part 27

1.2K 88 22
                                    

Lo itu sesuatu yang tidak pernah gue duga tapi gue sangat bersyukur Tuhan telah mempertemukan kita.
- Adelard Redmilo Emery
***

MILO POV

Gue terbangun dari tidur lelap gue. Hari ini badan gue rasanya remuk seperti habis ditiban gajah. Ini pasti karena kemarin gue nekat berenang malam-malam. Akhir-akhir ini pikiran gue yang sebelumnya penuh dengan rencana agar bolos gue lancar tanpa ketahuan guru berhasil diusir dengan kehadiran Dira. Otak gue penuh dengan cara gimana agar Dira mau bertemu dan berbicara sama gue. Padahal kita satu sekolah, satu kota bahkan satu planet cuman beda kelas saja tapi kenapa untuk bertemu dengannya saja dia seperti harus menemui Dira di planet pluto yang entah ada dimana.

"Lo dimana sih. Gue pengen ketemu," gumam gue lalu melihat jam dinding. Didalam hati gue berharap semoga saja hari ini gue bisa bersapa ria dan menjelaskan semuanya.

Gue berulang kali menyalakan kran air kamar mandi yang tak kunjung mengeluarkan air. Sepertinya kamar mandi gue bermasalah. Dengan jengah gue melingkarkan handuk ke leher lalu menuju kamar Vero. Tanpa mengetuk pintu, gue masuk membuat yang punya kamar menatap gue horor. Gue manusia bukan setan kali.

"Ngapain lo, bang? idih bau banget sih. Apa nih bulu ketek panjangnya satu meter, nggak pernah cukuran lo. Ewww bau pesing lagi. Ampun dah punya abang joroknya minta ampun. Iler tuh astaga! belepotan," cerocos Vero yang mengendus-endus badan gue. Kurang ajar ngatain gue melihara bulu ketek segala. Ya walaupun ada karena gue belum sempat cukuran tapi panjangnya enggak sampai satu meter juga. Bau pesing katanya, terakhir kali gue ngompol dicelana waktu gue kelas satu SD. Itupun karena gue takut ke kamar mandi karena terbayang-bayang film horor yang baru saja gue tonton.

Plak.

"Sakit bego!"

"Lo tuh yang bego. Badan gue diendus-endus. Geli!" omel gue yang berjalan menuju pintu kamar mandi.

"Mandi napa, bang. Jorok banget."

"Ini harusnya gue sudah di dalam kamar mandi sambil gosok badan gue, kalau lo nggak ngerecokin gue tadi!" omel gue lalu membuka ganggang pintu.

"Kamar mandi lo hilang? kok tiba-tiba mandi dikamar gue. Entar baunya pindah lagi."

"Kalau kamar mandi gue mau, gue enggak bakal repot jalan ke kamar lo. Sudah ah gue gerah."

Blam.

"Santai ularr..." jerit Vero ketika pintu kamar mandinya terlempar keras, gue tertawa puas saat mendengarnya mengumpat keras. Didalam hati Vero ingin rasanya mengumpat lebih dan menggetok kepalanya langsung namun apa daya tembok ini mencegahnya untuk melakukan rencana itu.

Punya abang kok gini amat sih.

***

Cittt...

Suara decitan antara ban dengan aspal jalan membuat sakit telinga. Tanpa rasa bersalah pengemudi tadi turun dari mobilnya lalu menutupnya keras. Membuat murid yang lain hanya bisa geleng-geleng kepala sambil mengelus dada. Sabar. Milo menyimpan kunci mobilnya di dalam saku celana lalu berlari ketika matanya melihat orang yang selama beberapa hari ini dicarinya. Tanpa peduli sekitar, Milo berlari menyusul Dira yang terlihat menghindarinya.

"DIRA!" teriak Milo membuat yang punya nama menoleh ke sumber suara.

Dira melotot ketika melihat Milo yang berlari dibelakangnya dan langsung menabrak badannya.  Secepat kilat badannya terasa hangat. Sadar dengan apa yang dilakukan Milo, Dira melepaskan pelukan erat tersebut sebelum ada guru yang melihatnya.

"Apaan sih lo?!" seru Dira kesal. Masih pagi sudah dibikin kesal. Turun deh moodnya.

"Lo kemana aja sih? gue nyariin lo," ucap Milo dengan tangan memegang pundak Dira.

"Bukan urusan lo. Apa untungnya lo nyariin gue? buang-buang waktu aja."

"Gue pengen ngomong sesuatu, Dir. Lo salah paham!"

"Salah paham apa? gue dengar dan lihat sendiri lo milih Tiara!"

"Lo belum dengar semuanya, Dira. Beri gue waktu buat lurusin ini," mohon Milo harap cemas. Dira hanya diam mendengarkan. "Duduk, Dir. Entar lo cape!" sambung Milo sambil menepuk bangku kosong disebelahnya.

"Nggak usah sok perhatian!" ucap Dira jutek namun tetap mendengarkan ucapan Milo yang menyuruhnya duduk. Milo tersenyum tipis mendengar balasan Dira.

"Jutek aja cantik," gumam Milo.

"Hah? lo bilang apa?"

"Eh. Nggak. Jadi, yang lo lihat dan dengar waktu itu salah Dira. Ini nggak seperti yang lo pikirkan. Lo nggak dengar sampai akhir atau mungkin lo emang nggak dengar apa-apa," ucap Milo yang menjeda ucapannya melihat reaksi Dira yang terdiam. "Seperti kata Elvin dan Lardo gue harus tegas. Makanya gue nyamperin Tiara bu- entar dulu dengarkan sampai akhir!" ucap Milo saat Dira membuka mulutnya ingin menyela ucapannya. Dira langsung cemberut dan mendekap tangannya didepan dada.

"Ya, lanjut!" ucapnya.

"Gue nyamperin Tiara buat minta maaf karena gue hubungan dia dengan pacarnya alias adek gue sendiri jadi renggang. Disitu Tiara nasehatin gue buat ngejar orang yang benar-benar sayang sama gue. Dan gue sadar dia itu adalah lo. Adira Azzahra Daderio. Orang yang lagi duduk di depan gue," ucap Milo sambil terkekeh. "Lo percaya nggak kalau cinta pandangan pertama itu ada?" tanya Milo membuat Dira gugup.

"Nggak. Karena cinta itu butuh waktu. Harus terbiasa dan bisa membuatnya merasa nyaman baru cinta itu bisa tumbuh," balas Dira yang menyembunyikan tangannya di saku roknya. Tangannya bergetar karena grogi diperhatikan Milo sedekat ini.

"Hmm. Ternyata kita beda pikiran ya. Gue percaya dengan itu. Karena gue jatuh cinta pada pandangan pertama waktu gue pertama kali lihat lo yang berdiri disamping mobil gue yang lecet. Awalnya gue menampik rasa itu. Makanya gue dekatin Tiara. Tapi gue sadar kalau rasa itu begitu kuat," ucap Milo yang menyenderkan badannya dikursi sambil menatap langit yang cerah secerah hatinya setelah melihat Dira.

"Jadi?" tanya Dira yang ingin memastikan maksud ucapan Milo tadi. Ada rasa bahagia saat mendengarnya. Tapi segera ia hilangkan.

"Gue suka sama lo. Sejak awal gue ketemu lo, Dira." Milo menatap mata Dira dalam. Berharap Dira juga merasakan yang sama seperti dia sekarang. Jantungnya berdegup kencang. Rasanya ingin melompat keluar. Tangannya berkeringat dingin. Bahkan dahinya sudah berkeringatan. Belum pernah dia segugup ini mendengar balasan atas pernyataan cinta.

Gugup. Grogi. Takut. Itu yang dirasakannya saat ini. Apalagi saat matanya yang tadi melihat senyum diwajah Dira mendadak hilang entah kemana. Perasaan buruk segera menyergap hatinya. Tangannya pun tidak tinggal diam. Milo memasukkan tangannya ke dalam kantong celana sambil meremasnya pelan.

"Maaf, Milo. Gue enggak bisa," ucap Dira seolah menamparnya keras. Dua kalimat yang bagaimana hukum tegas yang tidak bisa dilanggar. Membuat langit cerah terasa mendung. Dadanya terasa sakit. Bukan karena cintanya ditolak tapi karena takut kehilangan. Apalagi saat bayangan ada lelaki lain yang bisa menaklukan hati Dira.

Inikah akhir kisah cinta gue. Ucap Milo dalam hati.

"Ya, nggak papa. Gue paham," ucap Milo sambil memaksakan senyum meski terlihat aneh diwajahnya. Wajahnya mendadak kaku. Dira langsung berdiri dan berlari menuju kelasnya tanpa menoleh kebelakang. Meninggalkan Milo dengan pikiran berkecamuk.

__________________________________
Hai sobat onlineku...
Gak kerasa sudah masuk ending aja hehe. Makasih banget sudah mau baca dan dukung cerita ini sampai sekarang. Love you guys❤
06/03/2019

Escape (Completed)Where stories live. Discover now