DUA PULUH ENAM

1K 155 16
                                    


Di tempat lain, di Toronto, Kanada—tepatnya di sebuah kafe kecil—Gwen sibuk melayani pelanggan di balik meja konter. Mendengar fakta bahwa ayahnya meninggal karena dibunuh membuat Gwen terpukul. Berhari-hari ia hanya mengurung diri di rumah, meratapi nasib ayahnya yang begitu tragis. Sesekali ia mengenang sosok ayahnya yang sering menghabiskan waktu dengannya ketika ia masih kecil. Sampai sekarang ia tidak tahu mengapa ayahnya bisa meninggal seperti itu.

Siapa yang tega membunuh ayahnya? Mengapa ayahnya dibunuh?

Namun, Gwen harus melanjutkan hidup. Ia tidak mau membuat ibunya bersedih melihatnya menangis terus-menerus. Untuk itu, Gwen kembali bekerja di kafe milik Eddy. Selain demi melanjutkan hidup, Gwen tentu ingat ia masih memiliki utang pada pria itu atas uang yang Eddy berikan untuknya demi bisa ke New York. Meskipun Gwen ternyata ditipu, uang Eddy harus tetap dikembalikannya.

Gwen meminta maaf pada Eddy karena uangnya dibawa kabur orang lain, apalagi dia tidak menjadi penyanyi seperti yang diimpikan. Gwen sebenarnya malu dan merasa bersalah pada pria itu. Tapi, dia tidak bisa lari. Gwen harus bertanggung jawab mengganti uangnya.

Untuk itu, Gwen menawarkan diri bekerja sukarela di kafenya. Eddy sebenarnya tidak mengharuskan Gwen menggantinya dan menolak keras saat Gwen menawarkan diri mengganti uangnya dengan bekerja di kafenya tanpa dibayar. Tapi, Gwen memaksa. Dan sebagai gantinya disepakati Gwen hanya dibayar setengahnya.

“Kau harus mengganti saat kau menjadi penyanyi terkenal nanti.” ujar Eddy saat itu, setengah bercanda. Karena, bagaimana pun, Eddy yakin Gwen dapat meraih impiannya suatu hari nanti.

Tapi, berbeda dengan Eddy, Gwen bahkan sudah menyerah akan impiannya.

“Aku tetap yakin kau akan mencapai impianmu nantinya.” balas Eddy penuh keyakinan.

******

Malam pun tiba. Gwen yang hari itu bertanggung jawab membersihkan kafe sebelum tutup, masih tetap berada di kafe seorang diri. Ia membersihkan meja, menyapu lantai, bahkan membersihkan dapur.

Saat sedang merapikan meja dan kursi, terdengar suara pintu berderit yang menandakan seseorang memasuki area kafe. Gwen pikir itu pengunjung yang tak tahu bahwa kafe sudah tutup. Gwen yang membelakangi pintu, lantas membalikkan tubuhnya.

“Maaf, kami sudah tu...”

Ucapannya terpotong saat menyadari siapa yang datang. Gwen terkejut menyadari ternyata yang datang bukanlah pelanggan, melainkan pria yang beberapa minggu ini masih sulit ia lupakan. Pria yang menjadi alasannya meninggalkan New York dan memilih lari, kembali ke Toronto.

Sean Okada. Berdiri di hadapannya saat ini. Menatapnya dengan tatapan terluka, sekaligus...rindu.

Gwen mengerjap. Ia menggelengkan kepalanya pelan. Tidak mungkin itu Sean. Pasti hanya halusinasinya semata. Dan apa tadi? Dia menatapnya dengan tatapan rindu? Mana mungkin! Kau benar-benar sudah gila, Gwen!

Gwen menunduk, terkekeh dengan pemikirannya sendiri.

“Gwen..”

Gwen tersentak. Suara itu...

Mendengar suara itu, Gwen seketika mendongak. Matanya mengerjap cepat berusaha meyakinkan diri bahwa yang dia lihat itu benar Sean. Bukan hanya ilusi.

“Sean?” lirih Gwen. Jadi, benar ini dia? Pria itu benar-benar ada di hadapannya?

Sean tersenyum. “Hai.”

Kembali melihat sosok yang dicintainya membuat Sean merasa seakan ribuan kupu-kupu beterbangan dalam perutnya. Ia sangat merindukan gadis itu dan melihatnya setelah sekian lama membuatnya bahagia luar biasa.

Lost Love [COMPLETED]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن