43 - Masih Ada(kah) Harapan

Start from the beginning
                                    

"Lo kenapa mau mau aja disuruh dia?" serang Aimee.

Gasta terdiam sesaat. Pikirannya kusut, kacau balau. Kedua matanya terarah pada sepatu Aimee yang berkilauan.

"Gas, gue tanya. Kenapa lo mau aja disuruh dia?"

"Ya buat ngebuktiin ke dia kalo gue udah ga ada rasa lagi ama lo, Mee!" sahut Gasta cepat, dengan sedikit bentakan di akhirnya. Sungguh meyakinkan.

Aimee tercengang. Matanya terkunci pada wajah Gasta yang mengarah ke lantai.

Fix, surat gue kemarin sia-sia...

Gasta tau, dia telah membuat kebohongan terbesar dalam hidupnya.

"Jadi selama ini..." bisik Aimee lirih, mulai terisak.
"Apa?" sahut Gasta ketus, masih tidak menatap Aimee.
"Masih?" lanjut Aimee. Keduanya lalu membisu.

"Gas? Masih?" tanyanya lagi. Aimee malah bertanya soal masihkah Gasta memiliki perasaan itu padanya.

Gasta menggeleng. "Sekarang udah enggak. Dan gue janji gue gak akan ganggu lo lagi kalo lo udah ama Danes nanti." jawabnya mantap. Kemantapan yang membalut dusta.

"Terakhir kapan?" Aimee masih menyerangnya.

"Lo gak perlu tau." sahut Gasta. "Ga ada yang perlu dipertanyakan lagi soal gue ama lo. Yang gue tanyain sekarang soal perasaan lo ke Danes." Gasta mulai menatap Aimee.

Keduanya saling tatap. Gasta bisa melihat pelupuk mata Aimee yang mulai berkaca-kaca, dan Aimee bisa melihat tatapan Gasta yang hampa seakan tiada cinta di sana, tak seperti biasanya.

"Lo juga gak perlu tau." jawab Aimee dingin, mendorong dada Gasta dengan satu tangan, lalu berbalik pergi, melenggang setengah berlari. Gasta hampir terjengkang ke belakang, kemudian terperangkap dalam ketercengangan akan kepergian Aimee.

Yang tidak diketahui Gasta, Aimee berlari diiringi derai airmatanya.

Dan yang tidak diketahui Gasta pula, surat dari Aimee dapat membuatnya menyesali keputusannya untuk menyampaikan pesan Danes.

Sedangkan yang tidak diketahui Aimee, sepeninggal Aimee di situ, airmata Gasta pun jatuh.

Dan yang tidak diketahui Aimee pula, setengah mati Gasta menahan sakit hati dan cemburu yang berapi-api saat dia mengatakan pada Aimee bahwa Danes ingin memilikinya.

Baik Gasta maupun Aimee, merasakan hari itu adalah akhir dunia.

***

Setibanya di rumah, Gasta jadi penasaran kenapa Aimee mempertanyakan suratnya.

Gemuruh dada Gasta seakan tak sabar memaksanya untuk membuka surat itu. Tangan Gasta gemetar. Rasa penasaran dan ketakutan menyelimuti hatinya. Dengan cepat dibukanya surat tersebut.

Dear Gasta,

Cuma satu kata yang pingin aku bilang ke kamu.

MAAF.

Maaf karena udah ngecewain kamu, jahatin kamu, dan yang paling parah...
Ngefitnah kamu.

Aku sendiri gatau Gas, kenapa aku ngefitnah kamu kaya gitu kemarin. Rasanya itu kaya, aku ngga mau lagi kamu ngerecokin hidup aku. Aku ngga mau kamu ngurusin hidup aku. Aku maunya kamu ngga usah peduliin aku lagi, gitu.

Karena apa? Karena kebaikanmu selalu bikin tanda tanya itu muncul dan muncul lagi, Gas.

Tanda tanya apa kamu masih sayang ama aku. Masih peduli ama aku. Masih berharap buat ama aku.

Air mata Gasta mulai menetes.

Tapi aku ndiri juga ga bisa boong Gas, kalo aku sering, bahkan mungkin mesti, kepikiran kamu.

Kamu inget pas kamu pingsan pas upacara? Pas kamu dihukum Bu Yuni?
Kamu inget ada aku di sana pas kamu lagi berdarah-darah kaya gitu?

Itu karena... Aku gatau gimana caranya buat gak khawatir ama kamu, Gas.

Gasta semakin tenggelam dalam tangisnya. Bibirnya dia gigit kuat-kuat agar sebisa mungkin tak terdengar suaranya oleh Feliz.

Aku sendiri juga ga ngerti maunya hati aku tuh apa. Aku kesel liat kamu, aku pingin kamu menghilang aja dari hadapanku. Tapi di sisi lain, kalo aku tau kamu kenapa kenapa, aku khawatir. Aku gak mau kamu kenapa kenapa. Aku jadi bingung ama diri aku sendiri, Gas.

Sebisa mungkin aku berusaha buat benci ama kamu, semakin besar rasa khawatirku ke kamu, tau ga.

Akhirnya aku simpulin,
kalo aku emang ngga bisa ngga peduli ama kamu.
Andai kamu tau betapa aku kangen banget ama masa lalu kita, ama kebersamaan kita.
Tapi sikapmu yang menurutku selalu salah, karna aku kesel dan nurutin egoku... itu selalu ngehalangin aku buat bilang ke kamu yg sejujurnya, Gas.

Dan yang paling bikin aku nyesel... karena aku baru kali ini nyadar...
adalah betapa sebenernya aku sayang banget ama kamu...

AKU SAYANG KAMU, GAS...
SAYAAAAAAAANG BANGET... :'((((

NB: Ngga usah dibales. Ngga usah dibahas. Cuma pengen kamu tau aja perasaanku yg sebenernya.

Love,

Aimee.

"Aaaaaaaaaaarghhh!!!" teriak Gasta penuh emosi. Diremas-remasnya kertas surat dari Aimee tersebut, lalu dilemparkannya ke sudut kamarnya. Gasta meraung-raung dalam tangis. Beruntung Feliz tak mendengarnya.

Inilah puncak kehancuran hati Gasta. Tak hanya hati, jiwanya pun turut hancur. Lebih hancur dari saat pertama dia mendengar vonis dokter tentang sirosisnya. Lebih hancur dari saat dia mendengar bahwa Aimee membocorkan rahasianya pada Feliz. Lebih hancur dari saat dia tahu bahwa Danes ingin merebut hati Aimee dari dirinya.

Gasta terus menangis. Dipeluknya lututnya erat-erat. Dadanya terasa sesak jika teringat apa yang telah dia lakukan demi Danes, pada Aimee.

Gasta tidak dapat merasakan apa-apa, kecuali penyesalan yang amat menyiksa.

Kenapa...
Kenapa aku baru dapet surat ini setelah aku bilang ke Aimee soal perasaan Danes?
Kenapa aku iyain aja permintaan Danes yang itu?
Kenapa dengan gamblangnya aku bohong ke Aimee kalo aku udah ngga ada rasa ama dia?

Gasta terus menyerang dirinya dengan pertanyaan-pertanyaan menyakitkan tersebut.

Namun pertanyaan yang paling menghujam-hujam benak dan nuraninya adalah...

Kenapa Aimee juga masih sayang padanya?

Aim for AimeeWhere stories live. Discover now