16. Decision.

4 1 0
                                    

***

"Kenapa muka lo tegang gitu?" Tanya Rochelle membuyarkan lamunanku.

Aku menggeleng, "g--gak kok perasaan lo aja, Han," bantahku.

Tapi rasanya percuma aku membantah, karena Rochelle akan tetap berkutat dengan rasa penasarannya tanpa sedikitpun mengubris bantahan-bantahan yang aku lontarkan.

"Lo gak beneran mau kuliah ke Korea kan?" Tanya Rochelle lagi, kali ini matanya memincing dengan tajam.

Aku diam, berpura-pura tak mendengar pertanyaan Rochelle dan tetap berusaha terfokus dengan cerita di dunia fiksi yang tengah aku ciptakan.

***

"Hai!" Sapa Nic semangat begitu aku membukakan pintu untuknya.

"Eh? Hai," balasku kikuk seraya membuka pintu lebih lebar, mempersilahlannya masuk.

"Majalahnya udah keluar," katanya dengan senyum bangga seraya menunjukan majalah bersampul wajahnya itu padaku.


"Yayyy, itu buatku kan?" Sahutku seraya berusaha merampas benda itu dari genggaman Nic.

Tapi sialnya cowok itu malah sengaja mengusiliku dengan cara menjauh ketika jemariku hampir berhasil meraih majalah itu.

"Jawab dulu pertanyaan aku," katanya yang tiba-tiba berhenti bergerak dan menyembunyikan majalah itu dibelakang punggungnya.

"Apa?" Tanyaku kesal.

Tangannya perlahan bergerak dan menunjukkan potret dirinya yang menjadi sampul dari majalah tersebut.

"Perhatiin baik-baik," suruhnya seraya menunjuk majalah tersebut.

"Terus?"

Hening.

Gak lama Nic nyengir lebar banget, dan itu terlihat amat sangat soft di mataku.

"Aku ganteng kannnnn?" Tanyanya dengan wajah sok imutnya disertai dengan aegyo-aegyo kecil.

Ya Tuhan. Mantan modelan gini rasanya sih pengen aku kutuk aja...

Aku mendengus, "iyaaa ganteng," kataku sebal.

"Dih! Gak ikhlas itu!" Sahutnya gak terima. Membuatku menghela nafas kesal, "ulang, harus ikhlas ngomongnya."

"Terus aku jawabnya harus gimana?" Tanyaku malas, "aduh iyaaaa Oppa-ku ganteng banget, utututututuuuu jadi makin sayang," kataku--menirukan nada para fangirls ketika mereka adoring idolanya.

Sukses membuat Nic bergidik ngeri dan melempar bantal kecil dari sofa tepat ke arah wajahku.

"Jijik, Chey!" Serunya dengan tatapan tajam, "ya minimal kamu ngakuin yang ikhlas gitu kalau aku ganteng, kan emang aslinya ganteng," pintanya dengan senyum bangga.

Nah kan, untung mantan...

"IYA GANTENG, CHO. KAMU DOANG EMANG SATU-SATUNYA COWOK YANG GANTENG DI MUKA BUMI INI!" Seruku emosi seraya menyekap wajah Nic dengan bantal yang semula ia gunakan menjadi senjata untuk menghajar dahiku.

Ia menepuk-nepuk tanganku, "CHEY, AKU GA BISA NAPAS BUSET!" Teriaknya dari balik bantal tersebut.

Aku menghela nafas kasar sebelum melepas sekapan Nic. Ia terlihat langsung menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.

BEHIND : The TruthUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum