01. An Early-morning

Začať od začiatku
                                    

Gimana enggak? Setelah neror aku tadi subuh, si oknum berinisial R itu sekarang udah ada didepan pintu apartemenku dengan wajah masamnya.

"SINTING YA LU!"

Si Rochelle langsung teriak aja. Untung sepi, walau aku ga yakin kalau tetanggaku ga dengar teriakan barusan.

Aku spontan langsung narik tangannya dan ngunci pintu apartemenku.

"Lu yang sinting!" Cibirku, "masih jam segini malah maen teriak-teriak seenak jidat!"

Ia sempat melirik sekilas arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, kemudian nyengir lima jari sambil ketawa-ketawa dengan muka sok polosnya.

"Hehehehe... maaf," cicitnya pelan.

"Gak ngerti lagi deh, emang ajaib banget lo," sindirku seraya mendecak malas.

Jelas ajaib. Setelah jam empat subuh nelpon dan marah-marah gak jelas, sekarang tujuh udah ada di depan pintu apartemen. Hanya karena gak terima dengan akhir dari cerita yang aku tulis, oknum bernama Rochelle Han sampai segitu niatnya ngelakuin itu semua yang notabene usaha untuk ubah pikiran aku.

Rochelle nyengir lagi.

"Pembaca Truth or Dare udah sepuluh juta lho, Chen." Peringatnya.

Aku mengangkat bahuku acuh, "Lalu?"

Rochelle terdengar menghela nafasnya dengan berat.

"Lalu? Memangnya kamu ga merasa kalau mayoritas pembacamu itu kecewa?"

Refleks aku menggeleng.

"Dari awal aku nulis dan publish Truth or Dare disana, aku gak pernah menjanjikan akhir yang bahagia ke siapapun, Han."




Iya.

Biasanya kami memang saling memanggil dengan marga karena kemiripan nama kami yang cukup signifikan.

Kenapa Nama kami mirip?

Karena orang tua kami memang cukup dekat.

Rochelle yang notabene lahir lebih dulu tiga bulan dari ku itu sukses memberikan Orang Tuaku inspirasi untuk memberikanku nama yang serupa dengannya.

Ya, Yochelle.

Tragis memang. Karena kami berdua sempat sama-sama bingung untuk memikirkan nama panggilan yang pas dan tidak menimbukan keambiguan diantara kami.

Roch serupa dengan Yoch.

Dan Chelle? Kami sama-sama memiliki nama Chelle.

Lantas bagaimana? Jelas hanya marga kami yang berbeda. Jadilah kami menggunakan nama tersebut untuk memanggil satu sama lain.

"Dan setelah segala unpredictable goals yang sudah tercapai itu, kamu tetap sama sekali gak ada niat untuk ubah bagian akhirnya?"

Aku menghela nafasku, kemudian meggeleng lemah.

"Enggak," tukasku, "karena akhir yang sesungguhnya memang begitu, dan yang ku tuliskan juga harus sedemikian rupanya."

Aku memang sudah merencanakan segala isi dari cerita itu sebegitu rupanya. Keputusanku sudah final, dan tidak ingin ku ubah.

Perihal unpredictable goals atau mengeludaknya pembaca cerita tersebut atau hal yang lainnya itu gak masuk ke dalam planningku yang berarti mau adanya apapun yang sehubungan dengan hal tersebut, keputusanku tetap sama dan tidak dapat diganggu gugat.

Rochelle menggeleng, "true stories don't have any power in fictions' world."

Mendengar opini Rochelle barusan sontak membuatku mengerutkan dahi, kemudian menatapnya tak terima.

"Who says?"

"Me, a minutes ago."

Aku menggeleng. Baru saja aku membuka bibirku, hendak membalas lagi.

Namun sudah, aku sudah cukup lelah.

Aku sedang tidak ingin saling melempar argumen-argumen yang bertentangan dengan Rochelle. Truth or Dare sudah selesai. Berhasil ku tulis dan ku akhiri sesuai dengan ekspektasiku, dan itu sudah cukup bagiku.

Aku mengatupkan kembali bibirku, kemudian beranjak menuju dapur.

"Do you want some tea, or maybe coffee?" Tawarku sebelum benar-benar beranjak.

Aku ingin kabur, dan mengakhiri percakapan itu.

Iya, aku selalu begini ketika ada masalah yang menurutku sudah tak perlu dibahas atau dibicarakan lebih lanjut.

Ia tersenyum tipis, "a cup of hot chocolatte will be better for this early morning."

Walau samar, aku dapat melihat makna tersirat dari senyumnya, dan aku yakin betul kalau Rochelle tahu maksudku. Jelas. Pertemanan kami bukan baru sehari-dua hari, tapi sudah lima tahun lamanya.

"Okay!"

Aku berjalan menuju dapur, tak butuh waktu lama untuk menyeduh dua gelas cokelat panas untukku dan Rochelle.

"Here is your hot chocolatte for warming your early-morning, Miss Han." Ejekku seraya menyodorkan secangkir cokelat panas pesanannya.

Ya walau sebetulnya not an-early-morning at all. Karena sudah memasuki pukul delapan pagi, walau awan gelap masih dengan setia menghiasi langit yang seharusnya sudah mulai membiru cerah.

Rochelle tertawa, "thanks to you."

Aku mengangguk.

Kemudian mataku membulat, seolah melupakan sesuatu.

"Udah jam delapan lhoo, Han." Ucapku dengan mata melebar seraya menatapnya.

Yang ditatap justru tersenyum santai seraya meniup cokelat panas miliknya.

"Kamu gak ngantor?"


Hampir saja Rochelle memyemburkan cokelat panas yang belum sempat ia telan itu.








"Hari ini minggu, Chen."



***

3 Januari 2019.
Yochelle_tiar

BEHIND : The TruthWhere stories live. Discover now