Bagian 9.

14.2K 968 16
                                    

Di sini Alena sekarang. Duduk di pondok kecil di antara kebun tebu. Pondok itu sengaja dibuat untuk tempat beristirahat. Jaka duduk di samping Alena, matanya tetap mengamati para pekerja lain. Para pekerja sibuk memanen tebu yang panjangnya sudah mencukupi untuk diolah menjadi gula.

     "Boleh aku bertanya sesuatu padamu, Jaka? "

Alena melirik suaminya. Jaka terlihat semakin tampan hari ini. Baju yang kotor terkena tanah kebun itu tidak sedikitpun mengurangi pesonanya.

   "Silahkan, Nona!" Ah! Jaka merasa seperti menghadapi sidang skripsi saat ini, ketika mata bulat dan bening itu menatapnya dengan lekat penuh selidik.

   "Apa benar kau sudah menyelesaikan Strata satumu? apa kau tak berniat untuk meninggalkan desa ini, supaya hidupmu lebih baik?"

Jaka menghela nafas pelan. "Aku merasa nyaman tinggal di sini, terlebih lagi ini amanah pak Burhan." Sejenak Jaka menunduk.

" Kau tahu Jaka. Lima hari mengenalmu, aku tau kau adalah pria yang baik." Alena mengamati ekspresi Jaka.

Pria berhidung mancung dan bibir merah muda itu tersenyum. Akan tetapi dia tidak mengatakan apapun.

"Apa pendapatmu tentangku, Jaka?"

"Kau sangat cantik dan juga cerdas, Nona."

Jaka menjawab dengan cepat. Tiba- tiba Alena tersenyum samar, Jaka terpaku karena baru kali ini dia melihat ekspresi Alena segeli itu. Biasanya bibir merekah itu hanya mengeluh dan menggerutu.

"Jaka, itu tak perlu kau sebutkan. Maksudku, penilaian dari sisi yang lain." Tawa Alena masih belum hilang.

"Aku serius, Nona, selebihnya aku tak berani mengungkapkannya." Jaka mengalihkan perhatiannya kearah lain.

Alena menggeser duduknya untuk lebih dekat dengan Jaka. Dia sengaja mengerjai suami lugunya itu. Jaka sama sekali tidak bisa menyembunyikan ekspresinya. Sekarang dia hanya menunduk dengan telinga yang memerah.

  "Apakah kau sudah mulai menyukaiku, hmmm?" Alena mendekatkan wajahnya di hadapan Jaka.

Suaminya itu gelagapan dan salah tingkah. Alena semakin menertawainya. Alena merasa cukup puas dan senang telah mempermainkan Jaka.

   Tiba-tiba dia merasa kedua lengannya dicengkram secara lembut.

" Nona, sangat mudah untuk menyukaimu. Jika aku menjawab aku mulai menyukaimu, apa kau akan menyerahkan dirimu padaku?" Jaka menantang mata Alena secara berani. Sesuatu yang dilihatnya tanpa sengaja dan membuat pikirannya tidak waras.

Alena mengerti apa maksud tatapan itu. Ada sedikit kilat asing di sana. Rasanya Alena sangat malu. Sekarang dia kalah telak. Dia menjadi gugup, seharusnya Jaka tidak mengingat itu lagi.

Wajah Alena merah padam. Dengan cepat dia bangkit dari duduknya, merapikan rambut hitam yang berantakan ditiup angin.

"Aku ingin pulang!"

Tanpa menunggu jawaban Jaka, dia sudah berjalan pergi. Kenapa dia marah? bukankah Alena sendiri yang minta kejujuran darinya. Jaka tak habis pikir dengan sikap istrinya itu. Dia tak pernah dekat dengan perempuan manapun. Tak memiliki keahlian dalam merayu atau membujuk.

Mungkin gadis itu tersinggung saat matanya melirik secara terang terangan. Jaka berkata jujur, sesuai dengan pikirannya. Dia masih merekam dengan jelas, bagaimana kelembutan Alena saat itu, saat mereka berpelukan secara tak sengaja. Kemudian dia melihat secara langsung bagian itu di hari berikutnya. Dia laki-laki normal yang selalu menjaga diri dengan baik.

Tidak ada salahnya dia meminta sedikit saja dari apa yang dimiliki Alena. Bukankah Alena itu istrinya? Jaka tersenyum miris. Tak ada cara lain, Jaka harus menaklukkan istrinya itu supaya Alena datang secara suka rela kepadanya.

Suami Pilihan Ayah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang