana?”

“Kau di rumah sakit. Lukamu sudah ditangani oleh dokter.”

Sejenak, Sean masih mencerna ucapan Gwen.

Rumah sakit? Luka?

Tak lama, ia baru ingat kalau ia baru saja berkelahi dengan preman dan mendapat luka tusukan setelah menolong gadis di sebelahnya yang masih menatapnya cemas.

“Kau baik-baik saja?” Sean mengangguk lemah. “Butuh sesuatu?”

“Haus.” Lirih Sean.

Mendengar ucapan Sean, Gwen bergegas mengambilkan minum untuknya. Ia juga membantu laki-laki itu sedikit menegakkan kepalanya dan setelahnya kembali meletakkan gelas di nakas.

Melihat Gwen dan perlakuannya lagi-lagi hati Sean menghangat.

“Terima kasih,” ucapnya. Gwen tersenyum seraya kembali duduk. “Suaramu bagus.”

Gwen terkejut, “Kau mendengarnya?”

Sean mengangguk.

“Apa aku mengganggu tidurmu?”

Sean tersenyum, “Tentu saja tidak. Mana mungkin suara sebagus itu menggangguku.”

Gwen tersenyum salah tingkah dibuatnya.

“Kenapa kau tidak menjadi penyanyi saja?” tanya Sean.

“Aku memang bercita-cita menjadi penyanyi.”

“Oh ya? Apa kau tidak keberatan menjadi artisku?”

Kening Gwen berkerut, “Maksudnya?”

“Aku seorang produser.”

“Benarkah?”

“Ya,” ujar Sean, “Ngomong-ngomong, kenapa kau dan ibumu membawa tas besar sekali?”

“Ah, itu. Aku baru saja datang dari Kanada.”

“Kanada? Jadi kau bukan tinggal di New York?”

“Bukan. Aku sudah ditipu oleh seseorang yang mengaku ingin menjadikanku penyanyi.”

Mata Sean membulat, “Really?”

Lost Love [COMPLETED]Where stories live. Discover now