Chapter 3. Ketika penakut ditakutin

26 1 0
                                    


3

Paginya aku mogok bicara pada mama. Sampai 2 hari kemudian. Akhirnya, mama setuju juga!

"awas kalau mama liat dia buang kotoran disembarang tempat. Jangan pernah suruh mbok yanti yang membersihkan semua hal yang disebabkan ama kucing itu. Ingat Kay!" mbok yanti andalah tetangga yang selalu datang untuk membersihkan rumah, pagi dan sore. Bukan tetap di rumah.

"ingat lah ma. Kay catat di memory yang terdalam. Gak bakal lupa."

"karena kamu nyatetnya dimemory yang terdalam, makanya gak pernah nyambung." Gerutu mama.

Aku mencium mama sebagai tanda terima kasih. Tapi mama malah menyuruhku mandi. Dia takut ada bulu kucing yang menempel dibajuku.

"Kay, namanya cleopatra aja ya." Usul anko. Aku sampai keselek mendengarnya.

"gila aja lo. Dia kan cowok. Masa cleo?"

"lo aja boleh pake nama cewek." 

Aku sedang bertandang ke kamar anko. Awalnya tadi ingin meminjam sesuatu. Tapi aku lupa, akhirnya, aku malah di hina seperti ini oleh Anko. Anko sedang sibuk mengikir kukunya sekarang. Dia seharusnya belajar. Kan sebentar lagi ujian. Tapi dia malah sibuk mengurus kecantikan.

"trus, kenapa lo gak punya cowok?" tanyanya. Ooo... dia ingin membandingkanku dengannya yang ganti pacar hampir tiap bulan?

"gue gak pengen aja." Jawabku.

"alah, bilang aja gak ada yang mau."  gadis satu ini adalah definisi resek yang sesungguhnya.

"hubungannya ama lo apa?"

"gak ada sih. Cuma, gue binggung aja kalo ada yang ngomong. 'cowok lo banyak banget sih ko. Kenapa gak dibagi ama adek lo yang jomblo itu?"

Aku melemparkan senyum paling sadis yang pernah kupunya. "ah, baek amat sampe mikirin masa depan gue."

"bukan masa depan lo. Tapi reputasi gue." Potong anko. Kemudian dia memandangku dengan serius. "anak kelas lo yang anak basket trus yang pinter itu, siapa namanya?"

Kenapa semua orang suka sekali menanyakan Gilang sambil menyebutkan kehebatan-kehebatannya? Padahal kalau dia bertanya. 'siapa cowok yang paling nyebelin di kelas lo itu?' aku juga bakal langsung tahu itu siapa.

"oo, Gilang." ekspresi paling suntuk yang pernah kupasang. Tapi anko malah tersenyum.

"Gilang? Jadi namanya Gilang. Lo suka gak ama dia?"

Gue? Gilang? Kiamat deh kalau itu sampai kejadian. 

"gak usah la ya. gak pantes juga. Berhubung gue baru putus. Apa gue pacarin aja ya dia. Biarpun kelas satu, dia lumayan. Kok lo gak pernah bilang sekelas sama cowok kayak dia?" 

Aku merasa gagal paham sekarang. 

"lo punya nomor handphonenya gak?"

"gak. Tanya aja ama lilla. Kayaknya dia punya." Sambil berkata seperti itu, aku keluar dari kamar si ms Anko. Brondong aja masih mau digondol? Dimana pertanggung jawaban ama kata-kata awalnya tadi? Bukannya tadi dia prihatin tentang ke jomblo an ku?

Aku mundur teratur dari kamar Anko. Dia sungguh tidak sehat untuk dijadikan teman mengobrol.

"eh Kay, Lilla itu jago ngeramal ya?" 

Another EngagementWhere stories live. Discover now